Ceramah Master Cheng Yen: Menghimpun dan Mewariskan Kekuatan Kebajikan


Ketidakselarasan unsur air sungguh sangat mengkhawatirkan karena air merupakan sumber kehidupan bagi bumi dan manusia. Untuk menghasilkan tanaman pangan bagi manusia, bumi membutuhkan air. Kini persediaan air di Taiwan menurun dan mulai diberlakukan pembatasan air. Sejak bertahun-tahun lalu, insan Tzu Chi sudah menghemat penggunaan air. Seember air dimanfaatkan berkali-kali. Meski kita terus menggalakkan penghematan air, tetapi bisakah setiap orang menerima konsep yang baik ini?

Bodhisatwa sekalian, akumulasi tindakan kecil setiap orang dapat melukai bumi dan menimbulkan polusi udara. Setiap orang bertanggung jawab untuk mengurangi pencemaran bumi dan udara. Kita juga bisa menciptakan berkah dengan tindakan kecil, seperti mengurangi konsumsi atau mengurangi volume sampah. Hanya sepaham dan sepakat tidaklah cukup. Kini, kita juga harus mengimbau orang-orang untuk melakukan pemilahan agar barang-barang yang rusak bisa didaur ulang menjadi barang yang berguna. Lihatlah kesungguhan hati insan Tzu Chi. Beberapa hari ini, saya terus berkata bahwa saya banyak berutang budi pada insan Tzu Chi.


Tiga hari yang lalu, seorang Bodhisatwa daur ulang di Sanxia ditabrak kendaraan saat turun dari bus dan akan menyeberang jalan. Dia merupakan salah satu murid saya yang sangat berdedikasi meski sudah lanjut usia. Bayangkanlah betapa sedihnya saya. Beberapa waktu sebelum ini, sekitar setengah bulan yang lalu, juga ada seorang anggota Tzu Cheng yang meninggal dunia. Dia juga sepenuh hati melakukan daur ulang. Hari itu, dia pulang dengan mengemudikan truk daur ulang Hari itu, dia mengemudikan truk daur ulang yang penuh dengan barang ke posko daur ulang yang tempatnya disediakan oleh Relawan Wang. Di sana, ada sebuah kolam dengan jembatan hias. Dia pun duduk di sana dan memakan sepiring tomat. Saat dia selesai makan, barang daur ulang di atas truk sudah diturunkan. Dia lalu berdiri untuk kembali bekerja. Namun, begitu berdiri, dia jatuh telentang dan terjatuh ke dalam kolam. Saat itu ada relawan lain yang langsung menariknya, tetapi tidak berhasil. Mereka pun segera menyelamatkannya dan melarikannya ke rumah sakit. Upaya penyelamatan segera dilakukan, tetapi dia tidak terselamatkan.

Bayangkanlah bagaimana perasaan saya selama ini. Saya sungguh sangat sedih. Beruntung, dia menyerap Dharma ke dalam hati, menggenggam waktu, dan memanfaatkan hidupnya untuk bersumbangsih hingga napas terakhir. Dia memahami bahwa empat unsur alam tidak selaras dan hidup manusia tidaklah kekal. Saya berharap jalinan jodoh dapat membawanya kembali dengan tekad pelatihan yang sama. Inilah harapan terbesar saya. Mereka pergi begitu saja, sedangkan saya yang masih hidup tetap merasa sedih hingga kini. Singkat kata, banyak Bodhisatwa yang terus bersumbangsih dengan cinta kasih demi Bumi dan dunia ini.


Kita juga melihat kehangatan upacara pemandian rupang Buddha  di sebuah gereja Katolik di Ekuador. Tahun lalu, upacara pemandian rupang Buddha pertama Tzu Chi di seluruh dunia diadakan di gereja tersebut. Tahun ini, pastor gereja tersebut membantu menyediakan meja dan taplak meja serta menyiapkan lokasi. Tahun lalu, uskup agung tidak sempat menghadiri pemandian rupang Buddha. Tahun ini, beliau secara khusus hadir untuk berpartisipasi. Saya sungguh sangat tersentuh.

“Pada bulan Mei, kita memperingati Hari Waisak dengan bersama-sama mengikuti upacara pemandian rupang Buddha. Ulang tahun Tzu Chi juga jatuh pada bulan Mei. Jadi, bulan Mei adalah bulan yang penting,” ucap Jenyffer Ruiz, Relawan.

“Pascabanjir tahun lalu, kesulitan kami bisa teratasi berkat bantuan Tzu Chi. Hari ini, kami berkumpul dalam rangka satu tahun berlalunya banjir,” ujar Claudio Bermudez, Pastor Gereja Santa Ana.


Kita bisa melihat upacara pemandian rupang Buddha diadakan di tengah gereja. Bukankah ini menunjukkan interaksi yang harmonis dan sikap saling menghormati antarumat beragama?

“Saya sangat menyukai upacara pemandian rupang Buddha. Pada akhir upacara, kami bisa merasakan curahan perhatian dan sumbangsih insan Tzu Chi. Mereka memberikan gantungan kunci sebagai suvenir  dan celengan bambu untuk menyemangati orang-orang berbuat baik. Yang paling menyentuh bagi saya adalah rasa syukur mereka. Kita harus belajar untuk bersyukur dan tidak memiliki pamrih,” kata salah satu Warga Manta.

“Hari ini terjadi banyak hal yang luar biasa. Berkat ajaran Master, kami merasakan banyak kekuatan di sini yang mengajari kami makna menjadi relawan,” ucap Pemimpin daerah Santa Ana.

“Gempa bumi yang kami alami memberi kami kesempatan untuk menghilangkan sekat antaragama dan semakin bersatu. Yang terpenting, hubungan antarmanusia semakin baik. Pascabencana, semua orang semakin bersatu dan seperti satu keluarga,” tutur Claudio Bermudez, Pastor Gereja Santa Ana.

Inilah kedamaian dan keharmonisan. Kita bisa melihat kebahagiaan di sana. Hendaknya demikianlah dunia ini. Akan tetapi, bencana alam kerap terjadi. Bodhisatwa sekalian, kapan dunia akan aman dan tenteram? Untuk itu, setiap orang harus waspada dan menghimpun kekuatan kebajikan. Kita harus bersumbangsih dalam keseharian dengan kesungguhan hati dan cinta kasih. Jangan putus asa. Kita harus menginspirasi lebih banyak orang untuk berbuat baik. Jika kita tidak bersumbangsih, maka semuanya akan terlambat dan manusia akan semakin menderita. Jadi, kita harus bersungguh-sungguh menggenggam waktu.

Menghemat penggunaan air karena persediaan air terbatas

Tekun dan bersemangat melatih diri karena hidup manusia tidak kekal

Antarumat beragama berinteraksi dengan harmonis dan saling menghormati

Menghimpun dan mewariskan kekuatan kebajikan  

Ceramah Master Cheng Yen tanggal: 29 Mei 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal: 31 Mei 2018

Editor: Yuliati
Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -