Ceramah Master Cheng Yen:Mengobati Penyakit Sekaligus Menyucikan Hati

Hari ini adalah hari bersejarah Tzu Chi. Pada tanggal 24 April 1984, yaitu 34 tahun yang lalu, kita mengadakan peletakan batu pertama untuk rumah sakit kita. Saat itu, relawan Tzu Chi dari seluruh Taiwan dan luar negeri berkumpul untuk mengikuti upacara tersebut. Kita bisa melihat saat itu, guru saya memimpin upacara peletakan batu pertama tersebut. Saat Bapak Lin Yang-kang berbicara di atas panggung, saya yang berdiri di sampingnya menggigit bibir dan menahan air mata.

“Sebelumnya, Master Cheng Yen sangat risau dan berkata bahwa entah kapan ikrar agung beliau baru bisa terwujud. Beliau berkata bahwa beliau tidak tahu harus bagaimana menghadapi orang-orang yang telah memberikan dukungan. Ada yang menyangka bahwa beliau menipu mereka. Jadi, sungguh tidak mudah untuk mendapatkan lahan baru ini,” tutur Lin Yang-kang, Menteri Dalam Negeri pada saat itu.

Akhirnya, upacara peletakan batu pertama akan diadakan. Sebelum itu, kita menghadapi berbagai kesulitan. Mencari lahan dan menggalang dana membutuhkan tenaga. Saat itu, kita tidak memiliki apa-apa. Yang ada dalam pikiran saya hanya satu hal, saya tidak tega melihat semua makhluk menderita. Populasi di Hualien tidak banyak, tetapi kehidupan semua makhluk adalah setara.


Saat itu, warga yang jatuh sakit sulit untuk berobat. Tidak peduli banyak atau sedikit, kehidupan harus dilindungi. Saat mereka jatuh sakit dan berada dalam kondisi kritis, siapa yang akan menyelamatkan mereka? Hanya ini yang saya pikirkan. Niat saya sangat murni. Dengan niat seperti inilah kita memulai langkah membangun RS.

Begitu memulai langkah pertama, kita tidak bisa mundur. Sesulit dan seberat apa pun perjalanan ini, kita tidak bisa mundur. Akhirnya, kita terus berkembang hingga kini. Saat itu, para relawan kita menjaga pikiran dan cinta kasih dengan teguh. Itulah yang kita lakukan. Sesungguhnya, setiap orang hendaknya tidak meremehkan diri sendiri.

Dahulu, saat ingin membangun rumah sakit, kita tidak punya dana, tenaga, dan lahan. Satu-satunya yang kita miliki hanyalah niat yang murni. Setiap potong bata, setiap sak semen, dan setiap batang besi beton berasal dari sumbangsih penuh cinta kasih banyak orang. Sungguh, setiap orang bersumbangsih sebagai wujud persembahan.


“Saya keluar rumah sekitar pukul 12 malam untuk bekerja pada pukul satu dini hari. Karena terus menyapu hingga pukul 6 pagi, tangan saya tidak bisa diangkat tinggi-tinggi. Meski harus mengurangi makan dan tidur, saya tetap harus menghasilkan uang. Master ingin membangun rumah sakit untuk menolong pasien, ini sangat baik. Bagaimanapun, saya akan bekerja keras untuk menghasilkan uang guna menolong sesama,” ujar Gao Ai, relawan Tzu Chi.

“Master berkata bahwa untuk membangun RS, Master tidak punya dana dan tenaga, hanya bisa memanfaatkan hidup Master. Saya juga tak punya dana dan tenaga, hanya bisa memanfaatkan hidup saya. Jadi, saya “menjual” hidup saya untuk 300.000 dolar NT. Saya berkata pada majikan saya dan istrinya,  “Saya ingin ‘menjual’ hidup saya untuk 300.000 dolar NT guna mendukung Master membangun RS, apakah kalian bersedia membayarnya?” Mereka berkata, “Baiklah.” Keesokan pagi, pukul 8, saya langsung bekerja di rumah mereka,” ujar Zheng Ming-wen, relawan Tzu Chi.

Saat saya ingin membangun rumah sakit, banyak orang yang “menggadaikan” hidup mereka. Salah satunya menawarkan diri menjadi pembantu rumah tangga dan meminta majikannya untuk memberikan gaji tiga tahun di muka. Dia berjanji untuk bekerja dengan baik selama 3 tahun itu. Dia rela menjadi pembantu rumah tangga dan meminta majikannya untuk memberikan gaji tiga tahun di muka. Dia membawa gajinya ke hadapan saya dan berkata bahwa dia ingin menyumbangkan satu kamar pasien senilai 300.000 dolar NT.

Saat itu, kita menyebutnya menyumbangkan kamar pasien sesuai harga satu ranjang. Jika seseorang bisa menyumbangkan 300.000 dolar NT untuk membeli satu ranjang, maka itu bagai menyumbangkan satu kamar pasien. Jadi, tidak peduli donasi besar atau kecil, semuanya membutuhkan kerja keras.


Sebelum peletakan batu pertama, kita bersusah payah mencari lahan. Usai peletakan batu pertama, kita bersusah payah menggalang dana pembangunan. Usai menandatangani kontrak konstruksi, kita harus membayar kontraktor setiap setengah bulan sekali. Dari mana kita memperoleh dana? Saya sangat bersyukur kepada murid-murid saya. Ada pula yang melakukan beberapa pekerjaan sekaligus. Mereka rela menguras tenaga agar bisa memberi persembahan dengan gaji mereka.

Bangunan rumah sakit kita yang berwujud berasal dari akumulasi cinta kasih yang tak berwujud dan sumbangsih nyata para relawan. Bagaimana bisa saya tidak menggigit bibir dan menahan air mata dalam upacara peletakan batu pertama? Saya sangat tersentuh, juga sangat khawatir. Namun, kini, saya selalu mendengar bagaimana RS kita menyelamatkan pasien. Setiap kali melakukan perjalanan, saya selalu mendengar bahwa ada banyak pasien yang terselamatkan. Inilah tujuan kita. Menyelamatkan pasien adalah tujuan kita membangun rumah sakit.

Pada tahun 2007, saya membahas empat program besar dengan para ketua Empat Misi Tzu Chi. Empat program besar ini bukanlah program yang berwujud, melainkan program batin yang tidak berwujud. Misi amal menjalankan program untuk menyebarkan cinta kasih ke seluruh dunia dan membangkitkan cinta kasih semua orang. Misi kesehatan menjalankan program untuk melindungi kehidupan. Selain menyelamatkan pasien dan memberi pengobatan, kita juga harus melakukan penelitian dan mengembangkan teknologi medis.

Misi pendidikan menjalankan program untuk membimbing ke jalan yang benar dan membawa harapan. Selain itu, juga ada misi budaya humanis yang menjalankan program untuk menyucikan hati manusia. Dalam menjalankan empat program besar ini, kita berfokus pada batin manusia. Kita harus bersungguh hati memahami kondisi batin kita. Tiada hal yang mustahil.

Yang terpenting, kita harus menyucikan hati dan membangkitkan cinta kasih. Semoga kalian bisa menjalankan empat program besar ini untuk menyebarkan cinta kasih, melindungi kehidupan, mengembangkan kebijaksanaan, dan menyucikan hati manusia.

Membangun rumah sakit karena tidak tega melihat penderitaan orang lain

Bersumbangsih dengan akumulasi tetes demi tetes cinta kasih

Mengobati penyakit sekaligus menyucikan hati

Menjalankan program batin untuk menyebarkan aliran jernih

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 24 April 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 26  April 2018
Cara untuk mengarahkan orang lain bukanlah dengan memberi perintah, namun bimbinglah dengan memberi teladan melalui perbuatan nyata.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -