Ceramah Master Cheng Yen: Meneruskan Estafet Cinta Kasih dengan Penuh Ketulusan

Kehidupan manusia tidak kekal dan bumi pun rentan. Kemarin merupakan hari peringatan satu tahun berlalunya gempa bumi di Nepal yang merupakan tanah kelahiran Buddha. Besarnya kekuatan gempa bumi sungguh membuat orang merasa takut melihatnya. Meski sudah berlalu satu tahun, tetapi masih banyak puing-puing bangunan yang bisa kita lihat di sana. Pembangunan kembali di sana sangatlah sulit. Banyak orang yang masih hidup di tenda dan merasa tidak berdaya.

Entah kapan mereka bisa membangun kembali rumah mereka. Harapan mereka tidaklah banyak, hanya membangun kembali rumah mereka. Namun, kapan mereka bisa mewujudkan harapan ini? Tidak tahu. Tentu, kita membutuhkan orang-orang di seluruh dunia untuk bersumbangsih dengan cinta kasih agar kondisi tanah kelahiran Buddha dapat pulih seperti sediakala dan warga setempat dapat menjalani hidup seperti semula. Dengan sedikit cinta kasih dari setiap orang, kita bisa membantu negara kecil ini agar pulih seperti sediakala. 

Kita juga bisa melihat Jepang. Pascagempa, dibutuhkan uluran tangan orang-orang yang penuh cinta kasih. Kita juga melihat bahwa insan Tzu Chi sudah berada di lokasi gempa selama beberapa hari. Relawan kita melihat ada banyak orang yang tidak berani pulang ke rumah atau rumah mereka sudah tidak aman. Sebelumnya, ada sebuah badan amal yang menyediakan makanan hangat dan pemerintah yang menyediakan nasi kepal untuk menjaga kelangsungan hidup para korban. Namun, penyediaan makanan hangat oleh badan amal itu akan segera berakhir.

Hari itu, saat tiba di sana dan mendengar hal ini, insan Tzu Chi pun mengemban tanggung jawab untuk terus menyediakan makanan. Seorang profesor dari universitas setempat yang bekerja sama dengan Universitas Tzu Chi datang menemui insan Tzu Chi dan menyatakan bahwa mereka bersedia membantu. Dalam penyaluran bantuan Tzu Chi bagi korban gempa kali ini, mereka ingin turut berpartisipasi. Banyak mahasiswi yang datang membantu. Seperti yang diungkapkan seorang mahasiswi Jepang, Mei Sakata. “Saya belum pernah menjadi relawan di lokasi bencana. Melihat relawan dari Taiwan datang untuk menyalurkan bantuan bencana, saya pun terinspirasi untuk bersumbangsih. Kita harus selalu bersumbangsih dengan kekuatan cinta kasih seperti ini,” ungkapnya. Jepang merupakan negara yang damai. Meski termasuk negara yang makmur, tetapi saat dilanda bencana, tetap dibutuhkan adanya orang yang dapat segera memberi perhatian dan bersumbangsih untuk menenangkan hati korban bencana. 

Namun, masih ada banyak orang yang hidup di tengah penderitaan yang tak berujung dan tidak tahu kapan baru bisa terbebas dari penderitaan. Contohnya di perbatasan Yunani, ada lebih dari 10 ribu pengungsi yang telah tinggal di tenda selama berbulan-bulan. Di sana, mereka bertahan hidup dengan mengandalkan barang bantuan yang dibagikan. Akan tetapi, mereka yang hidup di tenda sungguh sangat menderita kala angin dan hujan menerpa. Mereka mengatakan bahwa orang dewasa saja sulit bertahan di lingkungan seperti itu, apalagi anak-anak. Ini semua merupakan penderitaan hidup. Ada pula penderitaan akibat penyakit.

Lihatlah Relawan Bi-hui di Taichung. Penyakit selalu mengikutinya dan anggota keluarganya. Beruntung, ada sekelompok saudara se-Dharma yang mengasihi dan mendampinginya. Meski menderita penyakit langka, dia sangat tegar dan selalu tersenyum. Dia sungguh membuat orang merasa kagum. Kita juga bisa melihat relawan lain di Taichung, yakni Chen Zhan Li-ju yang merupakan anggota komite. Dia menderita penyakit Parkinson sejak tahun 1996. Namun, dia sangat tegar dan menggenggam waktu dengan baik. Dia dapat menerima penyakitnya dengan hati yang damai dan menganggapnya sebagai teman baik. Di dalam otaknya, ditanamkan sebuah cip. Adakalanya, saat kondisinya tidak stabil sehingga tubuhnya miring ke satu sisi dan terus gemetar, dia segera menggunakan sebuah alat untuk menstabilkan kondisinya. 

Dia tidak menyia-nyiakan waktu. Untuk menghirup keharuman Dharma di pagi hari, dia membuka pintu posko daur ulang dan menyalakan komputer setiap hari. Dia memanfaatkan tubuhnya dengan baik. Dia berkata, “Jika bukan sekarang, lalu kapan lagi?” Jika hanya tinggal di rumah, dia juga akan menderita karena penyakitnya. Dengan cara inilah dia menjalani fisioterapi. Tubuhnya masih berfungsi dengan sangat baik. Selain itu, meski hanya lulusan SD, dia bisa menyalakan komputer. Bagaimana cara dia mempelajari alfabet Inggris? Dia berkata bahwa dia mempelajarinya dari alfabet Inggris yang terdapat di plat nomor kendaraan. Menantu laki-lakinya juga mengajarinya cara menggunakan komputer, menyalakan komputer, dan lain-lain.

Dia bahkan bisa mengetik. Adakalanya, dia mengetik hingga tubuhnya miring ke satu sisi. Karena itu, dia harus memperbaiki posisi duduk agar dapat kembali duduk tegak. Lihatlah, dia bisa mengatasi penderitaan akibat penyakit dengan tegar. Selama beberapa hari ini, saya terus mendengar tentang insan Tzu Chi dari seluruh Taiwan yang kembali ke Griya Jing Si. Setiap orang mengikuti ritual Namaskara dengan khidmat. Semoga kekhidmatan ini bukan hanya sesaat, tetapi dapat dipertahankan setiap hari. 

Contohnya relawan ini yang tidak bisa bergerak dengan leluasa, tetapi tetap bersiteguh untuk mengikuti ritual namaskara dengan khidmat. Saya sungguh sangat bersyukur kepada staf medis kita yang mendampinginya setiap hari. Kekuatan cinta kasih sungguh penuh kehangatan. Tzu Chi telah berdiri selama 50 tahun. Dengan tulus, setiap orang memperingati ultah Tzu Chi yang ke-50 dan berdoa semoga Tzu Chi memiliki 50 tahun yang tak terhingga untuk mengembangkan kekuatan cinta kasih di dunia, menyebarkan ajaran Buddha ke seluruh dunia, dan meneruskan estafet cinta kasih. Setiap hari, kita bisa mendengar dan melihat kekuatan cinta kasih. Kita harus membentangkan setiap inci jalan dengan cinta kasih setiap hari.

Turut bersumbangsih untuk menolong korban bencana 

Para pengungsi hidup dalam kesulitan dan penderitaan yang tak berujung

Mengatasi penderitaan akibat penyakit dengan lebih tekun dan bersemangat 

Mengikuti ritual namaskara dengan khidmat

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 26 April 2016 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal  28 April 2016

Sikap jujur dan berterus terang tidak bisa dijadikan alasan untuk dapat berbicara dan berperilaku seenaknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -