Ceramah Master Cheng Yen: Mengulurkan Tangan bagi Orang yang Menderita

Hari ini, tanggal 15 Maret, perang saudara di Suriah telah berlangsung selama lima tahun. Dahulu, Suriah merupakan negara yang makmur, kaya akan budaya, dan bangunan-bangunannya sangat indah. Dalam sekejap, negara ini menjadi medan perang. Kota yang sangat indah berubah menjadi puing-puing dalam sekejap.

Selama beberapa tahun ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai gencatan senjata di Suriah. Semoga mereka dapat segera mencapai kesepakatan agar warga yang menderita di luar dapat kembali ke kampung halaman mereka dan memulai hidup baru. Ini sangatlah penting.

Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perang saudara di Suriah selama lima tahun ini telah menewaskan lebih dari 200 ribu orang. Ini mendatangkan penderitaan bagi seisi negara. Warga hidup menderita sehingga mengungsi ke negara lain. Namun, perjalanan ini sangat sulit karena kini negara-negara di Balkan telah menutup perbatasan mereka. Para pengungsi tertahan di perbatasan antara Yunani dan Makedonia.

“Kami berharap bisa pergi ke Jerman, Swedia, atau Belanda. Itu tidak masalah. Kami berharap perbatasan bisa dibuka,” ujar salah satu pengungsi Kurdi. “Saya kesal dengan ditutupnya perbatasan. Saya hanya bisa menanti tanpa hasil apa pun. Saya terus-menerus menanti dan tidak ada hasil apa pun. Saya tahu ini tidak akan membuahkan hasil, tetapi saya tetap menanti,” cerita Nidal, pengungsi asal Suriah. “Dalam kondisi ini, saya hanya punya dua solusi. Yang pertama adalah menanti perbatasan dibuka dan yang kedua adalah mati di kamp pengungsi ini,” cerita pengungsi asal Suriah lainnya.

Kemarin, saya juga mengulas bahwa di Serbia, insan Tzu Chi telah menyediakan makanan bagi para pengungsi selama tiga hari. Namun, kini kita mendapati bahwa bahan pangan setempat terbatas. Kita bisa melihat setelah makanan dikonsumsi, tercipta banyak sampah. Selain itu, kini bahan pangan juga terbatas. Karena itu, saya teringat dengan nasi Jing Si. Dalam rapat kemarin, saya memutuskan untuk meminta staf kita segera menghubungi Shu-wei di Serbia.

Kini insan Tzu Chi Eropa yang berada di Serbia sudah hampir kehabisan akal. Mereka sulit untuk membeli makanan karena sumber daya setempat terbatas. Karena itu, kita segera meminta mereka untuk meminta izin kepada pemerintah setempat guna mengirimkan nasi Jing Si dan mangkuk Tzu Chi ke sana.

Kebetulan, relawan kita juga membawa barang-barang itu. Karena itu, mereka segera membawa nasi Jing Si dan mangkuk Tzu Chi untuk berbagi cara penyeduhan nasi Jing Si dengan Komisi Penanganan Pengungsi. Dengan diseduh air panas saja, nasi Jing Si sudah bisa dikonsumsi. Setelah pejabat setempat dan anggota Komisi Penanganan Pengungsi mencicipi berbagai rasa nasi Jing Si, mereka merasa sangat sesuai untuk pengungsi dan berharap kita dapat segera mengirimkannya.

Hari ini, kita segera mengatur pengiriman Kita juga meminta relawan di Serbia untuk memberi tahu pemerintah setempat bahwa kita mengirimkan barang bantuan bagi pengungsi dan meminta mereka untuk tidak mengenakan pajak terhadap kiriman itu. Jika bisa demikian, maka barang bantuan bisa segera dikirimkan.

Komisi Penanganan Pengungsi menyatakan bahwa setiap hari, mereka membutuhkan sekitar 2.000 porsi makanan untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi. Inilah laporan insan Tzu Chi di Serbia pada pukul enam pagi ini. Mereka juga menyediakan popok kertas dan barang bantuan lainnya yang dibutuhkan para pengungsi. Kita bisa melihat para pengungsi makan dengan gembira.

“Taiwan, terima kasih! Terima kasih, Taiwan! Ya, terima kasih, Taiwan! Taiwan baik sekali. Ini lezat sekali,” ujar para pengungsi. Berhubung bahan pangan di Serbia terbatas, kita pun mengirimkan nasi Jing Si dari Taiwan. Begitu mendengar kabar ini, beberapa relawan berkata bahwa mereka akan menyumbangkan sendok. Jadi, kita menyediakan makanan dan alat makan. Jika para pengungsi menggunakan alat makan sekali pakai, maka sampah yang tercipta akan sangat banyak. Jadi, kita berharap mangkuk Tzu Chi serta nasi dan mi Jing Si dapat membawa manfaat besar bagi pengungsi.

Mereka membutuhkan 1.200 buah mangkuk Tzu Chi, tetapi kita dapat mengirimkan lebih banyak. Dengan adanya mangkuk Tzu Chi, masalah sampah di sana dapat berkurang. Ini seharusnya bisa membawa manfaat bagi mereka.

Dunia ini penuh dengan penderitaan. Perang di Suriah sudah berlangsung 5 tahun. Perlu diketahui bahwa dalam lima tahun ini, banyak orang yang hidup menderita. Kita juga melihat seorang ibu yang melahirkan dalam perjalanan mengungsi. Bayi yang baru dilahirkan digendong ke luar tenda dan dimandikan dengan air dari botol. Lihatlah, betapa menderitanya hidup mereka. Bayi itu terlahir di tengah kondisi seperti ini. Kapan mereka bisa menjalani hidup dengan damai?

Saya berharap setiap orang dapat berdoa dengan tulus semoga pikiran semua orang dapat selaras. Dengan demikian, baru akan tercipta kebahagiaan di dunia ini. Melihat kondisi para pengungsi, saya sungguh merasa tidak tega. Melihat mereka begitu menderita dan begitu sulit untuk bertahan hidup, dan begitu sulit untuk bertahan hidup, bagaimana bisa kita tidak mengulurkan sepasang tangan kita dengan penuh cinta kasih, seperti seorang Bodhisatwa?

Di Yunani, ada sepasang suami istri lansia ada sepasang suami istri lansia yang tidak tega melihat penderitaan para pengungsi.

“Warga lain tidak setuju saya membawa pengungsi ke dalam rumah. Namun, saya tidak bisa tinggal diam,” jelas pasangan itu.

Mereka hanya membuka pintu bagi para pengungsi untuk mandi di rumah mereka. Namun, itu saja sudah membuat warga lain merasa tidak senang. Warga lain tidak mengerti mengapa mereka membuka pintu bagi pengungsi untuk mandi di rumah mereka. Ini karena mereka memiliki semangat kemanusiaan. Namun, pada saat seperti ini, membuka pintu atau menyediakan air hangat bagi para pengungsi saja akan dikritik dan disalahkan. Pola pikir manusia zaman sekarang sungguh sulit dimengerti.

Saat hidup kita aman dan tenteram, kita harus berhati tulus dan mawas diri. Kita harus mawas diri, berhati tulus, dan menyelaraskan pikiran agar tercipta keharmonisan bagi dunia dan berkah bagi manusia.

Kejayaan di Suriah pada masa lalu berakhir menjadi puing-puing

Menyediakan makanan bagi para pengungsi dengan welas asih dan kebijaksanaan

Mengulurkan tangan bagi orang yang menderita

Mawas diri dan berdoa dengan tulus demi hidup yang aman dan tenteram

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 15 Maret 2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 17 Maret 2016

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -