Ceramah Master Cheng Yen: Menghargai Sumber Daya Alam sebagai Wujud Balas Budi

 

Pementasan Sutra Bakti Seorang Anak membuat kita tahu bahwa kita harus senantiasa bersyukur. Namun, rasa syukur yang sesungguhnya harus diwujudkan dengan semangat nyata. Jika kita tidak tekun dan bersemangat, berarti kita telah bersalah pada orang tua kita. Kita harus memanfaatkan tubuh yang diberikan oleh orang tua untuk memberi manfaat bagi semua makhluk.

Kita harus melakukan sesuatu yang bermakna bagi masyarakat. Inilah nilai dari kehidupan. Saat kalian  di Taitung berencana untuk menggelar pementasan Sutra Bakti Seorang Anak, saya sudah mengatakan bahwa itu tidak mudah. Kalian harus sangat giat. Prosesnya sangat sulit. Itu tidak bisa terwujud tanpa usaha keras.

Saya tetap mengatakan bahwa Pementasan Sutra Bakti Seorang Anak tidaklah mudah karena di dalam pementasan adaptasi Sutra itu, yang diperlukan bukan hanya gerak tubuh mengikuti irama musik. Kalian harus mendalami isi Sutra itu dan memahami makna yang dalam dari Sutra Bakti Seorang Anak.

“Bukan dipanggil. Kamu yang harus mengejar. Saat mereka akan masuk, kamu harus mengejar,” ujar Li Qian-yu, Kepala SD Xianglan.

“Begini boleh?” Tanya Chen Yi-jie, Siswa SMP Zhiben.

“Kejar dua langkah saja cukup,” kata Li Qian-yu.

“Boleh, boleh,” kata Chen Yi-jie.

“Begitu bagus. Benar begitu,” jawab Li Qian-yu.

“Saat kita berinteraksi dengan orang tua dalam waktu yang singkat, kita harus sungguh-sungguh menggenggam momen itu. Inilah inspirasi terpenting yang saya rasakan dari Sutra ini. Tidak boleh memarahi orang tua, harus lebih berbakti. Jika tidak, hati orang tua akan sangat sedih.

Setiap penggal dalam Sutra itu membimbing anak untuk memahami budi orang tua dan dapat bersyukur atas budi tersebut. Setelah mementaskan Sutra tersebut, mereka akan mengingat semua itu.

“Setelah mengikuti pementasan ini, meski ini hanya sebuah kegiatan, tetapi saya merasa ini adalah sebuah ajang introspeksi bagi diri sendiri. Kita akan mengingat ibu kita, lalu teringat ibu mertua kita. Lalu, kita sendiri memerankan peran tersebut. Sejujurnya, saya sangat terharu. Saya telah sudah sering mengikuti pementasan. Namun, drama musikal ini berisi budi luhur orang tua yang sangat dalam. Ini pertama kalinya saya berpartisipasi. Gerakan isyarat tangannya sangat lembut dan berirama, sungguh tidak mudah. Ini juga berisi pendidikan dalam hal bakti dan berbuat kebajikan,” kata Yu Huang Su-yi Kepala perawat RS Tzu Chi Guanshan.

Pendidikan seperti ini kini juga tengah kita bentangkan. Saat ini kita membuka jalan untuk masa depan. Saya sering mengatakan bahwa Buddha memberi kita satu arahan. Sebagai Bodhisatwa dunia, yang harus kita lakukan adalah membuka jalan. Kita harus berusaha agar kelak semua orang  dapat menapaki jalan ini. Untuk itu, kita harus meratakan jalan ini.

Karena itu, saya sering berkata bahwa Sutra adalah jalan, dan jalan harus ditapaki. Kita mendalami Sutra lewat pementasan dengan tujuan membuka dan meratakan jalan. Dengan adanya jalan yang rata, kita bisa membuka jalan bagi orang lain. Untuk itu, kita harus berpedoman pada Sutra. Ajaran di dalam Sutra harus kita praktikkan secara nyata. Tanpa praktik nyata dan hanya berbicara saja, kita tak akan dapat membawa pengaruh.

Kehidupan yang diberikan oleh orang tua kita tentu nilainya harus kita kembangkan. Inilah cara membalas budi orang tua. Kita harus lebih tekun dan bersemangat. Kita telah menikmati kehidupan yang baik. Kini kita harus membalas budi. Kita sungguh harus tekun dan bersemangat.

Dharma juga harus kita dengarkan. Dengan mendengar Dharma, kita baru tahu apa yang penting untuk dijalankan. Saya sering berkata kepada kalian bahwa saya selalu sibuk demi berbagai hal di dunia ini. Bayangkan, pada pagi hari, saya bangun sekitar pukul tiga. Saya harus mulai tekun dan bersemangat.

Saya memberi penghormatan pada Buddha, lalu membaca Sutra. Tak lama setelah itu, saya harus berceramah. Pembabaran Sutra Bunga Teratai saat ini sangatlah dalam. Untuk menjelaskan Sutra yang begitu dalam agar dapat dipraktikkan dalam keseharian harus mengeluarkan usaha keras. Namun, saya selalu menganggap ini sebagai berkah. Saya juga selalu bersyukur.

Lihat, sekitar pukul enam lebih, saya harus buru-buru menyantap sarapan pagi. Bagi saya, waktu sangat tidak berperasaan. Sebelum pukul tujuh, saya harus mengejar siaran berita pagi untuk mendengar berita dari seluruh dunia. Saya juga harus mendengarkan berita yang disajikan oleh para Bhiksuni dan Divisi Kerohanian Tzu Chi yang berisi kegiatan relawan Tzu Chi di seluruh dunia.

Jika ada yang penting, saya harus menyampaikannya dalam pertemuan pagi. Waktu yang tersedia kurang dari 30 menit. Jadwal saya sangat padat. Sekitar pukul delapan, setelah pertemuan pagi, banyak orang sudah menunggu untuk bertemu dengan saya guna membicarakan berbagai hal.

Contohnya, saya mendengar laporan tentang bencana Topan Nepartak tahun lalu. Kerusakan yang ditimbulkan begitu besar. Relawan Tzu Chi membantu pembangunan kembali atau perbaikan rumah warga yang rusak. Kali ini, dua buah topan berlalu tanpa menyebabkan bencana. Kita harus sangat bersyukur. Kita sungguh harus berterima kasih atas laporan dari Biro Cuaca. Jadi, Bodhisatwa sekalian, kita harus selalu memiliki rasa syukur dan berusaha membalas budi.

Pada suatu tahun, saya terus menggaungkan gerakan menghormati langit, menyayangi bumi, dan menghimpun berkah. Kalian mungkin masih ingat dan hafal dengan slogan ini. Kita harus kembali pada semangat menghormati langit, menyayangi bumi, dan menghimpun berkah. Apa yang harus kita lakukan. Kini dikatakan bahwa tingkat konsumsi manusia sudah melebihi kemampuan Bumi menghasilkan sumber daya alam.

Kita harus menjalankan pola hidup hemat agar Bumi dapat pulih kembali sehingga kemampuannya untuk menghasilkan SDA kembali seperti semula dan SDA ini dapat dihimpun untuk masa depan. Manusia di Bumi harus sepakat untuk hidup hemat. Kita harus mengurangi pemborosan, bervegetaris, dan tidak mengonsumsi daging karena konsumsi daging memperburuk pencemaran alam. Kita harus mendisiplinkan diri sendiri.

Umat manusia harus mengasihi semua makhluk. Terlebih lagi, umat Buddha mengenal enam alam kelahiran kembali. Mungkin saja orang tua kita di kehidupan lampau kini terlahir di alam binatang. Mungkin saja kita telah memakan dan membunuh mereka. Ini mungkin saja. Akhir kata, kita harus mendisiplinkan diri. Harap semua mawas diri dan berhati tulus.

Budi luhur orang tua sulit dibalas

Menyelami makna Sutra lewat pementasan

Menghormati langit, menyayangi bumi, dan menghimpun berkah

Mengasihi dan melindungi semua makhluk hidup

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 13 Agustus 2017

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 15 Agustus 2017

 

Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -