Ceramah Master Cheng Yen: Mengubah Pola Pikir untuk Meneruskan Kekuatan Cinta Kasih

Setahun sekali saya datang ke Taitung. Entah masih ada berapa banyak lagi kesempatan untuk kita berkumpul di sini. Namun, ada satu hal yang ingin saya sampaikan. Meski tidak selalu berkumpul seperti saat ini, tetapi selamanya kita selalu bersama. Ya, bukankah jalinan jodoh di antara kita berlanjut dari kehidupan ke kehidupan?

“Bergabung dengan Tzu Chi adalah berkah terbesar dalam hidup saya. Sejak mengikuti retret pada tahun 1987 dan mendengar ceramah Master, saya memutuskan dalam kehidupan ini, saya hanya berjalan di jalan Tzu Chi. Suami saya, Yu Hui-xiong juga dilantik dan membantu saya menjalankan Tzu Chi. Dia menjadi sopir dan saudara se-Dharma saya. Dia berkata bahwa dalam kehidupan ini, yang paling bermakna ialah menjalankan Tzu Chi. Terima kasih, Master yang setiap pagi tidak kenal lelah berceramah. Saya juga akan tekun dan bersemangat, menggenggam setiap waktu dan pantang mundur. Di kehidupan mendatang dan seterusnya, saya tetap ingin mengikuti Master dan menjadi murid yang membuat Master tenang,” ujar Song Mei-zhi, relawan Tzu Chi.

Saya melihat Mei-zhi berbagi di atas panggung. Dia dan suaminya pada masa-masa awal mengikuti retret di Griya Jing Si. Mei-zhi sangat tekun dan bersemangat. Guru Huang, Bapak Guo dan istrinya, semua mengikuti retret pada masa itu. Mengapa waktu cepat berlalu?


Mereka semua adalah pasangan yang sangat giat. Kadang, jika tak memperhatikan secara saksama, saya mungkin tidak mengenali mereka. Begitulah waktu memengaruhi kondisi fisik. Masa muda tidak bertahan lama. Begitu pula usia paruh baya. Mereka sudah tua, saya juga sudah tua.

“Para relawan yang hadir di sini sangat senior. Entah pada tahun enam puluh berapa kita pertama kali bertemu?” tanya Master Cheng Yen.

“Tahun 1961. Pada tahun 1961, Master pertama kali bertemu dengan ibu saya di Komunitas Buddhis Teratai,” jawab Huang Yu-nü, relawan Tzu Chi.

“Di Komunitas Buddhis Teratai. Tahun 1961,” ujar Wang Shou-rong, relawan Tzu Chi.

“Berarti kita sudah saling kenal selama 57 tahun?” tanya Master Cheng Yen.

“Ibu sudah mengenal Kakek Guru 57 tahun,” jawab Huang Yu-nü.

“Saya mendoakanmu,” kata Master Cheng Yen.

“Amitabha. Terima kasih, Master,” ucap Wang Shou-rong.

Pada tahun 1961, di Komunitas Buddhis Teratai, Taitung, orang-orang yang pertama saya temui adalah Guru Huang dan beberapa orang lainnya. Lima puluh tahun lebih telah berlalu. Entah jalinan jodoh apa yang mempertemukan kita. Kalian lahir di Taitung, saya lahir di wilayah tengah, tetapi saya malah bisa tiba di Taitung dan mengenal kalian. Saya juga akhirnya tiba di Hualien dan mendirikan Tzu Chi. Inilah jalinan jodoh.


Kita harus meyakini hukum sebab akibat. Dahulu, saat tiba di Taitung, tidak banyak orang yang saya kenal. Kini, dalam perjalanan dari Hualien ke Taitung, seisi kereta adalah insan Tzu Chi. Ada kepala sekolah, ada kepala dan wakil kepada rumah sakit, serta kepala misi amal. Banyak sekali. Berapa jumlah pastinya, saya juga tidak tahu.

Saya sering berkata kepada kalian bahwa saat saya berjalan satu langkah, semua orang harus berjalan delapan langkah. Dalam satu langkah, ada delapan jejak. Saya tidak dapat menoleh ke belakang. Untuk menoleh ke belakang, apalagi menyapa atau mengangguk, saya sudah tidak sempat lagi. Intinya, para insan Tzu Chi di Taitung, saya berharap kalian sepenuh hati menggenggam waktu yang terus berlalu.

Manusia bisa menua. Kaum muda harus dibimbing, para senior yang lanjut usia harus dikasihi. Relawan daur ulang harus diperhatikan. Para relawan senior harus kita dampingi. Saya berterima kasih karena kalian tidak meninggalkan mereka. Saya sendiri juga sudah lanjut usia.

Kini saya semakin menghargai waktu. Saya tidak menyia-nyiakan waktu sedetik pun. Sebagai murid yang mengikuti saya, kalian juga harus melakukan hal yang sama. Janganlah melewati hari-hari dengan sia-sia. Saya mendoakan kalian semua.

Para murid Jing Si di Taitung berikrar kepada Master: mengembangkan ikrar agung untuk mewariskan nilai keluarga Jing Si; mawas diri dalam tubuh, ucapan, dan pikiran; tidak bergosip; lebih banyak memuji orang; bersyukur, menghormati, bebas dari pertikaian; semoga Master sehat selalu, panjang umur, penuh berkah, selalu memutar roda Dharma.

Agar roda Dharma selalu berputar, roda dalam hati kalian juga harus berputar. Dengan begitu, barulah roda Dharma dapat berputar. Bodhisatwa sekalian, Taitung adalah perhentian pertama setelah saya meninggalkan rumah, juga merupakan tempat saya menjalin jodoh paling awal. Saya merasa dekat dengan tempat ini. Saya berharap kalian dapat menerapkan semangat Tzu Chi di Taitung dengan sepenuh hati. Saya berharap kalian dapat bersungguh hati menjalankan Tzu Chi Taitung ini.

Kita harus sungguh-sungguh membimbing lebih banyak Bodhisatwa. Jangan menyia-nyiakan waktu ataupun lengah. Terima kasih. Selama lebih dari setengah abad ini, kekuatan cinta kasih masih terus berlanjut di Taitung. Saya berharap setiap orang dapat meneruskan dan memperluas kekuatan ini agar dapat berlanjut hingga selamanya. Inilah harapan terbesar saya.

Saya mendoakan kalian dengan tulus semoga di tahun yang baru, segala hal berjalan sesuai harapan. Semoga semua bersungguh hati dalam Dharma; menghirup, mendengar Dharma, dan mempraktikkannya dalam keseharian. Inilah harapan terbesar saya.


Terima kasih kepada para relawan senior, relawan baru, relawan daur ulang, serta para staf rumah sakit yang datang dari Guanshan. Semoga di masa yang akan datang, kalian semua dapat terus saling menjaga dan memperhatikan dengan kekuatan cinta kasih. Ribuan harapan dan doa saya ini dilandasi oleh rasa syukur.

Semoga di tahun yang baru, segala hal berjalan sesuai harapan dan kekuatan cinta kasih semakin berkembang. Selamat Tahun Baru! Semoga jiwa kebijaksanaan selalu bertumbuh. Terima kasih.

 

Jalinan jodoh antara guru dan murid telah berlangsung setengah abad

Tekad tetap teguh seiring berlalunya waktu

Saling membimbing dan mendampingi tanpa henti

Mengubah pola pikir untuk meneruskan kekuatan cinta kasih

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Desember 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 31 Desember 2018

Editor: Stefanny Doddy

Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -