Ceramah Master Cheng Yen: Menggarap Ladang Batin Sendiri dan Giat Menciptakan Berkah
“Sebulan yang lalu, kami menerima celengan beras dari kalian sehingga dapat mulai menyisihkan beras. Setiap hari, kami menyisihkan segenggam beras ke dalam stoples untuk membantu orang yang mengalami kesulitan hidup,” kata Daw San San Yi, Guru.
“Saya sangat menyukai konsep berdana untuk membantu sesama. Karena itulah, saya menyisihkan beras,” kata Myint Nai, murid.
“Bagaimana cara kamu manyisihkan beras?” tanya relawan Tzu Chi.
“Setiap kali kakak saya hendak memasak, saya menyisihkan segenggam beras ke dalam stoples,” jawab Myint Nai.
Dengan membangkitkan sebersit niat baik dan mencurahkan sedikit cinta kasih, kita dapat menciptakan pahala besar. Saya sering menyebut pahala yang tak terhingga. Untuk menciptakan pahala yang tak terhingga, setiap orang hendaknya membangkitkan tekad.
Butiran beras dapat memenuhi bakul. Sebutir demi sebutir beras dapat membentuk segenggam beras dan segenggam demi segenggam beras dapat membentuk setumpuk beras. Setumpuk beras ini dapat digunakan untuk membantu banyak orang. Kita selalu melakukan amal besar dengan aksi kecil. Saya sangat bersyukur pada kalian. Jika kita dapat melihat dan mendengar orang yang membutuhkan, secara alami cinta kasih kita dapat menjangkau mereka. Terima kasih, Bodhisatwa sekalian.
Tzu Chi berawal dari Hualien dan kini telah tersebar ke seluruh dunia. Saya sering berkata bahwa mencapai kebuddhaan bergantung pada sebersit pikiran. Namun, pikiran kita sebagai makhluk awam masih sangat jauh dari Buddha. Tataran awam sangat jauh dari tataran Buddha. Meski demikian, insan Tzu Chi di seluruh dunia adalah Bodhisatwa. Dengan bekerja sama, kita dapat menapaki jalan ini secara terus-menerus, bahkan dapat menolong orang di tempat yang jauh. Jadi, menjadi Bodhisatwa bergantung pada sebersit pikiran, mencapai pencerahan juga bergantung pada sebersit pikiran.

Dengan melihat penderitaan, kita menyadari bahwa diri sendiri penuh berkah. Dari manakah datangnya berkah ini? Kita yang menciptakannya di kehidupan lampau. Karena itu, kita hendaknya tahu bahwa kini kita harus menciptakan berkah untuk masa mendatang. Jalinan jodoh baik selalu ada. Nasi yang kita makan sekarang berasal dari padi yang ditanam tahun lalu. Jadi, agar kehidupan mendatang kita penuh berkah, hendaklah kita menabur benih berkah di kehidupan sekarang. Keduanya dilandasi oleh prinsip yang sama. Mari kita bersungguh hati merenungkannya.
Pencerahan Buddha dan pencerahan yang ingin kita capai juga sama. Sebelum mencapai pencerahan, Buddha juga melatih diri selama bertahun-tahun. Suatu ketika, Beliau membuka mata dan melihat sebuah bintang di langit. Seketika itu juga, Beliau tercerahkan. Hati dan pikiran-Nya menyatu dengan alam semesta. Inilah yang disebut pencerahan. Ini tidaklah sulit asalkan kita bersungguh hati.
Penderitaan di dunia sangatlah banyak. Selain berusaha mencapai pencerahan, kita juga harus terjun ke tengah masyarakat untuk membimbing orang banyak. Kini, untuk mencapai pencerahan, kita harus belajar menapaki Jalan Bodhisatwa. Dengan demikian, barulah dunia bisa aman dan tenteram dan cuaca bisa bersahabat. Asalkan ada akses jalan yang aman untuk dilalui, kita hendaknya melakukan survei.
“Kami akan melakukan survei dari rumah ke rumah sesuai data penduduk. Baik pembagian dana bantuan darurat dan bingkisan solidaritas maupun upaya pembersihan, setelah melakukan survei bencana hari ini, kami akan segera berdiskusi dan melakukan perencanaan,” kata Cai Yue-gui, relawan Tzu Chi.
Kini, yang terpenting ialah makanan dan barang kebutuhan sehari-hari. Jika pakaian korban bencana basah, kita hendaknya menyiapkan pakaian ganti untuk mereka. Untuk persiapan bahan masakan dan alat makan, kita membagi tugas menjadi empat bagian. Sekolah Menengah Tzu Chi menyediakan truk makanan, Aula Jing Si kita menyiapkan empat ribu set alat makan, dan kantin kita menyiapkan bahan masakan. Di Pabrik Xieli kita, para bhiksuni Griya Jing Si juga menyiapkan nasi dan mi Jing Si serta bumbu-bumbu.

Kami menghimpun semua sumber daya bersama. Kita menciptakan karma kolektif. Ini tidak bisa diwujudkan oleh segelintir orang saja. Dibutuhkan banyak orang yang tahu untuk bertindak secara nyata. Jika kita tahu, tetapi tidak bertindak secara nyata, kita akan terus menjadi makhluk awam dan menderita dari kehidupan ke kehidupan. Jika kita tahu, tetapi tidak bertindak, kita tidak akan tercerahkan. Dengan demikian, kita akan selamanya menderita.
Ada sebidang ladang di sana, tetapi kita enggan menggarapnya sehingga ladang itu penuh dengan rumput. Jika memiliki sebidang ladang yang subur dan bersedia menggarapnya, dengan menabur sebutir benih kacang tanah dan menutupinya dengan tanah, tiga bulan kemudian, kita bisa memanen banyak kacang tanah. Padi pun demikian. Semuanya berawal dari sebutir benih. Pohon besar pun berawal dari sebutir benih hingga bisa menghasilkan benih yang berlimpah setiap tahun. Ini bergantung pada benih kita padat atau tidak dan tekad kita bulat atau tidak.
Kita harus bersungguh hati menggarap ladang batin untuk membawa manfaat bagi diri sendiri. Bawalah manfaat bagi diri sendiri dengan bersungguh-sungguh menggarap ladang batin. Semua hasil kerja keras kita akan menjadi milik kita. Singkat kata, tanpa menabur, kita tidak akan bisa menuai. Dengan bersusah payah untuk bersumbangsih, barulah kita bisa memperoleh kebahagiaan. Karena itulah, saya sering mengingatkan kalian untuk tidak berkata bahwa kita bersusah payah, melainkan berbahagia.
Malai padi yang terkulai berawal dari sebutir benih. Namun, benih itu membutuhkan kerja keras kita selama lebih dari tiga bulan dengan melakukan irigasi, penyiangan, dan sebagainya. Seiring waktu, sebutir benih padi itu bertumbuh menjadi tanaman padi dengan malai yang terkulai. Inilah hasil panen kita. Jadi, kita harus memiliki sebutir benih, yaitu sebersit pikiran baik.
Kita juga harus mempraktikkannya dengan bersumbangsih. Kita bersumbangsih tanpa pamrih. Namun, saat benih itu bertumbuh hingga membuahkan hasil, itu secara alami akan menjadi milik kita. Kita tidak perlu memintanya. Kita cukup bekerja keras saja. Saat tiba waktunya, kita pasti akan menuai hasilnya.


Bodhisatwa sekalian, kita cukup bekerja keras, tekun, bersemangat, dan bersungguh hati. Kita harus menggenggam dan menghimpun jalinan jodoh yang ada. Kalian juga menabur benih dan menggarap ladang batin bagai petani. Sama seperti kalian, saya juga menabur benih dan menggarap ladang batin.
Setiap hari, saya bersyukur kepada diri sendiri yang telah bekerja keras. Saya berikrar untuk menapaki Jalan Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan. Saat melimpahkan jasa, kalian selalu berkata bahwa kalian akan menapaki Jalan Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan. Tentu saja, untuk mengikis karma buruk, kita harus lebih sering bertobat, mawas diri, dan berintrospeksi. Jangan mengucapkan kata-kata yang tidak benar ataupun melakukan hal yang tidak benar.
Kita hendaknya menyebarkan Dharma untuk membawa manfaat bagi semua makhluk dan melakukan hal yang dapat menginspirasi sesama. Jadi, kita harus tekun dan bersemangat. Apakah kalian mengerti? (Mengerti.) Jika mengerti, hendaklah kalian lebih bersungguh hati setiap waktu.
Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit
Mewariskan silsilah Dharma dan menyebarkan cinta kasih
Tersadarkan setelah melihat penderitaan dan membimbing semua makhluk
Menggarap ladang batin sendiri dan giat menciptakan berkah
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 24 September 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 26 September 2025