Ceramah Master Cheng Yen: Menenangkan Tubuh dan Batin di Jalan Bodhisatwa


“Dalam bencana di Guangfu kali ini, selama libur Hari Guru, ada lebih dari 211 guru, murid, dan orang tua dari Sekolah Menengah Tzu Chi Terafiliasi Universitas Tzu Chi ikut terjun dalam aksi pembersihan. Bagi sebagian siswa kami, ini adalah pengalaman pertama mereka memegang sekop dan menggali lumpur. Mereka seharusnya belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Hal yang benar-benar menyentuh ialah semua siswa bekerja dengan penuh semangat,”
kata Liao Yi-zhen, Kepala Sekolah Menengah Tzu Chi Terafiliasi Universitas Tzu Chi.

“Kami terus terperosok ke dalam lumpur. Tanahnya sangat keras sehingga kaki kami sering kali tidak bisa terangkat. Ada beberapa teman yang sampai terjebak di dalam lumpur dan tidak bisa keluar sehingga kami harus terus membantu mereka dengan sekop,” kata Zhang Jia-zhen, Siswi Sekolah Menengah Tzu Chi Terafiliasi Universitas Tzu Chi.

“Saat menyekop, rasanya lumpur itu sangat berat. Namun, saya berpikir bahwa beban yang dipikul warga Guangfu pasti jauh lebih berat. Jadi, kami datang ke sini untuk membantu mereka,” kata Wu Guan-lin, Siswa Sekolah Menengah Tzu Chi Terafiliasi Universitas Tzu Chi.

“Anak-anak benar-benar berkata dengan sangat baik. Kalau hanya melihat dari berita atau membaca di koran, mungkin kita tidak akan bisa benar-benar merasakan apa yang mereka alami. Mereka berkata bahwa sekop itu berat dan lumpurnya pun sangat berat, tetapi beban warga Guangfu jauh lebih berat,” kata Liao Yi-zhen, Kepala Sekolah Menengah Tzu Chi Terafiliasi Universitas Tzu Chi.

“Meski tubuh mereka lelah, tetapi dengan hati yang tulus, mereka tidak merasa lelah. Inilah yang diajarkan oleh Master bahwa untuk belajar mencapai kesadaran, kita harus bertindak secara nyata di Jalan Bodhisatwa. Kami sangat berterima kasih karena anak-anak memiliki kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan ini,” pungkas kata Liao Yi-zhen.


Saya berterima kasih kepada badan misi pendidikan Tzu Chi. Saya selalu menganggap pendidikan sebagai proyek harapan. Hendaknya kita terus-menerus berupaya mencurahkan perhatian dan keterampilan untuk pendidikan. Keterampilan batin terletak pada kesungguhan hati para guru dalam membina dan menanamkan nilai-nilai. Saya selalu merasa bersyukur setiap kali melihat kualitas hidup dan perilaku anak-anak didik kita. Kapan pun saya berkunjung, saya selalu melihat mereka tertib dan penuh sopan santun.

Pendidikan sejatinya berisi tentang tata krama dan etika. Kita harus mendidik anak-anak agar berilmu dan beretika. Hal yang paling penting ialah kesopanan dan prinsip kebenaran. Ketika melihat mereka memiliki sopan santun, hati saya menjadi sangat tenang. Inilah proyek harapan. Kalian semua menggenggam waktu untuk melayani dengan sungguh-sungguh sehingga Empat Misi Tzu Chi dapat berjalan beriringan. Saya juga sangat berterima kasih karena semuanya bekerja dengan satu hati.

Misi budaya humanis dan misi pendidikan sering kali berjalan beriringan, begitu pula dengan misi pendidikan dan misi amal yang tidak pernah terpisahkan. Lihatlah, dalam bencana di Guangfu kali ini, begitu banyak orang datang ke Hualien. Lewat hal ini, kita bisa menyaksikan kebaikan yang begitu kuat di seluruh Taiwan. Taiwan sungguh penuh dengan niat baik dan kualitas moral yang luhur.

Lihatlah, orang-orang dari berbagai daerah yang mungkin bukan insan Tzu Chi pun ikut tergerak. Ini semua karena selama puluhan tahun, Tzu Chi telah membawa pengaruh baik di masyarakat. Banyak yang terinspirasi dan mengakui semangat Tzu Chi yang cepat tanggap untuk mencurahkan perhatian. Orang-orang yang tidak memiliki hubungan apa pun dengan para korban pun datang dengan tertib.


Lihatlah, setiap stasiun di berbagai daerah penuh dengan orang yang hendak naik kereta menuju lokasi bencana. Mereka semua tampak tenang dengan membawa sapu dan sekop di tangan. Walau berpakaian rapi, mereka tidak ragu memegang sekop dan berangkat ke Hualien untuk membersihkan lingkungan di Guangfu. Tiada harta yang lebih berharga di Taiwan daripada kebajikan dan cinta kasih. Kita bisa melihat bagaimana warga Taiwan begitu kompak dan harmonis. Melihat keharmonisan ini sungguh membuat saya sangat tersentuh.

Tentu saja, di antara semua yang hadir di sini, yakni para staf empat badan misi Tzu Chi, banyak yang sudah ikut terjun untuk mengangkat lumpur, menggali tanah, dan menggunakan sekop bundar. Sebagian besar sudah merasakan sendiri bagaimana tanah di Hualien begitu lengket. Banyak yang mengatakan, "Tanah di Hualien sangat lengket." Itu bukan sekadar kiasan. Kali ini, saya benar-benar melihatnya.

Ketika sekop menyentuh tanah dan diangkat, lumpur itu menempel kuat bagaikan maltosa. Tanah berlumpur itu begitu berat hingga membuat kaki sulit diangkat kembali. Meski semua merasa sangat lelah, hati mereka justru merasa tenang dan damai. Rasa lelah hanya di tubuh, tetapi hati terasa mantap karena tahu bahwa diri ini telah berbuat sesuatu serta telah menapakkan kaki dan menyumbangkan tenaga di tanah itu.

Meski tiba-tiba kedatangan begitu banyak orang asing yang masuk ke rumah warga tanpa saling mengenal, melihat para relawan membantu membersihkan dapur, kamar mandi, hingga kamar tidur, para warga merasa tenang dan tidak takut. Meski tidak saling mengenal, mereka melihat bagaimana relawan memindahkan lemari dan membantu mengangkat barang-barang. Pada saat seperti inilah, terlihat kebajikan dan cinta kasih warga Taiwan. Ini sangatlah bernilai.

Berkat bantuan itu, para korban bencana pun dapat lebih cepat keluar dari penderitaan mereka. Rumah-rumah yang tadinya sulit dibersihkan, berkat adanya jalinan jodoh, berhasil dibersihkan hingga tampak rapi. Mereka melihat begitu banyak orang baik di Taiwan. Bukankah ini wujud nyata dari para Bodhisatwa yang memiliki cinta kasih berkesadaran?


Belakangan ini, saya sering memberi tahu semuanya bahwa Taiwan tidak memiliki harta yang lebih berharga selain kasih sayang dan cinta kasih. Kasih sayang adalah cinta kasih berkesadaran yang disebut juga sebagai kasih sayang Bodhisatwa. Cinta kasih itu luas tanpa membedakan Anda dan saya.

Setiap kali tiba saatnya untuk membantu, para relawan akan membantu para korban dengan tulus dan menghibur mereka. Meski sebelumnya tidak memiliki hubungan apa pun, saat bencana datang dan hati para korban diliputi kesedihan, kecemasan, serta keputusasaan, relawan Tzu Chi selalu hadir mendekat untuk merangkul dan menghibur mereka.

Ada yang bersandar di bahu relawan sambil menangis untuk meluapkan segala ketakutan dan trauma yang selama ini terpendam. Dalam bencana kali ini, insan Tzu Chi benar-benar menunjukkan kekuatan Tzu Chi Taiwan, yaitu kekuatan cinta kasih yang begitu hangat. Saya sangat berterima kasih. Singkat kata, saya berterima kasih kepada semuanya.

Kepada para Bodhisatwa dari berbagai badan misi, setelah kembali ke tempat kerja masing-masing, sampaikan rasa terima kasih saya kepada semua yang telah turun tangan untuk membantu. Kepada para pimpinan, wakilkan saya untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada semuanya. Rasa terima kasih ini tidak habis untuk diungkapkan. Dengan ketulusan yang mendalam, saya berterima kasih dan mendoakan semuanya.

Menggarap misi pendidikan dan membangun harapan
Memancarkan budaya humanis dengan berilmu dan beretika
Menjadikan cinta kasih sebagai harta dengan menghimpun kebajikan dan keharmonisan
Menenangkan tubuh dan batin di Jalan Bodhisatwa

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 05 Oktober 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 07 Oktober 2025
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -