Ceramah Master Cheng Yen: Meneguhkan Tekad untuk Melenyapkan Penderitaan

Pagi hari dimulai dengan senyuman indah. Kita bisa melihat kehidupan manusia yang telah mengalami banyak penderitaan. Penderitaan terbesar di dunia adalah penyakit di tubuh. Kehidupan kita saat ini hanya berlangsung satu kali. Dalam kehidupan, ada orang yang menderita penyakit kronis, ada yang sakit secara tiba-tiba dan harus menghadapi ketidakkekalan.

Banyak orang sakit yang mendapat perawatan dari tim medis kita. Tim medis meringankan penderitaan dan merawat pasien dengan layanan medis yang komprehensif untuk memulihkan kesehatan pasien. Mereka melakukan segala cara untuk mendiagnosis penyakit dan meringankan penderitaan pasien. Kasus medis yang dibagikan oleh staf medis sungguh sangat patut dipuji.

Saya sangat memuji para tenaga medis yang dengan sepenuh hati dan tenaga memanfaatkan keahlian mereka. Namun, saya juga sedih karena banyak orang yang menderita. Beruntung, kita memiliki banyak tenaga medis yang merawat mereka. Semua tenaga medis sungguh patut dipuji. Tadi sore, kita mengenang gempa 21 September yang sangat sulit dilupakan.


“Saat itu, dalam waktu yang lama, kami tak berani pulang ke rumah untuk tidur karena takut ada gempa susulan. Jadi, kami tidur di tepi jalan atau tanah kosong di depan Kuil Dewa Tanah. Setiap hari kami melihat di jalan ada setumpuk peti mati. Pemandangan itu membuat saya trauma. Sekarang, jika dipikirkan kembali rasanya masih sangat menyakitkan. Namun, saya sangat bersyukur berkat bantuan insan Tzu Chi, para korban bencana bisa mendapatkan banyak bantuan dan anak-anak yang lahir setelah gempa bisa mendapatkan pendidikan yang baik. Ini adalah SD Yan-Ping setelah rekonstruksi. Setelah rekonstruksi, sekolah ini sangat kukuh dan tahan gempa. Saya sangat berterima kasih atas bantuan insan Tzu Chi. Sebenarnya, orang-orang yang pernah mendapat bantuan pasti akan selalu berterima kasih di dalam hati,” kata seorang warga.

“Saya dan adik saya adalah Tzu Ching dan kami tinggal di Taipei. Jadi, di hari Gedung Dongxing runtuh, saya, ayah, dan ibu saya tiba di lokasi sekitar pukul 5 atau 6 pagi. Saya baru tahu bahwa dalam waktu 15 menit setelah Gedung Dongxing runtuh, para paman dan bibi dari daerah Songshan sudah tiba di lokasi. Mereka saling bekerja sama untuk membuat suasana di sana lebih baik. Pemandangan itu membuat saya sangat tergugah. Baik yang mendapat beasiswa, membantu merakit rumah rakitan, maupun yang tidak sempat bergabung untuk membantu merakit rumah rakitan, kami sebagai Tzu Ching ingin memberi tahu Master bahwa tindakan yang dilakukan para bibi dan paman saat itu telah membuat kami terinspirasi,” ujar Lin Yi-jia, Kepala Departemen Pelayanan Sosial RS Tzu Chi Taichung.

“Saya ingat saat itu Master memberi tahu kami, "Saya berharap kalian bisa membantu saya merangkul dengan erat mereka yang kehilangan orang yang mereka cintai agar mereka bisa menangis dan melepaskan kesedihan mereka serta memberi tahu mereka agar tidak perlu takut karena perjalanan mereka masih sangat panjang,” tambahnya.


Saya juga mendengar di antara Bodhisatwa kita, saat masih kecil juga ada yang pernah  mengalami gempa berkekuatan besar. Mereka tumbuh besar dalam keluarga yang memiliki cinta kasih. Di antara mereka, tadi kita mendengar 2 orang Bodhisatwa berbagi pengalaman. Anak-anak saya telah kembali. Mereka berjalan di jalan Tzu Chi dengan satu hati dan tekad. Ini sangatlah berharga.

Pagi itu, pascagempa, saya menerima telepon dari relawan di Taichung. Dia berkata pada saya, "Master, apakah bisa meminta tolong RS di Hualien untuk membantu kami membeli kantong jenazah?" Pada siang harinya, dia menelepon lagi dan berkata, "Master, apakah bisa mengirim 2 unit peti kemas berpendingin ke sini?" Kemudian, relawan kita, Li Zong-ji, yang merupakan pengusaha perkapalan dari Keelung mengirim peti kemas berpendingin ke daerah bencana pada sore harinya. Setelah itu, saya mendengar bahwa setelah dimasukkan ke dalam kantong jenazah, jenazah-jenazah itu diangkut ke dalam peti kemas dan ditumpuk.

Selain itu, berselang sekitar satu jam, anggota Tzu Cheng harus masuk ke dalam untuk membalik jenazah. Jika dipikir-pikir, saat itu insan Tzu Chi sungguh sangat berani. Melihat kondisi di Taichung saat itu, saya merasakan duka mendalam yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Saya berada di Taichung selama sebulan lebih. Insan Tzu Chi dari seluruh Taiwan juga turut mendedikasikan diri di sana.


Pascagempa 21 September 1999, saya mengimbau insan Tzu Chi di seluruh dunia untuk memberikan bantuan. Pascagempa 21 September 1999, selain menyalurkan bantuan dan terjun langsung ke daerah bencana seperti yang kita semua ingat, insan Tzu Chi juga melakukan pendampingan selama hampir tiga tahun.

Saya juga ingat bahwa proyek rekonstruksi sangatlah besar dan memerlukan waktu yang panjang. Kekuatan yang terhimpun saat itu membuat saya tidak bertanya berapa biaya yang harus dikeluarkan atau memilih-milih  mana yang harus kita bantu. Yang penting lakukan saja. Beruntung, ada insan Tzu Chi dari belasan wilayah dan negara yang menghimpun tetes-tetes sumbangsih.

Jika mengingat kembali kondisi pasacagempa 21 September, saya sungguh sedih. Kondisi saat itu sungguh parah. Kesedihan saya sangat sulit dideskripsikan. Pagi itu, saat akan berangkat, saya sudah tak bisa berkata-kata. Karena itu, saya berkata bahwa kesedihan saya sangat sulit dideskripsikan.

Melihat kondisi itu, hati saya sangat sedih. Perasaan seperti itu jarang saya rasakan. Pascagempa 21 September 1999,kita membangun kembali 50 sekolah di Nantou dan Taichung. Bodhisatwa Tzu Cheng selalu mendedikasikan diri di lokasi proyek dan mengawasi proses pembangunan sehingga setiap sekolah bisa kembali berdiri dengan kukuh.

“Tahun depan merupakan peringatan 20 tahun gempa bumi 21 September. Sesungguhnya, orang-orang sudah melupakan gempa bumi 21 September. Di dalam sejarah Tzu Chi, itu merupakan halaman yang amat penting. Saya melihat bagaimana para relawan Tzu Chi bersumbangsih, melihat bagaimana orang-orang yang terkena bencana bangkit kembali, dan melihat bagaimana media massa memberi pengakuan kepada Tzu Chi. Saya sungguh bangga menjadi insan Tzu Chi  dan sangat tersentuh,” kata Chien Sou-Hsin, Kepala RS Tzu Chi Taichung.

Jika diingat kembali, kini sudah 19 tahun berlalu sejak gempa 21 September terjadi.

“Tahun depan sudah genap 20 tahun. Apa yang harus kita lakukan Apa yang harus kita lakukan di tahun depan? Selain mengunjungi korban bencana saat itu agar mereka mengenang kembali peristiwa saat itu dan memiliki harapan pada masa depan, kita juga harus mengumpulkan para relawan Tzu Chi untuk saling memberi perhatian antarsaudara se-Dharma. Lalu, kita bersama-sama mengenang kembali peristiwa saat itu. Yang paling penting adalah kita harus terjun ke komunitas untuk menginspirasi lebih banyak orang.

Kita juga harus bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang pernah kita bantu dan para relawan Tzu Chi di komunitas, kita berharap RS Tzu Chi Taichung dapat menjangkau semua daerah yang terkena dampak bencana agar semua orang memahami kerja keras para relawan Tzu Chi dan beban besar  yang ditanggung Master saat itu.

Yang harus kita lakukan sekarang adalah membangkitkan lebih banyak cinta kasih. Ketika terjadi gempa saat itu, meski melayani di RS Tzu Chi Hualien, saya sendiri juga berkesempatan untuk datang membantu dan sangat tersentuh karena dalam seumur hidup ini saya telah menyaksikan kebijaksanaan, kemurahan hati, dan keberanian dari insan Tzu Chi,” tambah Chien Sou-Hsin, Kepala RS Tzu Chi Taichung

Perjalanan dalam kehidupan berliku-liku

Mengobati penyakit untuk meringankan penderitaan pasien

Mengenang kembali gempa bumi 21 September 1999

Bergotong royong dengan tekad yang teguh untuk memulihkan kondisi

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 11 Juli 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie

Ditayangkan tanggal 13 Juli 2018
Bila kita selalu berbaik hati, maka setiap hari adalah hari yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -