Ceramah Master Cheng Yen: Menginventarisasi Misi Pendidikan dan Saling Menginspirasi


“Dahulu, bencana topan biasanya bersifat lokal dan terbatas di suatu wilayah saja. Namun, pada Topan Morakot, bencana yang terjadi adalah gabungan dari berbagai jenis bencana yang berlangsung secara bersamaan,”
kata Huang Shu-zhen, relawan Tzu Chi.

“Untuk Desa Suku Namaxia, kami mengenal kepala desanya dan banyak penduduk di sana tinggal di Perumahan Cinta Kasih. Kami mewawancarai hampir 10 warga dan semua mengatakan bahwa mereka sangat kompak. Ketika terjadi tanah longsor, saat ada yang terbawa arus atau tertimbun, semuanya akan bekerja sama untuk melakukan penyelamatan,” kata Lin Shu-e, relawan Tzu Chi.

“Anak-anak ataupun orang dewasa yang berhasil diselamatkan, seluruh tubuhnya penuh dengan lumpur. Bahkan, saat anak-anak keluar dari timbunan longsor, wajah mereka tertutup tanah dan lumpur. Mereka pun langsung mencuci mata terlebih dahulu. Saya ingat saat kami melakukan survei, mereka mengatakan bahwa orang-orang mengungsi ke dataran rendah dan ada lebih dari 40 orang meninggal dunia. Oleh karena itu, banyak orang kemudian tinggal di Perumahan Cinta Kasih Shanlin,” lanjut Lin Shu-e.

Ya, kita harus ingat untuk tidak melupakan tahun, orang, dan peristiwa itu. Dengan begitu, kita akan memiliki banyak sejarah. Gempa bumi dan topan benar-benar terjadi, bahkan tanah pun benar-benar bergeser dan berpindah. Kita juga menyaksikan betapa besar bencana itu. Ada longsoran tanah yang menenggelamkan seluruh desa. Bagaimana anak-anak bisa belajar di sana? Orang dewasa sibuk, sementara anak-anak dibiarkan di tempat itu. Hal ini sangat mengkhawatirkan.

Pada waktu itu, Asosiasi Guru Tzu Chi pergi ke sana untuk menenangkan hati semua orang. Terlebih lagi, mereka membuat anak-anak dapat menerima pendidikan dengan stabil. Pembelajaran yang kita lakukan saat itu berbeda dari pembelajaran yang mereka terima sebelum bencana terjadi. Kita mengajar dengan penuh cinta kasih dan benar-benar mengerahkan keterampilan dalam mengajar. Anak-anak di sana dapat dikatakan seperti anak liar karena mereka bisa memanjat gunung dan pohon. Bagaimana cara kita mengajar dan mengatur mereka?

Hendaknya kalian mengenangnya kembali. Semua ini adalah pelajaran tambahan yang bernilai dan merupakan bagian dari sejarah. Catatan yang lengkap berisi tanggal, bulan, tahun, dan peristiwa yang terjadi akan menjadi pembelajaran yang menyeluruh. Saat ini, yang kita butuhkan ialah memiliki kasih sayang sama seperti saat kita melewati proses itu.

Insan Tzu Chi memiliki hati guru dan hati Bodhisatwa. Ini disebut dengan cinta kasih berkesadaran. Mengajar tidak hanya selesai begitu saja. Cinta kasih pada masa itu bukan sekadar duduk diam di suatu tempat. Itu akan membuat kita merasa kesepian. Di sana, kita bisa melihat kehangatan karena semuanya dilakukan dengan ketulusan, bukan untuk mencari perhatian orang lain, melainkan benar-benar hadir dengan hati yang tulus.


“Anak-anak yang ada di pusat pengungsian itu sebentar lagi akan mulai bersekolah. Mereka akan ditempatkan di Fortune Institute of Technology. Saat kami memutuskan untuk masuk ke daerah terpencil, yang merupakan daerah bencana untuk mengajar mereka, kepala sekolah mengatakan tidak perlu karena sekarang sudah banyak sumber daya,”
kata Lin Shu-e, relawan Tzu Chi.

“Hal yang membuat saya tersentuh dari Kakak Yan-lun ialah dia setiap hari bangun sekitar pukul 5 pagi, lalu pergi ke sana dan duduk di tangga. Dia berkata kepada kepala sekolah, ‘Tidak apa-apa, Tzu Chi tetap ada di sini. Jika kalian membutuhkan sesuatu, beri tahu saya. Kami pasti akan membantu kalian dengan sekuat tenaga’," lanjut Lin Shu-e, relawan Tzu Chi.

“Kemudian, kepala sekolah mengizinkan kami untuk masuk dan mengajar. Kepala sekolah datang kepada saya dan berkata, ‘Bukankah Anda berkata akan ada sekelompok orang datang ke sini untuk mengajarkan Kata Renungan Jing Si? Apakah bisa mulai sore ini?’ Saya sangat bahagia mendengar hal ini,” kata Zhu Yan-lun, Anggota Asosiasi Guru Tzu Chi.

“Pada sore hari, lebih dari 70 orang tim pengajar datang. Mereka dibagi ke dalam 4 sekolah. Di keempat sekolah tersebut, lihatlah, tiap kelas hanya memiliki satu guru atau satu Da Ai Mama. Namun, semuanya menjalankan misi dengan sepenuh hati. Hari itu berjalan dengan lancar, menandai dimulainya pengajaran Kata Renungan Jing Si untuk pertama kalinya. Pengajaran ini pun berlanjut hingga sekarang,” lanjut Zhu Yan-lun.

“Saat kami masuk ke dalam kelas, anak-anak itu benar-benar tidak terkendali. Ada yang meloncat ke dalam tempat sampah, ada juga yang melompat ke luar lewat jendela. Keadaan di dalam benar-benar kacau balau. Beberapa anak bahkan bersembunyi di sudut ruangan dan menutupi diri dengan selimut. Melihat keadaan seperti itu, saya bertanya-tanya mengapa itu bisa terjadi,” kata Lin Shu-e, relawan Tzu Chi.

“Saat itu, akibat trauma psikologis, anak-anak sangat gelisah dan tidak bisa tenang. Ada 2 anak laki-laki yang sangat nakal. Mereka lari keluar kelas dan naik ke bukit, lalu berguling-guling turun dari bukit tersebut. Saat mereka berguling, para guru khawatir mereka akan terluka sehingga kami semua menunggu di bawah untuk segera menangkap mereka saat turun. Kami berhasil menangkap dan menggendong anak-anak itu,” kata Zhu Yan-lun, Anggota Asosiasi Guru Tzu Chi.

“Saat anak-anak kelas 5 SD ini kami rangkul dan gendong, salah satu anak menatap kami dengan penuh air mata. Kami pun berkata kepada mereka, ‘Anak-anak yang baik, mari kita kembali ke kelas.’ Anak-anak itu akhirnya mau diajak kembali ke kelas. Sejak saat itu, kedua anak itu menjadi sangat patuh,” pungkas Zhu Yan-lun, Anggota Asosiasi Guru Tzu Chi.


Sesungguhnya, misi pendidikan kali ini sangat istimewa. Saya sangat berharap semuanya dapat dikumpulkan dan dituangkan dalam tulisan. Ini adalah bagian besar dari pendidikan. Jadi, saya sangat berharap kita bisa merenungkan tentang apa yang harus kita lakukan selama hidup di dunia.

Hendaknya kita menginventarisasi kehidupan. Saat masuk ke lokasi bencana, kalian telah melewati banyak gunung dan lembah untuk mengunjungi para korban bencana. Pada saat itu, mereka sangat tidak berdaya dan tak tahu harus meminta bantuan ke mana. Kalian juga dapat menggambarkan kembali bagaimana cara kita membantu mereka.

Sesungguhnya, saya juga pernah pergi ke sana dan berjalan-jalan di tempat itu. Ada rumah yang bagai tergantung di udara, dengan hanya 4 tiang yang tersisa dan miring. Saya melihat kondisi itu secara langsung. Sangat menyedihkan. Tempat itu berubah menjadi sangat sepi dan suram. Melihat insan Tzu Chi berkumpul di sana, sangatlah menyentuh hati. Ini adalah sebuah sejarah. Inilah yang disebut menyelamatkan mereka yang menderita seperti Bodhisatwa Avalokitesvara.

Jika sering melantunkan Bab Pintu Universal, kita mungkin bertanya-tanya apakah Bodhisatwa benar seperti itu. Benar, yang menjadi penyelamat itu ialah Anda dan dia. Hendaknya kalian saling bertemu dan menghimpun kekuatan untuk mewujudkan tujuan bersama. Jadi, saya merasa sejarah ini harus benar-benar kalian hayati dengan sepenuh hati.


Terutama dalam misi pendidikan, kita harus tahu bagaimana menginspirasi para guru untuk membangkitkan semangat. Pendidikan adalah harapan. Jika guru bisa membangkitkan semangat, mendidik anak-anak itu akan lebih mudah. Saya merasa sangat bersyukur. Sesungguhnya, semua ini awalnya tidak ada hubungannya dengan kita. Kita mengajar di sini dan mereka mengajar di sana. Apa hubungannya dengan kita? Namun, dengan welas asih, kita memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan.

Ketika di tempat itu terjadi bencana dan ada yang terluka, kita ikut merasa sakit. Inilah hati seorang guru dan hati Bodhisatwa. Jika menengok kembali sekarang, kita telah melakukannya. Oleh karena itu, kita perlu menuliskannya karena itu akan menjadi bagian dari sejarah di masa depan dan menjadi teladan yang patut diwariskan. Sungguh banyak hal yang patut kita syukuri.

Saat ini, banyak dari kita sudah lanjut usia. Selagi tubuh masih sehat dan pikiran masih jernih, hendaknya kita sering berinteraksi. Sepanjang hidup ini, saya merasa sangat bersyukur karena bisa menjalin jodoh dengan begitu banyak orang. Berkat jalinan jodoh ini, kita telah mewujudkan satu misi besar di dunia. Dalam satu misi besar ini, kita memiliki berbagai metode berbeda dalam menyelamatkan mereka yang tertimpa bencana, kesulitan, dan penderitaan.

Jangan lupakan peristiwa Topan Morakot
Topan menyebabkan tanah longsor yang menghancurkan banyak rumah
Kelas belajar tambahan menenangkan hati semua orang
Menggandeng mereka yang menderita dengan cinta kasih dan menjadi teladan

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 08 Agustus 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 10 Agustus 2025
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -