Ceramah Master Cheng Yen: Menggenggam Waktu untuk Membimbing Diri Sendiri dan Orang Lain

Kemarin, saya melihat sekelompok relawan cilik. Mereka sungguh menggemaskan. Lihatlah, mereka berlatih dengan sabar di halaman. Melihat mereka membentuk barisan dengan tertib dan sabar, saya sangat gembira. Namun, saya juga merasa tidak tega melihat mereka di bawah terik matahari. Saat saya bertanya apakah mereka lelah, mereka menjawab, “Tidak.” Mereka sangat sabar. Usia mereka antara 4 hingga 15 tahun. Ada yang sudah saya kenal sejak mereka lahir.

“Saya ingin menjadi Qingxiushi, dokter, dan pelindung Dharma. Saya ingin melindungi Griya Jing Si dan menjadi dokter untuk menolong sesama,” kata Liu Xi-kuan, relawan cilik.


Mereka bersiteguh untuk menjadi Qingxiushi. Mereka semua adalah calon Qingxiushi. Setiap tahun, saya bertanya pada mereka apakah tekad pelatihan mereka mundur. Namun, mereka tetap bersiteguh. Kemarin, saat saya bertanya di mana para Qingxiushi saya, banyak di antara mereka yang mendatangi saya. Mereka berkata pada saya, “Kakek Guru harus menunggu kami hingga kami berusia 35 tahun.” Bagaimana mungkin saya hidup selama itu? Saya hanya diam dan tidak berkata apa-apa. Intinya, mereka meminta saya untuk menunggu mereka.

Namun, melihat mereka yang sudah duduk di bangku SD dan SMP masih memiliki tekad pelatihan yang teguh, saya merasa penuh harapan. Kita sungguh harus menggenggam waktu untuk membangun tekad dan ikrar. Kelahiran kembali sungguh menakutkan. Saya terus mengimbau orang-orang untuk mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan.  Jika kita tidak membimbing diri sendiri di kehidupan ini, lalu kapan lagi?


Kita harus memanfaatkan tubuh kita untuk membimbing diri sendiri di kehidupan ini. Yang kalian lihat saat ini adalah Mozambik. Pada tanggal 19 Februari tahun ini, di sebuah wilayah perkotaan di Mozambik, terjadi longsor di sebuah TPA. Banyak rumah di sekitar TPA yang tertimbun tanah. Selain itu, juga menelan 17 korban jiwa. Penderitaan mereka sungguh tak terkira. Tzu Chi memiliki sekelompok relawan lokal di sana. Meski hidup kekurangan, mereka memiliki batin yang kaya. Mereka bisa memahami semangat Tzu Chi sehingga cinta kasih mereka terbangkitkan dan terhimpun kekuatan besar.

Mereka segera berkumpul untuk membantu. Berhubung pemerintah memiliki aturan, mereka pun mengikuti aturan yang ada. Mereka memberikan bantuan dengan tertib. Akhirnya, pemerintah setempat mendapati bahwa ada sekelompok relawan yang membantu dengan tertib dan efisien. Mereka sangat tersentuh. Karena itu, mereka mengizinkan kita memperhatikan para korban bencana.


Lahan yang disumbangkan Bapak Chen telah dimanfaatkan relawan kita untuk menanam sayuran. Kali ini, sayuran di sana pun dimanfaatkan. Di sana, relawan kita juga memanfaatkan beras yang biasanya dibagikan secara rutin. Selama dua bulan penuh, kita mencurahkan perhatian setiap hari serta membagikan kelambu, peralatan mandi, dan paket kebutuhan sehari-hari. Dengan cinta kasih yang tulus, kita menyemangati para korban bencana untuk bangkit kembali.

Selama beberapa tahun, relawan kita memperhatikan seorang pemuda yang tubuhnya sangat kaku. Tadinya, dia hanya bisa berbaring. Di bawah curahan perhatian insan Tzu Chi, kini dia bisa berdiri, berbicara, bahkan bisa berjalan. Pemuda ini juga diundang untuk menyemangati para korban bencana.


“Saat Tzu Chi mengetahui kondisi saya, saya sama sekali tidak bisa berdiri atau bangun sendiri. Tzu Chi memberi saya kekuatan cinta kasih sehingga hati saya penuh kekuatan dan sekarang, saya bisa berdiri sendiri. Saya bersyukur kepada insan Tzu Chi yang mengantarkan saya ke rumah sakit. Karena penyakit saya, saya pernah merasa bahwa saya hanya menanti ajal. Setelah melakukan kunjungan kasih bersama insan Tzu Chi, saya melihat bahwa ada orang yang tidak memiliki tangan atau kaki, sedangkan saya masih memilikinya. Cinta kasih adalah obat termanjur. Jika tidak mendapat curahan cinta kasih, saya tidak akan bisa menolong sesama. Kini saya mendapat curahan cinta kasih, juga tahu untuk mengasihi sesama. Meski saya menderita penyakit, tetapi kini, saya tidak takut pada penyakit saya lagi. Setelah saya sembuh, saya akan mencurahkan lebih banyak cinta kasih. Tanpa cinta kasih insan Tzu Chi, saya tidak mungkin berdiri di sini hari ini,” kata Cidalio Magaia, penerima bantuan.

Dia menyemangati para korban bencana dan memberi tahu mereka bahwa dia bisa hidup hingga kini berkat pendampingan dan ketulusan cinta kasih insan Tzu Chi. Dia berharap para korban bencana dapat menerima cinta kasih insan Tzu Chi dan bertekad untuk bangkit kembali. Para korban bencana dapat menyaksikan bagaimana pemuda itu berkontribusi bersama insan Tzu Chi untuk membawa manfaat bagi sesama.


“Sekali lagi, kita berterima kasih atas bantuan Tzu Chi, benar? Ya. Kami sangat bersyukur atas dukungan yang kalian berikan. Kami sangat bersyukur. Kita harus mengingat cinta kasih seperti ini di dalam hati,” tambah Cidalio Magaia, penerima bantuan.

Relawan kita berbagi dengan mereka bahwa berbuat baik bukan hanya hak orang berada. Saat orang kurang mampu melenyapkan penderitaan akibat kekurangan serta noda dan kegelapan batin, mereka juga memiliki kekuatan untuk menolong sesama. Kita mengimbau mereka untuk menyumbangkan koin-koin. Himpunan tetes demi tetes donasi bisa mendatangkan manfaat.

Satu koin mungkin tidak bisa mendatangkan manfaat ataupun digunakan untuk membeli sesuatu. Namun, lain halnya jika dihimpun. Pembagian bantuan Tzu Chi selalu sangat berkualitas. Selama dua bulan ini, relawan kita telah menyediakan lebih dari 9.000 porsi makanan. Relawan kita juga berkomunikasi dengan supermarket setempat tentang kupon belanja untuk korban bencana. Kupon itu hanya bisa digunakan untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari, tetapi mereka bisa memilih sendiri. Kita memberikan kupon dengan nilai tertentu dan mereka memilih barang kebutuhan sendiri. Inilah bantuan yang berkualitas. Tidak ada yang berbuat demikian sebelumnya.

Selama dua bulan penuh, relawan kita memperhatikan dan membina hubungan yang erat dengan mereka. Para korban bencana adalah orang yang kekurangan. Sesungguhnya, relawan yang menolong mereka juga tidak lebih berada dari mereka. Para relawan dapat bersumbangsih karena memiliki kekayaan batin. Kita harus menggenggam waktu dan memanfaatkan kehidupan. Jika kita tidak membimbing diri sendiri di kehidupan ini, lalu kapan lagi? Memanfaatkan tubuh kita untuk bersumbangsih secara nyata, inilah nilai hidup yang sesungguhnya.

Berlatih dengan tekun tanpa takut terik matahari

Membangun ikrar dan menjalankannya dengan teguh

Melakukan pendataan dan pembagian bantuan untuk memberi kedamaian dan kebahagiaan

Mengulurkan tangan untuk membawa manfaat bagi semua makhluk

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 April 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 25  April 2018
Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -