Ceramah Master Cheng Yen: Meneruskan Jiwa Kebijaksanaan dan Pelita Hati hingga Selamanya


“Saya adalah relawan muda Tzu Chi dari Pingtung. Di sekolah dan tempat kerja, kakak-kakak relawan sering menjaga dan memperhatikan saya. Ini sungguh menghangatkan hati saya. Pandangan mata dan senyuman mereka merupakan dukungan dan dorongan terbesar bagi saya. Kakak-kakak relawan yang hadir di sini bagaikan manusia super yang mengemban dan mewariskan misi dengan sukarela. Saya tidak bisa ikut serta dalam misi Tzu Chi di masa lalu, tetapi saya tidak akan pernah absen menjalankan misi di masa depan,”
kata Hu Qin-ling Generasi ketiga keluarga Tzu Chi.

“Murid-murid senantiasa berada di sisi Master. Harap Master jangan khawatir. Master mengatakan bahwa orang tua adalah teladan bagi anak-anak. Sekarang, saya juga akan mengajak anak-anak saya untuk bersama-sama bergabung di Tzu Chi. Tidak hanya mengenalkan Tzu Chi kepada mereka, saya juga akan mengajak mereka berpartisipasi dalam kegiatan,” pungkas Hu Qin-ling.

Tzu Chi mulai berkembang di Pingtung setelah Topan Thelma menerjang wilayah tersebut. Saya masih ingat ketika Topan Thelma menerjang wilayah Kaohsiung dan Pingtung di Taiwan Selatan, kekuatan topan yang sangat dahsyat telah merobohkan tiang-tiang listrik yang awalnya masih tersusun dengan rapi, padahal tiang-tiang listrik ini telah dilapisi semen. Itu masih membekas dalam ingatan saya.

Pada saat itu, insan Tzu Chi masih sedikit dan baru ada beberapa orang. Mereka pergi ke sana untuk menyurvei kondisi bencana. Saya masih ingat bahwa sekelompok Bodhisatwa ini berangkat pagi-pagi bersama saya dan kembali setelah matahari terbenam. Itu terjadi 46 tahun yang lalu. Sejak saat itu, tim relawan kita makin bertambah besar.


Hendaklah kita mendengarkan dan menyelami ajaran Buddha setiap hari. Teknologi zaman sekarang sangat maju. Saya memberikan ceramah setiap hari. Kalian hanya perlu menyentuh layar telepon seluler untuk mendengarkan ceramah saya. Dengan kemajuan teknologi zaman sekarang, kalian dapat mendengarkan ceramah saya kapan saja.

Sebelum saya pergi ke Pingtung, ada yang mengatakan, "Master, mereka akan datang ke Kaohsiung." Namun, saya merasa tidak enak hati jika tidak pergi ke Pingtung secara langsung. Meski saya tahu mereka akan tiba sore ini, tetapi saya tetap pergi ke Pingtung. Ketika tiba di sana, saya melihat banyak orang, seperti Tzu Cheng, anggota komite, dan para komisaris kehormatan, yang berbaris dengan sangat rapi. Ketika mendengarkan cerita yang mereka bagikan, hati saya menjadi lebih mantap. Saya merasa mereka tidak menyia-nyiakan waktu dan menggenggam jalinan jodoh dengan baik. Intinya, saya merasa tenang.

Sekarang, relawan muda sudah banyak di sana, terutama relawan laki-laki. Pada saat itu, mayoritas relawan adalah perempuan, tetapi sekarang kita memiliki relawan laki-laki yang tangguh, berani, rendah hati, dan bersedia bersumbangsih di tengah masyarakat. Inilah harapan dan pewarisan.

Beberapa tahun belakangan ini, saya selalu mengingatkan semua orang untuk mewariskan jiwa kebijaksanaan. Benda-benda berwujud di dunia ini, seperti harta kekayaan, semuanya tidaklah kekal. Karena itu, kita hendaknya membangkitkan semangat dan tekad di dalam hati kita. Intinya, selama kita memegang teguh tekad dengan semangat yang tidak menyimpang, harapan akan selalu ada. Kita seharusnya membawa harapan bagi keluarga, komunitas, dan juga masyarakat.


Meski saya sering memuji dan bersukacita atas apa yang telah dilakukan para relawan di Pingtung, sekali lagi ingin saya tekankan bahwa saya benar-benar bersukacita dan berterima kasih. Namun, saya merasa penggalangan relawan kita masih agak lemah dan harus diperkuat karena kalian telah hidup di sana dari generasi ke generasi dan telah berakar. Terlebih lagi, sebagai insan Tzu Chi, kita harus berjuang demi ajaran Buddha dan semua makhluk.

Leluhur kalian tinggal di Pingtung sehingga anak cucu kalian menganggap Pingtung sebagai rumah mereka. Tidak peduli apakah mereka mengenyam pendidikan atau membuka usaha di luar negeri, orang tua, kakek, dan nenek mereka masih berada di sana. Jadi, kita harus mewariskan semangat Tzu Chi kepada anak-anak kita agar jalinan jodoh Bodhisatwa ini tidak terputus.

Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, Buddha menyadari ketidakkekalan dalam kehidupan dan menganalisis bahwa orang-orang terlahir di dunia karena Dua Belas Sebab Musabab yang Bergantungan. Bermula dari sebersit kegelapan batin, terbentuklah 12 mata rantai penyebab kelahiran kembali. Kesadaran kitalah yang akan menghubungkan kehidupan lampau dengan kehidupan berikutnya.

Siklus sebab musabab yang saling bergantungan hanya ada dalam ajaran Buddha. Pada masa kini, orang-orang membahas tentang gen. Setiap kali saya melihat ada keluarga yang menderita kelainan genetik, saya langsung teringat pada ajaran Buddha dan merasa bahwa hal ini telah membuktikan ajaran Buddha. Gen adalah penyebab dari beberapa penyakit. Jadi, hukum sebab akibat adalah prinsip kebenaran yang pasti.

Bagi para relawan senior yang selalu mendengarkan ceramah saya tentang masa lalu dan Dharma, kalian harus membagikannya kepada semua orang. Beberapa tahun belakangan ini, banyak permasalahan telah terjadi di masyarakat dan banyak negara juga dilanda bencana.


“Saya mewakili Master Cheng Yen di Taiwan untuk mengantarkan doa kepada kalian,”
kata salah seorang relawan Tzu Chi.

“Terima kasih atas kepedulian kalian kepada kami. Kebakaran hutan ini benar-benar sebuah bencana besar. Saya mewakili keluarga saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kalian,” kata penerima batuan.

“Terima kasih atas bantuan kalian. Saya juga mendonasikan cinta kasih yang saya miliki,” penerima batuan lainnya.

Ketidakkekalan dapat terjadi sewaktu-waktu. Karena itu, yang dibutuhkan ialah Bodhisatwa yang memberikan pertolongan tepat waktu. Bukankah kalian adalah Bodhisatwa yang tepat waktu? Di mana pun suara penderitaan terdengar, saya percaya kalian semua memiliki pikiran yang sama untuk segera bergerak memberikan pertolongan. Saya yakin setelah mendengar suara penderitaan, kalian akan bersiap untuk berangkat ke lokasi bencana guna memberikan pertolongan darurat dan mencurahkan perhatian kepada korban bencana.

“Saya sangat gembira karena Tzu Chi telah berinisiatif untuk mengevaluasi kondisi para warga setempat, mendata keluarga yang terkena dampak, dan memberikan bantuan darurat yang kami butuhkan,” kata Lito Linis Lurah.

Jadi, relawan Tzu Chi adalah Bodhisatwa dunia. Di mana pun bantuan dibutuhkan, Tzu Chi pasti akan muncul di sana. Terima kasih.

Relawan Tzu Chi akan muncul di mana pun dibutuhkan. Saya berharap kita semua dapat menjadi Bodhisatwa dunia yang menciptakan berkah dan mengembangkan kebijaksanaan secara bersamaan. Terima kasih, Bodhisatwa sekalian.   

Peninjauan kondisi bencana di masa-masa awal penuh kesulitan
Terjun ke tengah masyarakat untuk menjaga kampung halaman
Menyadari ketidakkekalan dan memahami hukum sebab akibat
Meneruskan jiwa kebijaksanaan dan pelita hati hingga selamanya

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 21 Maret 2024
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet
Ditayangkan Tanggal 23 Maret 2024
Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -