Ceramah Master Cheng Yen: Menghibur dan Menenangkan Korban Bencana

Akibat temperamen yang buruk, anak dan istri pria berusia 70 tahun ini kemudian meninggalkannya.  Sejak ditinggalkan oleh istri dan anak, dia hidup dalam rumah yang begitu kotor dan berantakan. Selama 10 tahun ini, relawan Tzu Chi selalu mendampingi  dan mengunjunginya.

Pria ini selalu membuang sampah bekas makanan di dalam rumahnya. Kali ini, bahkan masker N95 juga tidak dapat menahan aroma tidak sedap di rumah itu. Rumahnya agak berantakan dan ada genangan air sehingga beraroma tidak sedap. Berhubung ingin ikut serta dalam kegiatan ini, saya harus mengatasi kesulitan sendiri. Saya menempatkan diri pada posisi mereka dalam melakukannya. Ya, kita harus tahan cobaan. Berhubung sudah bersedia datang untuk membantu, kita harus melakukannya sebaik mungkin. Para relawan harus tahan cobaan, dapat mengatasi kesulitan sendiri, dan menempatkan diri pada posisi orang lain.

Ada beberapa relawan kita yang berusia 70 tahun lebih, bahkan 80 tahun lebih. Lihatlah, relawan kita bagai seorang ibu yang sedang berbicara dengan anaknya sendiri. Mereka terus menasihati bapak tua itu untuk pindah ke panti jompo. Dengan begitu, kita bisa merasa lebih tenang karena dia bisa mendapat perawatan yang lebih baik di sana.

doc tzu chi

Lihatlah, relawan Tzu Chi sungguh bagaikan Bodhisatwa dunia. Meski tidak memiliki hubungan keluarga, tetapi selama 10 tahun ini, relawan kita terus mencurahkan perhatian baginya. Melihat begitu banyaknya orang yang berpartisipasi, kita dapat merasakan kehangatan di dunia. Hanya Bodhisatwa dunia yang memiliki kemurahan hati, kebijaksanaan, dan keberanian yang dapat mengemban misi seperti ini.

Mereka adalah Bodhisatwa dunia. Mereka adalah guru yang tak diundang. Bukankah Sutra Makna Tanpa Batas juga mengajarkan ini kepada kita? Saya sering berkata kepada insan Tzu Chi bahwa kita harus menjadi guru yang tak diundang. Kita harus berinisiatif untuk membantu orang lain. Dengan memiliki tekad seperti ini, secara alami kita akan berusaha mengatasi kesulitan.

Meski jalan yang ditempuh sangat sulit dan lingkungan yang dihadapi sangat buruk, kita tetap bersedia. Lihatlah relawan Tzu Chi. Di mana pun bencana terjadi dan ada orang yang menderita, sekelompok Bodhisatwa kita yang penuh cinta kasih berkesadaran ini akan segera saling menghubungi dan saling bekerja sama untuk mengembangkan kekuatan cinta kasih dan mengumpulkan sumber daya masyarakat untuk membantu orang yang membutuhkan.

 

"Saya pikir Tzu Chi akan pergi setelah membantu sedikit upaya pembersihan dan mengambil beberapa foto. Namun, ternyata tidak demikian. Mereka membersihkan tempat saya hingga begitu bersih. Untungnya ada bantuan dari kalian. Jika tidak, mungkin saya harus mengajukan izin kerja selama seminggu dari kantor saya. Terima kasih banyak. Tempatnya menjadi seperti baru," kata Lurah di Neigou.

"Begitu mengetahui ada komunitas yang tergenang banjir, kita akan segera menghubungi lurah setempat. Pada tanggal 3 Juni, kami menghubungi lurah. Lurah berkata kepada kami bahwa beliau sangat berterima kasih dan beliau tidak tahu bahwa kami dapat membantu. Namun, beliau juga tidak tahu berapa banyak rumah di Neigou yang tergenang banjir karena akses jalan tidak bisa dilalui," kata salah seorang relawan, "pada tanggal 4 Juni, kami kembali menghubungi lurah dan mendapati bahwa lurah sudah melakukan pendataan. Berhubung akses jalan sudah dapat dilalui, beliau pun pergi memahami kondisi. Pada keesokan harinya, kami segera bergerak menuju lokasi banjir bersama lurah dan para stafnya. Kami memberi bantuan kepada 17 keluarga, kecuali 1 keluarga yang rumahnya tidak ada orang. Saat tiba di lokasi, ucapan pertama yang dilontarkan warga kepada kami adalah terima kasih karena Tzu Chi adalah rombongan pertama yang tiba di sana untuk memahami kondisi mereka."

Para warga sangat berterima kasih karena Tzu Chi adalah rombongan pertama yang masuk untuk memberi bantuan kepada mereka. Ada beberapa lurah yang berinisiatif memberi tahu kita bahwa mereka juga membutuhkan bantuan. Jadi, baik diminta maupun tidak, relawan Tzu Chi selalu bergerak untuk memberi bantuan.

Lihatlah, pada saat melakukan kunjungan kasih, mereka mengendarai mobil hingga tempat yang tidak bisa dilalui kendaraan, lalu berjalan kaki sambil membawa tas yang berat. Baik usai membagikan bantuan pascabencana maupun usai melakukan upaya pembersihan, relawan kita selalu melakukan kunjungan kasih untuk memahami lebih lanjut bagaimana kehidupan warga pascabencana dan apakah mereka masih membutuhkan bantuan kita.

Saya juga selalu mengingatkan para relawan untuk memprioritaskan  keselamatan masing-masing. Namun, dari laporan mereka, terkadang saya mendengar ada beberapa relawan yang jatuh sakit atau kelelahan. Dari tayangan ini, kita dapat melihat mereka makan di tempat seadanya. Saya sungguh tidak tega melihatnya. Untuk beristirahat sebentar, mereka saling bersandar dengan pakaian yang penuh lumpur.

 

Ada beberapa relawan yang sudah berusia lanjut. Dari lumpur di tubuh mereka, kita dapat mengetahui betapa mereka bekerja keras dan kelelahan. Mereka sungguh kelelahan. Melihat kontribusi mereka, sulit bagi kita untuk tak merasa tersentuh. Sekelompok Bodhisatwa dunia ini selalu terjun ke tengah masyarakat yang menderita dan menempatkan diri pada posisi orang lain.

Orang yang dilanda bencana merasakan penderitaan setiap saat. Kita dapat turut merasakannya. Terlebih lagi, saat membersihkan ruang bawah tanah yang tanpa ventilasi udara dan penerangan, setiap berselang tidak lama, mereka harus naik ke atas untuk mencari udara segar. Tanpa ventilasi, udara di ruang bawah tanah sangat pengap, bagaimana mereka dapat menyelesaikan pekerjaan yang begitu berat itu? Saya sungguh sulit mengungkapkannya dengan kata-kata. Karena itu, mereka sungguh kelelahan.

Kemarin, saya mendengar bahwa saat upaya pembersihan, ada relawan yang tertusuk paku, ada pula yang tertusuk kaca. Meski mereka sudah segera pergi menyuntik vaksin Tetanus, tetapi saya masih merasa tidak tega dan tidak tenang. Meski ada anggota komite dan Tzu Cheng yang berkata bahwa mereka tidak apa-apa, tetapi kita harus senantiasa ingat untuk menjaga keselamatan sendiri.

Dengan menjaga keselamatan sendiri, baru kita memiliki tenaga untuk membantu orang lain. Singkat kata, Bodhisatwa dunia selalu mengesampingkan kepentingan pribadi. Meski sudah menderita penyakit, mereka masih tetap mendedikasikan diri. Meski setiap sekop lumpur sangat berat, tetapi baik relawan wanita maupun laki-laki, semuanya tetap melakukannya. Pantas saja,di hampir setiap foto terlihat tubuh mereka yang penuh lumpur.

Namun, kemarin mereka berbagi kisah dengan sangat tenang dan seperti tidak terjadi apa-apa. Intinya, Bodhisatwa dunia selalu tekun melatih diri dan menjangkau semua makhluk yang menderita. Bencana alam adalah tak terhindarkan. Akan tetapi, manusia memiliki hati yang penuh kehangatan. Menurut saya, ini sangat luar biasa.

"Saya sangat berterima kasih kepada kakak-kakak Tzu Chi atas bantuan kalian. Saya sangat puas. Terima kasih, Master Cheng Yen. Terima kasih, semuanya. Amitabha.  Relawan Tzu Chi sungguh baik. Ini sudah seharusnya kami lakukan. Di saat ada orang yang membutuhkan, sudah seharusnya kita saling membantu," kata Kakek Li.

Menahan cobaan demi menenangkan jiwa dan raga korban bencana
Menjadi guru yang tak diundang dan bersumbangsih dengan tulus
Mengesampingkan kepentingan pribadi demi membantu sesama
Menjangkau semua makhluk yang menderita dengan hati yang tenang dan damai

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 07 Juni 2017

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 9 Juni 2017
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -