Ceramah Master Cheng Yen: Menjangkau Orang yang Menderita dengan Tekad yang Teguh

”Dua puluh lima tahun yang lalu, tiga topan menerjang pada bulan Agustus. Saat Topan Doug menerjang pada tanggal 8 Agustus, Kakak Liao Jin-feng di Gangshan menghubungi saya dan berkata bahwa Gangshan dilanda banjir besar setinggi satu lantai sehingga sulit untuk mengantarkan barang bantuan. Saya segera menghubungi Kakak Cai Rong-dong karena dia merupakan ketua tim bantuan bencana. Saat itu, Kakak Cai Rong-dong membeli roti, makanan kering, bakpao, dan mantau di Kaohsiung, mengantarkannya ke Jiaxing dengan truk, lalu membagikannya dengan perahu karet,” kata Guo Li-yong relawan Tzu Chi.

“Saat itu, Guru De En dan Guru De Ru turut menyurvei lokasi bencana bersama saya  dan menyarankan untuk mulai menyediakan makanan hangat keesokan harinya. Pada pukul 03.30 pagi keesokan harinya, kedua wakil ketua tim dan Kakak Cai Rong-dong pergi ke pasar untuk membeli sayuran, lalu langsung mengantarkannya ke Jiaxing. Saat itu, di Gangshan tidak ada anggota Tzu Cheng, hanya ada beberapa relawan perempuan. Karena itu, kita segera meminjam empat perahu karet, 20 anggota pasukan katak, 20 baju pelampung, dan 3 truk tentara dari angkatan laut. Kita membagi diri ke dalam 7 rute untuk membagikan barang bantuan dengan truk tentara dan perahu karet,” kata Guo Li-yong ketika sharing di depan relawan-relawan Tzu Chi lainnya.

Selama puluhan tahun ini, kapan pun bencana terjadi, insan Tzu Chi selalu menuju arah yang sama, yaitu bersumbangsih bagi makhluk yang menderita dengan cinta kasih dan welas asih.

 

Saat bersumbangsih, yang kita kembangkan ialah cinta kasih dan welas asih agung yang tidak tergoyahkan.  Dengan cinta kasih dan welas asih agung, kita bisa menolong orang-orang yang menderita meski mereka tidak memiliki hubungan apa pun dengan kita. Dengan cinta kasih agung, sesulit apa pun, kita tetap berusaha menuntaskan misi untuk menolong orang yang menderita. Dengan welas asih agung, kita turut merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain.

Saat ada yang dilanda bencana atau penderitaan, kita berusaha mengatasi segala kesulitan dan rintangan yang ada untuk memberikan bantuan.

Bodhisatwa sekalian, bagaimana menjaga keselamatan diri?

Kalian menghadapi banyak bahaya saat menyalurkan bantuan bencana. Contohnya topan Herb.

“Topan Herb menerjang pada akhir bulan Juli. Para relawan di Kaohsiung mendengar bahwa di Sanmin, jembatan ambruk dan warga kehabisan air dan makanan. Karena itu, sekitar pukul 12 siang tanggal 31 Juli, para anggota Tzu Cheng berkumpul di Kantor Cabang Tzu Chi Kaohsiung di Jalan Jiuru. Kita memuatkan barang bantuan, seperti air mineral dan makanan kering ke dalam truk dan van. Sekitar pukul 3 sore, kita berangkat dari Kantor Cabang Tzu Chi Kaohsiung menuju Sanmin, Taoyuan yang kini dikenal dengan Namasia. Saat itu, saya bertugas merekam video. Begitu turun dari truk, saya melihat kondisi bencana di sana. Saat menyalakan kamera video dan mengarahkannya ke bagian bawah jembatan, saya sangat terkejut karena tinggi jembatan itu sekitar 50–60 meter dari dasar sungai atau hampir setinggi bangunan 20 lantai. Jembatan bambu itu juga terlihat sangat bobrok,” kata Yang Fu-long relawan Tzu Chi.

“Saat saya memikirkan jembatan itu aman untuk dilintasi atau tidak, para relawan kita sudah mulai mengangkat barang dan akan melintasi jembatan itu. Tentu saja, sebagai relawan dokumentasi, saya harus gesit dalam menangkap momen yang penting.  Jadi, saat mulai mendokumentasi, saya tidak memikirkan hal lain lagi. Setelah itu, saat melihat foto ini, saya merasa takut dan menyadari bahwa jembatan itu adalah jembatan yang ambruk dan fondasinya sudah tidak ada. Lihatlah, begitu banyak anggota Tzu Cheng yang melintasi jembatan yang melintasi jembatan  yang bagian bawahnya adalah jurang. Jika jembatan itu ambruk, konsekuensinya sungguh menakutkan,” sambung Yang Fu-long.

 

“Saat itu kita tidak merasa takut. Setelah Master Cheng Yen memberikan arahan untuk menjaga keselamatan diri, saya segera menemui Kakak Guo dan berkata padanya bahwa kita sepertinya kurang memperhatikan hal ini. Saya memberitahunya bahwa Master memberikan arahan pada kita untuk memperhatikan keselamatan diri kelak. Saat itu, kita mungkin berfokus pada penyaluran bantuan bencana sehingga tidak memikirkan keselamatan diri. Setelah Master memberikan arahan, kita baru menyadari bahwa saat itu kita sungguh sangat beruntung karena tidak mengalami kecelakaan,” kata Liang Qing-dian, relawan Tzu Chi lainnya.

Foto itu sungguh terlihat sangat menakutkan. Melihat foto ini, saya mulai mengingatkan relawan kita untuk tidak menempuh jalan yang berbahaya. Saya sering menggunakan foto ini untuk mengingatkan para relawan kita. Kita semua adalah makhluk awam dan hendaknya memperhatikan keselamatan diri. Foto ini diambil dalam sekejap. Kecelakaan juga bisa terjadi dalam sekejap dan konsekuensinya sungguh tak terbayangkan. Jadi, kita harus waspada.

Saya berharap saat mengadakan pelatihan relawan, kalian dapat menunjukkan foto ini dan menyampaikan apa yang saya katakan sekarang, yakni meningkatkan kewaspadaan dan menghindari jalan yang berbahaya saat menyalurkan bantuan bencana. Ini hendaknya juga dijadikan materi dalam pelatihan relawan.

Sungguh, relawan kita pernah terluka saat menyalurkan bantuan bencana. Pascabanjir besar tahun 2009, saat menyalurkan bantuan bencana. Pascabanjir besar tahun 2009, relawan di Kaohsiung dan Tainan mengarungi banjir untuk bersumbangsih. Ada beberapa relawan yang mengenakan sepatu bot dan kakinya tertusuk paku. Karena itu, saya meminta DA.AI Technology untuk mengembangkan alas sepatu antitusuk.


Pada tahun 2017, Taipei dilanda banjir besar dan banyak kaca yang pecah. Saat membersihkan pecahan kaca, relawan kita juga terluka. Relawan yang terluka mungkin bisa terinfeksi tetanus karena air kotor di lokasi bencana. Karena itu, DA.AI Technology juga mengembangkan sarung tangan antisobek.

Berhubung tahu ada relawan yang terluka maka timbul niat untuk mengembangkan produk pelindung keselamatan. Dengan prinsip yang sama, berhubung sering mengantarkan makanan hangat maka kita mengembangkan mobil dapur. Setelah menyalurkan bantuan bencana, kita terus menyempurnakan berbagai kekurangan kita. Kita bersumbangsih dengan cinta kasih dan welas asih, lalu melengkapinya dengan kebijaksanaan. Kini kita harus membalikkannya.

Kita harus terlebih dahulu menggunakan kebijaksanaan untuk mempertimbangkan faktor keselamatan, lalu bersumbangsih dengan cinta kasih dan welas asih. Kita juga bisa menjalankan misi dengan kebijaksanaan sekaligus cinta kasih dan welas asih.

Salah satu harapan saya kali ini ialah mengingatkan kalian untuk mengukir sejarah Tzu Chi,  menjadi saksi sejarah zaman sekarang, dan menulis sejarah bagi umat manusia. Sebagai Bodhisatwa dunia, kita menapaki Jalan Bodhisatwa dan membentangkannya ke seluruh dunia. Jalan Bodhisatwa dilandasi oleh Sutra yang berisi ajaran Buddha.

Saya sering berkata bahwa Sutra menunjukkan jalan dan jalan harus dipraktikkan. Jadi, kita harus bersungguh-sungguh membentangkan jalan, mengerti? (Mengerti). Kita harus membentangkan jalan bagi generasi muda serta mendampingi dan mewariskan cinta kasih pada mereka.  Terima kasih. Saya mendoakan kalian.

Menjangkau orang yang menderita dengan tekad yang teguh
Menjalankan misi dengan kebijaksanaan sekaligus cinta kasih dan welas asih
Mengatasi berbagai kesulitan dan mengakumulasi pengalaman
Menciptakan berkah bagi dunia dan mewariskan cinta kasih

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 31 Juli 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 2 Agustus 2019

Orang yang mau mengaku salah dan memperbaikinya dengan rendah hati, akan mampu meningkatkan kebijaksanaannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -