Ceramah Master Cheng Yen: Mengikuti Jejak Bodhisatwa di Dunia

Saya masih ingat bahwa 23 tahun lalu, di Qinghai, Tiongkok juga pernah terjadi bencana salju. Hewan yang mati kedinginan sungguh tidak sedikit. Kondisi bencananya sangat serius. Pada tahun 1996, relawan Tzu Chi melakukan perjalanan pulang pergi untuk melakukan survei pascabencana dan penyaluran bantuan.

Berhubung wilayah yang terkena dampak bencana adalah dataran tinggi dan tidak semua relawan dapat beradaptasi dengan ketinggian, dalam perjalanan ke sana, ada beberapa relawan yang merasakan gejala rasa takut akan ketinggian. Namun, mereka tetap bertahan dan berusaha menyesuaikan diri serta melanjutkan tugas mereka untuk melakukan pembelian barang bantuan, lalu membagikannya, dll.

Saat mengenangnya kembali, saya merasa itu sudah berlalu sangat lama, tetapi masih segar dalam ingatan saya. Tahun ini, Qinghai dilanda bencana salju lagi. Hewan ternak yang biasanya dapat beradaptasi dengan cuaca dingin juga tak dapat menahan badai salju kali ini.

 

Kemarin, saat mengadakan rapat dengan Divisi Kerohanian Tzu Chi, dari foto-foto yang dikirim oleh relawan kita, saya melihat kondisi kehidupan warga setempat dll. Melihat foto-foto itu, saya merasa sangat sedih.

Saya sangat berterima kasih kepada relawan lokal yang kali ini naik ke gunung untuk memberikan bantuan. Tiga relawan lokal ini adalah anggota Tzu Cheng dan komite. Mereka membangun ikrar agung untuk mengemban misi yang begitu berat guna memberikan bantuan ke daerah dataran tinggi. Meski tinggal di Kabupaten Huangyuan yang juga berada di Provinsi Qinghai, tetapi untuk pergi ke Yushu, mereka harus melewati jalan pegunungan selama belasan jam. Itu adalah perjalanan yang sangat jauh.

Bisa diketahui bahwa itu merupakan dataran yang sangat tinggi. Mereka membangun ikrar agung untuk mengemban tanggung jawab besar dalam melakukan survei pascabencana. Mereka tiba di sana pada tanggal 9 dan tidak istirahat. Mereka segera mengunjungi warga dan kantor pemerintah setempat untuk mencari tahu kondisi bencana. Mereka mulai melakukan survei pascabencana dari rumah ke rumah dan melihat setiap keluarga menjalani kehidupan yang sulit.

 

Mereka memberi perhatian dan mencari tahu secara mendetail kondisi setiap keluarga dari rumah ke rumah. Setelah kembali ke hotel, meski cuaca sangat dingin, mereka tetap harus bergadang untuk menulis laporan guna dikirimkan ke sini. Mereka menggenggam waktu untuk menginput data tentang apa yang mereka lihat pada hari itu dan mengirimkannya ke Taiwan. Mereka terus bergadang hingga pukul 11 lewat, bahkan hampir pukul 12 malam. Cuacanya sangat dingin dan perjalanannya sulit ditempuh.

Kita bisa melihat bahwa salju ada di mana-mana. Perjalanan ini sungguh sulit. Jika bukan Bodhisatwa, tidak akan bisa melakukannya. Mereka benar-benar adalah Bodhisatwa dunia. Bodhisatwa muncul untuk menolong orang-orang yang menderita. Meski harus menempuh jalan di gunung yang tinggi dan jauh, mereka tidak takut lelah. Mereka hanya berharap semua makhluk terbebas dari penderitaan dan tak mengejar kesenangan bagi diri sendiri.


Prinsip kebenaran yang dijelaskan dalam Sutra, kini telah dipraktikkan oleh relawan kita yang sedang memberikan bantuan di sana. Lihatlah, mereka makan makanan yang sangat sederhana. Meski hanya makan makanan sederhana, mereka harus menghabiskan banyak tenaga untuk melakukan survei pascabencana. Setelah kembali ke hotel, mereka tidak beristirahat dan segera mengirimkan informasi ke sini agar bisa memutuskan bagaimana bantuan bencana disalurkan.

Selain melakukan survei pascabencana, mereka juga harus mencari tahu harga barang bantuan. Untuk mengirim barang bantuan ke atas gunung, juga sedikit sulit karena jaraknya jauh dan akan memakan waktu lama. Namun, berkat kebijaksanaan dan welas asih mereka, setelah berdiskusi dengan Tzu Chi Taiwan, mereka memutuskan untuk membeli makanan pokok di sana dan segera mencari tahu harga barang kebutuhan pokok agar bisa segera menyalurkan bantuan.

Mereka bertiga sungguh mengemban tanggung jawab yang begitu besar. Sungguh sulit bagi saya untuk mendeskripsikannya. Ini tidak habis diceritakan dalam waktu singkat. Mereka masih berada di sana untuk memberikan bantuan bencana. Mungkin di masa depan kita masih akan memberikan bantuan lanjutan. Sekarang relawan kita telah melakukan survei pascabencana dan menyalurkan bantuan kebutuhan yang paling mendesak terlebih dahulu. Relawan kita menyediakan makanan pokok agar warga yang terkena dampak bencana dapat bertahan hidup.


Saya sangat berterima kasih kepada relawan kita. Di sana masih ada banyak hal yang harus kita lakukan di masa depan. Saya juga berterima kasih atas dukungan banyak warga lokal. Warga lokal berkata kepada relawan kita bahwa mereka akan memberi dukungan kepada kita dan membantu kita setelah survei pascabencana kelak. Banyak warga lokal yang bersedia memberikan dukungan.

Saya teringat lebih dari 20 tahun lalu, semua barang bantuan dibeli dari dataran rendah dan dikirimkan ke dataran tinggi. Itu sangatlah sulit. Kabarnya, pembelian barang bantuan tidaklah mudah karena harus dilakukan di dataran rendah dan biaya pengirimannya sangat tinggi. Namun, demi menolong orang, itu tetap harus kita lakukan. Semoga semua orang bersumbangsih dengan kesungguhan hati dan menghimpun kekuatan cinta kasih.

 

Bodhisatwa mengemban misi untuk menolong orang yang menderita

Menempuh perjalanan yang sulit untuk membantu korban bencana

Bekerja keras siang dan malam dalam menjalankan tanggung jawab

Menghimpun cinta kasih dan menjalin jodoh baik

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 12 Maret 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 14 Maret 2019

Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -