Ceramah Master Cheng Yen: Menumbuhkan Jiwa Kebijaksanaan

“Jika kebersihan kamar kecil terjaga, maka suasana hati orang yang menggunakannya juga akan lebih baik. Jika kamar kecil terlihat kotor, adakalanya orang tidak jadi menggunakannya. Kami yang membersihkannya merasa gembira, orang yang menggunakannya juga dapat memiliki suasana hati yang baik,” ujar Wang Zu, relawan lansia Tzu Chi. “Tingkat pertama dari Sepuluh Tingkatan Bodhisattva adalah sukacita. Kita harus belajar menjadi Bodhisattva. Kita belum menjadi Bodhisattva, hanya sedang belajar menjadi Bodhisattva. Jadi, hati kita harus penuh sukacita. Bersumbangsih dengan hati penuh sukacita, baru bisa mendatangkan kebahagiaan. Tidak bersumbangsih berarti kita membiarkan dua puluh empat jam dalam sehari berlalu begitu saja. Kita harus menggenggam setiap waktu untuk bersumbangsih. Bersumbangsihlah selagi kita mampu,”ujar Xu Wang Jiao, relawan Lansia Tzu Chi.

Lihatlah kedua Bodhisattva lansia itu. Mereka merupakan saudara sepupu yang telah berusia 80-an dan 70-an tahun. Lihatlah, mereka bersama-sama bergabung ke dalam Tzu Chi dengan tekad yang sama. Mereka memiliki kehidupan yang penuh makna. Hidup mereka sangat bernilai dan berkualitas. Sungguh, mereka membuat orang merasa bahwa kehidupan mereka sangat bernilai. Setiap hari, nilai kehidupan mereka  tidak pernah berkurang. Apakah lansia merupakan masalah di masyarakat? Bukan. Sekelompok besar lansia ini terus bersumbangsih bagi bumi. Mereka bersumbangsih dengan sepenuh hati. Kehidupan mereka sungguh mengagumkan. “Kami belajar dengan Master di “Universitas Tzu Chi”. Saya datang ke sini setiap hari. Jadi, saya menamakan tempat ini “Universitas Tzu Chi”. Kami tidak berkesempatan bersekolah. Jadi, kami berkata bahwa kami belajar di “Universitas Tzu Chi” agar tidak disebut orang tidak berpendidikan,” ujar Wang Zu.

“Dahulu kalian belajar bahasa Jepang?”

“Benar, bahasa Jepang.” 

“Kami hanya mengenal sedikit aksara Mandarin. Setelah bergabung ke dalam Tzu Chi, kami terus mendengarkan ceramah Master dan melakukan banyak hal. Jadi, kami banyak belajar di Tzu Chi. Kami sudah lupa akan aksara Mandarin yang kami pelajari dahulu. Ini semua kami pelajari setelah bergabung ke dalam Tzu Chi,”terang Xu Wang Jiao.

Belakangan ini, saya sering mendengar insan Tzu Chi berkata bahwa kini kehidupan mereka sangat bermakna dan mereka dapat menggenggam lebih banyak waktu. Dahulu, mereka selalu membiarkan waktu berlalu begitu saja dan lebih memilih untuk tidur. Kini, mereka bangun pagi-pagi untuk menghirup keharuman Dharma sehingga dapat lebih memahami segala hal dan materi di dunia ini.

“Lihatlah, Master begitu bekerja keras. Pagi-pagi sekali, sekitar pukul tiga, Master sudah bangun dan bersiap-siap memberikan ceramah. Jarak rumah kami dari sini cukup dekat. Mendengarkan ceramah Master secara langsung dan lewat televisi sungguh berbeda. Mendengarkan secara langsung setiap hari membuat kita terus terhubung dengan Dharma. Setiap hari, Master melakukan banyak persiapan untuk memberikan ceramah kepada kita agar kita dapat lebih memahami bagaimana menghindari jalan yang menyimpang pada zaman sekarang ini. Saya merasa bagaikan berada di Griya Jing Si dan sangat dekat dengan Master,” ujar Xu Wang Jiao.

Mendengar bagaimana mereka meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan kebijaksanaan, saya sangat tersentuh dan gembira. Sungguh, makna kehidupan bergantung pada kita bisa menggenggam waktu untuk  bersumbangsih atau tidak. Jika kita bisa melakukannya, kita akan memiliki kehidupan yang baik dan penuh makna. Dengan terjun ke tengah masyarakat dan mempelajari Dharma, kita dapat menyadari bahwa ternyata akumulasi noda dan kegelapan batinlah yang mendatangkan penderitaan. Setelah menyadari hal ini, kita harus melenyapkan noda batin kita dan jangan terlalu perhitungan. Setelah melenyapkan noda batin dan memahami kebenaran lewat pengalaman kita, kita dapat menyadarkan diri sendiri dan membawa manfaat bagi orang lain. Saat kita menyadari nilai kehidupan kita, kita dapat membawa manfaat bagi orang lain.

Dalam ceramah pagi ini, saya mengulas tentang Relawan Chang Hong-cai di Honduras. Dia terus bersumbangsih di sana selama hampir 20 tahun. Melihatnya bersumbangsih bagi masyarakat dan orang yang menderita, putranya merasa sangat kagum. Beberapa tahun yang lalu,Honduras dilanda bencana. Suatu kali, dalam pembagian barang bantuan, putranya yang sangat rupawan dan tinggi ini juga mengenakan rompi relawan untuk ikut membantu. Saat melihat lansia yang lemah dan sakit, anak ini dengan ramah mengobrol dengannya. Mendengar penderitaan yang dialami nenek itu,

anak ini pun meneteskan air mata. Welas asih anak ini sama dengan ayahnya. Di dalam hati putranya, Relawan Chang merupakan sebuah teladan.

Saat itu, banyak rumah yang rusak. Berhubung warga setempat hidup   kekurangan, sulit bagi mereka untuk membangunnya kembali. Relawan Chang dengan penuh cinta kasih, kesabaran, dan keteguhan hati terus memperhatikan warga setempat. Dia membangun sebuah ikrar agung, yakni membantu warga setempat membangun kembali rumah mereka.

Lalu, saya berkata kepadanya bahwa sumber daya di sana sangat terbatas dan warga di sana juga hidup kekurangan. Saya menyarankannya untuk menjalankan program bantuan lewat pemberian upah. Dengan begitu, kita dapat menstabilkan kehidupan mereka. kita juga mengajari mereka membuat batako. Kita akan membangun rumah bagi warga setempat dengan menggunakan batako-batako ini. Kita hanya membeli semen dan sebuah mesin pengaduk semen untuk mengaduk semen. Lalu, dengan membuat beberapa cetakan batako, kita bisa menjalankan program bantuan lewat pemberian upah bagi banyak warga setempat yang kehilangan pekerjaan.

“Dahulu kami tinggal di rumah yang didirikan dengan terpal plastik. Sangat tidak nyaman. Saat turun hujan, seisi rumah kami basah. Saya mengingat hal ini dengan jelas. Kami tidak percaya ini benar-benar nyata. Kami tidak perlu membayar. Dengan berpartisipasi dalam proyek pembangunan saja, kami bisa memiliki sebuah rumah seperti ini. Kini, kami memiliki sebuah rumah yang melindungi kami dari angin dan hujan. Kami yakin segalanya akan berjalan baik. Kami hanya bisa berterima kasih. Terima kasih,” ujar Rony Vaquedano, Warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Honduras.

Lihat, inilah nilai kehidupan para relawan kita. Mereka memanfaatkan sumber daya setempat Mereka memanfaatkan sumber daya setempat untuk mengurangi biaya pembangunan sekaligus menstabilkan kehidupan warga setempat. Mereka telah membantu banyak orang dan menginspirasi banyak warga setempat menjadi relawan kita. Banyak warga setempat yang mengubah pandangan hidup mereka dan mulai menuju arah yang benar. 

Para relawan kita menabur benih kebajikan untuk menyelamatkan semua makhluk. Ini sungguh membuat orang tersentuh. Setiap kali melihat laporan mereka, saya selalu sangat tercengang, tersentuh, dan memuji para relawan kita yang telah mengubah kehidupan warga setempat dan mendirikan rumah seperti ini bagi mereka. Ini sungguh menggembirakan dan membahagiakan.

Kehidupan manusia memang penuh dengan penderitaan. Namun, selama kita bersedia membangkitkan niat baik dan cinta kasih serta menghimpun kekuatan bersama, kita bisa menolong banyak orang.

Menghirup keharuman Dharma di pagi hari dan melenyapkan kegelapan batin

Meneladani sang ayah untuk menolong orang-orang yang menderita

Memanfaatkan sumber daya setempat dan memberi bantuan dengan cinta kasih berkesadaran

Menumbuhkan jiwa kebijaksanaan untuk menyadarkan diri sendiri dan orang lain

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 28 Oktober 2015

Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -