Ceramah Master Cheng Yen: Menyebarkan Cinta Kasih di Afrika


Tahun ini, di Afrika Selatan diadakan pelatihan fungsionaris untuk ke-33 kalinya. Saat diadakan kamp pelatihan, relawan dari berbagai negara di Afrika selalu berkumpul di Afrika Selatan. Tahun ini, Ci Lei yang berusia 80 tahun lebih mewakili saya melantik para relawan. Meski tangannya sudah kurang gesit, tetapi setiap menyematkan kartu relawan pada satu relawan, dia mengingatkan mereka untuk mewarisi tekad guru. Dia berkata pada satu demi satu relawan tanpa jemu. Yang lebih menyentuh adalah sekelompok relawan muda yang berikrar untuk meringankan tanggung jawab relawan senior kita yang sudah lanjut usia. Relawan Afrika Selatan yang bergabung pada masa-masa awal kini telah berusia 70-an hingga 80-an tahun. Saya sungguh sangat bersyukur kepada warga keturunan Tionghoa yang membawa benih Tzu Chi ke sana.

Jalinan jodoh Tzu Chi di Afrika berawal dari sekelompok warga keturunan Tionghoa di Afrika Selatan. Lebih dari 20 tahun yang lalu, mereka mengembangkan bisnis di Afrika Selatan. Ada yang memproduksi pakaian jadi dan lain sebagainya. Namun, selama beberapa waktu, terjadi pergolakan masyarakat. Selama itu, mereka merasa tidak tenang dan ingin meninggalkan Afrika Selatan. Namun, saya memberi tahu mereka bahwa kemana pun mereka pergi, kekuatan karma tidak akan berubah. Saya menyarankan agar mereka tetap tinggal di sana dan sungguh-sungguh bersumbangsih. Saya sangat bersyukur saat itu, para Bodhisatwa ini saling berbagi tentang saran saya dan memutuskan untuk tinggal di sana guna bersumbangsih bagi warga setempat. Sejak saat itu, mereka mengadakan pelatihan keterampilan sehingga menjalin jodoh baik dengan warga setempat.


Pelatihan keterampilan juga dilakukan dengan baik sehingga kondisi kehidupan warga setempat membaik. Karena itu, banyak warga setempat yang dengan hati penuh rasa syukur terus menyebarkan semangat Tzu Chi dan kekuatan cinta kasih. Sebagian relawan lokal juga hidup kekurangan, tetapi mereka memiliki tekad yang teguh. Setelah menyerap filosofi dan semangat Tzu Chi, insan Tzu Chi Afrika Selatan juga melakukan kunjungan lintas negara untuk menginspirasi relawan baru. Mereka berinisiatif menuju Swaziland untuk membimbing warga setempat.

Di Swaziland, relawan kita telah memperoleh pengakuan dari seorang kepala suku. Beliau adalah kerabat raja. Beliau menyumbangkan sebidang lahan yang luas kepada Tzu Chi. Ini sungguh membuat orang tersentuh. Insan Tzu Chi Afrika Selatan juga sering pergi ke Swaziland untuk berinteraksi dengan warga setempat. Setelah mengenal Tzu Chi, seorang pastor juga dengan tulus dan sungguh-sungguh mengemban misi Tzu Chi dan menyebarkan semangat Tzu Chi. Sekitar tiga tahun lalu, beliau juga kembali untuk dilantik.  Setelah pulang ke Swaziland, beliau menerapkan semangat Tzu Chi Setelah pulang ke Swaziland, beliau menerapkan semangat Tzu Chi dengan tekad yang teguh. Setelah kembali ke Swaziland, beliau sakit parah karena penyakit tuberkulosisnya kambuh. Insan Tzu Chi Afrika Selatan mencurahkan perhatian padanya.


Hingga kini, sudah enam tahun insan Tzu Chi menyebarkan semangat Tzu Chi di Swaziland. Lihatlah bagaimana mereka mengadakan pelatihan relawan. Mereka juga mengajarkan tata krama dengan memberi contoh secara langsung. Di sana, seorang pastor memiliki status sosial yang tinggi. Namun, dalam pelatihan ini, beliau memberi contoh yang salah, sedangkan seorang relawan lain memberi contoh yang benar. Mereka membimbing relawan baru dengan sepenuh hati. Dengan sepenuh hati, mereka menggarap ladang berkah di dalam hati. Tujuan mereka adalah mewarisi tekad guru dan mewariskan sumsum Dharma. Mereka bersungguh-sungguh menjalankan tekad di sana.

Lihatlah, tim konsumsi sangat bersungguh hati. Kayu bakar yang digunakan untuk memasak dibawa oleh para relawan kita dari rumah masing-masing. Seperti inilah dapur mereka. Mereka berada dalam kondisi serba sulit. Meski harus memasak di ruang terbuka, tetapi hati mereka dipenuhi sukacita. Jadi, apa yang disebut susah? Apa yang disebut sulit? Asalkan ada tekad, maka tiada hal yang sulit dan kita akan berpuas diri. Relawan Pan Ming-shui juga membabarkan Dharma di Swaziland. Dia membabarkan Dharma dengan berpesan pada para relawan untuk mewarisi tekad guru dan mewariskan sumsum Dharma. Demikianlah dia memutar roda Dharma. Meski detik demi detik terus berlalu dan manusia terus menua, tetapi ketulusan sumbangsih mereka telah menyentuh hati seorang warga keturunan Tionghoa. Bapak Xiao yang membuka pabrik di Swaziland sangat tersentuh melihat sumbangsih insan Tzu Chi. Dia bertekad untuk membantu membangun jalan guna memudahkan relawan kita menapaki Jalan Bodhisatwa. Dia juga diajak oleh relawan kita untuk melakukan survei kasus. Demikianlah Bodhisatwa membimbing semua makhluk.


Di Afrika Selatan, sumbangsih yang tulus ini merupakan suatu kekuatan besar. Kisah yang menyentuh sungguh banyak dan tak habis untuk diceritakan. Hidup manusia tidaklah kekal. Jika kita bisa mewariskan semangat Tzu Chi untuk selamanya dan membentangkan jalan dengan kekuatan cinta kasih untuk memudahkan langkah orang lain, berarti kita menciptakan pahala. Singkat kata, meski jalan yang ditempuh penuh rintangan, tetapi para relawan di Afrika bisa berjalan sambil bernyanyi  serta mengatasi semua rintangan dengan hati yang gembira. Mendengar nyanyian mereka dan melihat ketulusan mereka, pengusaha dari Malaysia, Bapak Xiao, berinisiatif membantu membangun jalan bagi mereka. Berkat ketulusan sumbangsih mereka, mereka bisa memperoleh dukungan dari orang lain. Kita bisa merasakan perasaan orang lain saat jalinan jodoh sudah matang. Berkat matangnya jalinan jodoh, Jalan Bodhisatwa bisa terbentang di Afrika.   

Menyebarkan cinta kasih lintas negara tanpa takut menempuh jarak jauh

Giat membimbing sesama meski kondisi kesehatan terganggu

Mengatasi berbagai kesulitan untuk mengikuti pelatihan relawan

Terbentang jalan yang lurus berkat matangnya jalinan jodoh  

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 1 Mei 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie

Ditayangkan tanggal 3 Mei 2018
Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -