Ceramah Master Cheng Yen: Menolong Orang yang Menderita dengan Cinta Kasih Universal

Kita bisa melihat di Peru, ketidakselarasan unsur air telah memicu terjadinya tanah longsor sehingga banyak orang kehilangan tempat tinggal. Ini semua akibat ketidakselarasan unsur alam.

Kita semua harus meningkatkan kewaspadaan. Kita juga melihat sejarah Malaysia pada hari ini. Pada tanggal 1 Maret 2005, insan Tzu Chi di Kuala Lumpur, Malaysia mewakili Tzu Chi menandatangani nota kesepahaman dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

“Masalah utama bagi para pengungsi di Malaysia adalah mereka dianggap sebagai imigran ilegal. Berhubung dianggap ilegal, mereka tidak memiliki hak apa pun. Mereka yang tidak memiliki hak harus hidup di tengah tekanan masyarakat. Mereka bisa dipecat kapan saja. Setiap hari ada orang yang memeras mereka. Anak-anak dan perempuan juga terancam,” ujar Richard Towle, Perwakilan UNHCR di Malaysia.

“Sesungguhnya, kerja sama dengan UNHCR penuh dengan ketidakpastian. Mereka belum tentu memberikan dana kepada kami setiap tahun. Terlebih lagi, kini ekonomi global terus merosot. Karena itu, untuk memperoleh dana, mereka juga mengalami kesulitan. Kita bukan hanya mempertahankan hubungan kerja sama dan mengemban tanggung jawab sesuai besarnya dana yang mereka berikan saja. Kita berusaha berbuat lebih di luar perjanjian kami,” aku Jian Ci Lu, Ketua pelaksana Tzu Chi Kuala Lumpur dan Selangor.

Kedua belah pihak bekerja sama untuk membantu para pengungsi karena Malaysia tidak menandatangani Konvensi Pengungsi 1951. Karena itu, meski para pengungsi diizinkan untuk tinggal di Malaysia, tetapi mereka tidak terdaftar secara hukum. Tinggal selama apa pun di sana, mereka tetap tidak terdaftar. Jika tidak terdaftar, maka mereka tidak berhak untuk bekerja. Anak-anak juga tak dapat mengenyam pendidikan. Mereka juga tidak memperoleh jaminan kesehatan. Karena itulah, dibutuhkan bantuan dari organisasi amal.

“Meski sangat takut ditangkap oleh polisi, saya tetap harus datang ke klinik hari ini karena putra saya sakit parah,” ujar Kheum Tul Cin, Pengungsi dari Myanmar di salah satu klinik.

“Dahulu, saya masih berpikiran sempit. Saya ingin bekerja di rumah sakit swasta agar bisa mendapatkan lebih banyak uang. Lalu, saya berpikir, “Untuk apa mendapatkan begitu banyak uang?” Jadi, saya memutuskan untuk menjalankan tugas di sini dengan baik agar semakin banyak orang memperoleh manfaat,” cerita Fu Zhi-liang, Dokter Klinik Tzu Chi Kuala Lumpur.

Selama ini, insan Tzu Chi Malaysia sering memberikan bantuan kepada para pengungsi. Ada banyak anak pengungsi yang tidak dapat bersekolah. Pada tahun 1995, seorang anak muda berusia 20-an tahun, Alhafiz Hashim, merasa kasihan melihat anak-anak yang mengungsi ke Malaysia dan tidak dapat mengenyam pendidikan.

“Saat sedang mendorong sayuran, saya melihat anak-anak kecil yang bermain-main di sini. Mereka tidak beragama, tidak bersekolah, nakal, dan kasar. Saat itu, saya mengumpulkan beberapa anak dan pergi menemui orang tua mereka. Saya bertanya, ‘Anak-anak tidak bersekolah?’ Mereka berkata, ‘Di sini tak ada sekolah dan guru,’” cerita Ustaz Alhafiz Hashim, pendiri sekolah agama bagi pengungsi.

Berhubung merasa tidak tega, beliau pun mengajari anak-anak membaca Alquran. Beliau memulainya dari satu anak. Kini, setelah puluhan tahun, murid pertama yang beliau terima, Anwar, telah tumbuh dewasa. Beliau membimbing Anwar hingga Anwar bisa pergi ke Amerika Serikat (AS). Namun, Anwar tidak rela meninggalkannya. Anwar merasa bahwa gurunya merupakan penyelamatnya. Tahun demi tahun, gurunya semakin tua dan dirinya semakin dewasa. Di bawah bimbingan dan didikan gurunya, dia menguasai semua ritual dan ajaran agama Islam serta berbagai ilmu pengetahuan. Semua itu dapat dia peroleh berkat gurunya yang telah membimbingnya dengan kekuatan cinta kasih.

“Saat kecil, Anwar dirawat oleh ibunya. Ibunya mengonsumsi dan menjual narkoba. Ibunya memercayakannya kepada saya dan meminta saya membimbingnya hingga dewasa,” kenang Ustaz Alhafiz Hashim. “Ustaz bagaikan ayah saya. Saat saya masih kecil, beliaulah yang memberi saya uang, makanan, pakaian, dan pendidikan. Saya mendapat banyak bantuan dari Ustaz. Tanpa Ustaz, entah bagaimana saya sekarang. Kami bersyukur kepada Allah karena dapat bersekolah. Saya tidak ingin meninggalkan tempat ini. Saya senang tinggal di sini. Saya bersekolah di sini. Suatu hari nanti, saya akan mengajar di sini,” cerita Anwar, murid pengungsi.

Semangat dan ketulusan Ustaz Alhafiz Hashim berasal dari cinta kasih. Inilah kemurahan hati. Muridnya terus bertambah dari satu orang hingga kini menjadi 50 orang. Berkat sumbangsihnya, anak-anak pengungsi dapat bersekolah, mendapatkan perhatian, dan bertumbuh besar dengan aman dan tenteram. Murid pertamanya, Anwar, begitu memahami pikirannya. Kekuatan cinta kasih membutuhkan dukungan orang lain. Karena itu, Anwar melepaskan kesempatan pergi ke AS dan memilih untuk tetap tinggal di sana.

Bukankah anak itu bagaikan Purna yang membabarkan ajaran Buddha tanpa memedulikan diri sendiri? Purna menggenggam waktu untuk membabarkan ajaran Buddha di luar dan segera pulang untuk menerima ajaran  bersama para anggota Sangha. Bukankah Anwar juga demikian? Jadi, semua agama memiliki semangat yang sama, yakni bersumbangsih tanpa pamrih. Anwar rela mengorbankan keuntungan pribadi demi kepentingan semua orang. Ini sungguh mengagumkan.

Lihatlah para insan Tzu Chi Malaysia. Sejak tahun 2005 hingga sekarang, anggota Tzu Chi International Medical Association (TIMA) secara rutin menggelar baksos kesehatan demi melindungi kesehatan dan cinta kasih para pengungsi. Mereka bersumbangsih tanpa memandang perbedaan agama. Dengan kekuatan cinta kasih, semua orang saling membantu. Insan Tzu Chi sering menjangkau para pengungsi yang tidak terdaftar, tetapi menetap di wilayah Malaysia. Inilah sumbangsih insan Tzu Chi yang dilandasi oleh kekuatan cinta kasih.

Sungguh, hidup manusia penuh penderitaan. Saat kita bersumbangsih bagi orang yang menderita, bukankah cinta kasih kita bagaikan matahari di musim semi? Meski musim semi masih sangat dingin, tetapi saat matahari bersinar, jika berjemur di bawah sinar matahari, kita akan merasakan kehangatan. Inilah yang dibutuhkan di dunia ini. Kita harus bersumbangsih bagi orang yang menderita di dunia dengan sepenuh hati dan penuh cinta kasih. Semakin banyak orang yang memiliki cinta kasih, maka masyarakat akan semakin tenteram dan dunia akan semakin harmonis.

Orang-orang yang mengungsi ke negara lain menjalani hidup dengan sangat sulit

Memberikan pengobatan dan beasiswa kepada para pengungsi

Mengorbankan diri sendiri demi orang banyak dan mewarisi tekad guru

Menjadi matahari di musim semi yang membawa kehangatan bagi dunia

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 1 Maret  2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 3 Maret 2016

Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -