Ceramah Master Cheng Yen: Menjadi Bodhisatwa yang Menolong Korban Bencana

Baru-baru ini, Filipina dilanda beberapa kali gempa. Relawan Tzu Chi meninjau lokasi bencana. Banyak orang kehilangan tempat tinggal dan terpaksa berteduh di bawah tenda terpal yang tipis. Bagaimana mereka tidur di malam hari?
 
Mereka mengumpulkan daun kelapa untuk dijadikan alas tidur. Tenda yang kecil harus menampung banyak orang. Mereka sungguh menderita. Kita memiliki relawan di Davao. Populasi di sana cukup padat. Kebetulan di sana juga ada beberapa relawan yang baru bergabung dengan Tzu Chi.
 
Gempa kali ini membuat semua orang menyadari ketidakkekalan. Saat mereka kembali ke Griya Jing Si baru-baru ini, saya selalu mengingatkan  tentang ketidakkekalan dan pentingnya menggenggam waktu yang ada untuk menjalankan Tzu Chi. Berhubung mereka semua selamat, mereka hendaknya memperhatikan orang-orang yang menderita.
 
Ketua Tzu Chi Filipina juga segera mengerahkan relawan untuk mengantarkan tempat tidur lipat sesegera mungkin ke daerah bencana. Tempat tidur lipat itu dikirimkan langsung dari gudang. Untuk mengirimkan tempat tidur itu ke pulau-pulau lepas pantai, Ketua Tzu Chi setempat menghubungi pihak militer supaya menyediakan sarana transportasi, dan agar barang bantuan bisa segera tiba maka pengiriman dilakukan lewat jalur udara.
 
Semua orang mengerahkan kekuatan cinta kasih. Mereka semua adalah Bodhisatwa dunia. Akankah mereka kedinginan pada malam hari? Apakah cuaca dingin pada malam hari? Sangat dingin.

Katanya, berkat selimut ini, dia bisa tidur nyenyak pada malam hari. Dia ingin menyampaikan terima kasih. Saya sendiri biasanya sangat beruntung. Namun, saat saya melihat mereka, saya merasa bahwa saya tidak cukup menyadari berkah yang saya miliki. Melihat senyuman mereka, saya juga sangat gembira.
 
Banyak bencana yang terjadi di dunia. Relawan Tzu Chi bergerak cepat karena tidak tega melihat penderitaan para korban bencana. Melihat banyaknya bencana di dunia, saya sungguh khawatir. Beruntung, para Bodhisatwa dunia segera bersumbangsih dengan cinta kasih. Ini membuat saya sedikit lega. Sungguh banyak hal yang mengharukan.
 
Kita semua hendaknya tahu bahwa dana Tzu Chi dihimpun dari tetes-tetes sumbangsih banyak orang. Kita berterima kasih atas para donatur yang selalu mendukung Tzu Chi dengan berdonasi setiap bulan. Lebih jelasnya, berdonasi 100 dolar NT per bulan sama dengan menyisihkan 3,3 dolar NT per hari. Ini tidak mempengaruhi kehidupan kita. Namun, dalam jangka panjang, himpunan donasi ini sangat berarti. Jika yang berdonasi adalah satu keluarga, termasuk anak dan cucu, berarti banyak orang dalam keluarga itu yang sama-sama menggarap ladang berkah.
 
Di lokasi penyaluran bantuan, kita melihat penderitaan. Selain membebaskan orang dari penderitaan, kita juga membabarkan Dharma bagi mereka sehingga mereka tahu bahwa mereka bukan hanya bisa menjadi penerima bantuan. Donasi yang sedikit pun bisa terhimpun dan menjadi sangat berarti. Tiada orang yang terlalu miskin untuk beramal. Selama di kantong Anda ada sesuatu, Anda memiliki kesempatan untuk beramal.
Seperti kisah seorang nenek di zaman Buddha, beliau sendiri kelaparan dan tidak punya apa-apa. Beliau memberi persembahan sobekan kain dari pakaiannya yang lusuh. Buddha menerimanya dan berkata, “Persembahanmu adalah persembahan sejati.” Buddha menoleh kepada para bhiksu dan berkata, “Ananda, gunakan potongan kain ini untuk jubah semua anggota Sangha.” Bagaimana bisa potongan kain kecil itu dijadikan jubah bagi semua orang? Ya, bisa, bahkan diwariskan dari generasi ke generasi.
 
Pada setiap jubah Sangha, baik jubah panjang maupun pendek, terdapat potongan kain yang kita sebut segel atau meterai. Kita sangat bersyukur kepada nenek yang berdana saat itu. Buddha tidak menolaknya.
 
Seperti Bodhisatwa Sadaparibhuta yang belakangan ini kita bahas, Beliau berkata, “Meski dimaki atau dipukul, Aku akan tetap berada di tengah orang banyak. Siapa pun yang Aku temui, Aku menjalin jodoh dengannya. Dimaki juga termasuk jalinan jodoh. Kelak, Aku tetap tak akan menyerah. Aku akan kembali berkumpul dengan mereka. Meski mereka menindas-Ku, Aku tetap menerimanya. Suatu hari, mereka akan tersentuh.” Beliau terjun ke masyarakat dengan pemikiran seperti ini.
 
Inilah mengapa Buddha datang ke dunia untuk membimbing kita melepaskan noda batin, membuang kesombongan, ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Semua ini membutuhkan Dharma. Jika dapat merealisasikan itu, berarti kita memiliki Dharma. Jika sebaliknya, berarti kita tidak memiliki Dharma meskipun kita mengerti isi kitab suci.
 
Banyak relawan lanjut usia di Tzu Chi tengah mengenang perjalanan mereka. Belakangan ini, saya melihat tayangan Da Ai TV tentang relawan yang bercerita, “Master meminta kami melakukan sesuatu. Saat itu saya berkata bahwa saya tidak bisa membaca. Bagaimana saya bisa berpartisipasi? Master berkata kepada kami tidak apa-apa jika tak dapat membaca, yang penting mengerti kebenaran.” Banyak relawan lansia yang mengatakan hal ini.
 
Dahulu, banyak orang tidak bersekolah. Sulit untuk bisa mengenyam pendidikan, terutama bagi perempuan di masa itu. Jadi, saya berpesan kepada para relawan itu tidak apa-apa jika tidak bisa membaca, yang penting mengerti prinsip kebenaran. Prinsip kebenaran adalah sebuah jalan. Para relawan senior inilah yang membantu saya membentangkan jalan.
 
Saya juga mendengar adanya beberapa kegiatan dalam rangka 30 tahun Kata Renungan Jing Si. Saya sangat tersentuh. Kata Renungan Jing Si berisi kalimat singkat, tetapi sudah dicetak sebanyak jutaan eksemplar. Versi demi versi buku Kata Renungan Jing Si terus diterbitkan dan dibaca oleh para mahasiswa, murid sekolah dasar, ataupun masyarakat umum. Kata Renungan Jing Si telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Orang-orang dengan berbagai bahasa dapat memperoleh manfaatnya. Jalinan jodoh ini sungguh luar biasa.
 
Saya juga berharap ajaran Buddha ini bisa membimbing orang yang berjodoh. Ajaran Buddha selalu diwariskan kepada orang-orang yang berjodoh. Jadi, saya berharap kita semua tidak meremehkan diri sendiri sehingga orang lain juga tidak akan meremehkan kita.
 
Bodhisatwa Sadaparibhuta menghormati diri-Nya sendiri, bersyukur terhadap semua orang, dan memandang semua orang sebagai calon Buddha. Beliau tidak pernah meremehkan siapa pun karena setiap orang adalah calon Buddha.

Bodhisatwa dunia menolong orang-orang yang tertimpa bencana
Dapat turut bersumbangsih meski hidup di tengah kekurangan
Memahami kebenaran dan mempraktikkan Sutra
Kata Renungan Jing Si bermanfaat bagi orang-orang yang berjodoh

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 04 November 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 06 November 2019
Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -