Ceramah Master Cheng Yen: Menyebarkan Cinta Kasih Hingga ke Seluruh Dunia

Kata “Tzu Chi” berasal dari dua huruf Mandarin. “Tzu” berarti welas asih dan kebajikan, sedangkan “Chi” berarti menyelamatkan. Di dunia Tzu Chi, segala tindakan didasari oleh welas asih. Saya sudah memahami filosofi Tzu Chi. Sekarang, saya memutuskan untuk menjadi relawan Tzu Chi karena mereka pernah menolong saya dan banyak orang. Ini memberi saya inspirasi besar. Sekarang sudah saatnya untuk membalas budi. Bukankah yang kita lihat ini penuh kehangatan?

Filipina diterjang Topan Haiyan pada tahun 2013. Itu sudah dua hingga tiga tahun yang lalu. Saat itu, insan Tzu Chi mengajak warga setempat berpartisipasi dalam program bantuan lewat pemberian upah untuk merekonstruksi lokasi bencana yang hampir menjadi kota mati. Terhadap relawan Tzu Chi, warga setempat sangat bersyukur. Karena itu, banyak di antara mereka yang bergabung ke dalam barisan relawan Tzu Chi. Jadi, relawan lokal di sana tidak sedikit. Relawan Tzu Chi terus mendampingi dan berbagi semangat budaya humanis dengan mereka.

Kita juga terus menyosialisasikan semangat celengan bambu selama dua hingga tiga tahun ini. Mereka tidak pernah melewatkan pelatihan relawan. Kita juga mengajak mereka melakukan survei agar mereka dapat menyadari berkah. Selain Kota Tacloban, pada tahun 2013, Pulau Bohol juga diguncang gempa bumi yang mendatangkan bencana besar. Bantuan insan Tzu Chi di sana juga menginspirasi banyak orang untuk mengikuti pelatihan relawan. Ini semua berkat insan Tzu Chi Filipina yang mengerahkan kekuatan cinta kasih untuk bekerja sama dengan harmonis. Inilah Bodhisatwa dunia.

Estafet cinta kasih dan himpunan kekuatan cinta kasih sungguh membuat orang tersentuh. Kita juga bisa melihat Myanmar. Akibat hujan deras di Myanmar dari bulan Juli hingga Agustus tahun lalu, tanaman pangan mengalami gagal panen sehingga tidak ada bibit untuk bercocok tanam. Sejak saat itu, insan Tzu Chi telah membagikan bibit padi sebanyak 44 kali. Hingga kini, relawan kita masih terus mendampingi dan memperhatikan warga setempat. Karena itu, banyak di antara mereka yang ingin bergabung menjadi relawan Tzu Chi dan mulai mengikuti pelatihan relawan.

U Aung Thein, Ketua RT, mengatakan “Bantuan Tzu Chi telah menyadarkan saya. Karena itu, saya akan berhenti mengunyah pinang dan mulai berbuat baik. Ada tiga anggota keluarga saya yang mengikuti pelatihan relawan. Saya berharap anak-anak saya yang lain juga dapat bergabung dengan Tzu Chi. Ini bermanfaat bagi masyarakat karena orang baik terus bertambah.” Ei Ei Aung, putri kedua ketua RT juga menambahkan, “Melihat tutur kata dan tindakan ayah saya menjadi lebih lembut setelah menjadi relawan, saya juga ingin bergabung. Kita bisa melihat mereka mengubah tabiat buruk setelah mengikuti pelatihan relawan.”

Seperti inilah relawan kita menabur benih cinta kasih. Selain membagikan bibit padi, kita juga memberi pendampingan dan curahan cinta kasih dalam jangka panjang. Tindakan nyata para relawan kita telah tertanam dalam-dalam di lubuk hati warga setempat. Bibit padi di sawah mudah dirusak oleh badai, tetapi benih kebajikan di dalam hati akan terus bertahan hingga selamanya, bahkan satu benih bisa bertumbuh menjadi tak terhingga. Relawan kita bersumbangsih dengan tulus untuk merekrut lebih banyak Bodhisatwa dunia.

Begitu pula dengan Tzu Chi Amerika Serikat. Insan Tzu Chi di Philadelphia juga mengadakan kegiatan dalam rangka Ultah Tzu Chi yang ke-50. Mereka kembali pada semangat 50 tahun lalu yang mengimbau orang-orang untuk berbuat baik dengan dana kecil. Saya merasa sangat terhibur melihatnya. Karena itulah, saya sering berkata bahwa kita harus mempelajari sejarah Tzu Chi. Kita harus lebih memahami bagaimana kita membentangkan jalan di Taiwan serta bagaimana kita memperpanjang jalinan kasih sayang dan memperluas cinta kasih selama 50 tahun ini. Setiap kali Taiwan dilanda bencana, insan Tzu Chi selalu mencurahkan perhatian dengan penuh kasih sayang. Apa pun yang terjadi, kita selalu bersumbangsih dengan cinta kasih.

 Kita selalu membentangkan jalan cinta kasih, memperpanjang jalinan kasih sayang, dan bersumbangsih dengan penuh ketulusan. Insan Tzu Chi di Serbia juga demikian. Relawan kita telah berada di Serbia selama hampir sebulan. Kita telah membuka pintu hati para pengungsi sehingga mereka bisa tersenyum dan memperhatikan satu sama lain. Inilah yang kita lihat di sana. Semua orang di seluruh dunia adalah satu keluarga. Insan Tzu Chi mengajari mereka bernyanyi dan mengajari anak-anak tata krama. Relawan kita menganggap anak-anak pengungsi bagai anak sendiri. Relawan kita juga mendekatkan hubungan antar pengungsi dan meringankan penderitaan batin mereka. Inilah insan Tzu Chi yang bersumbangsih dengan sepenuh hati dan penuh cinta kasih di Serbia.

Di Afrika, kita bisa melihat sekelompok murid SMA yang telah didampingi insan Tzu Chi selama delapan tahun. Kita juga berbagi Kata Renungan Jing Si di sekolah. Kepala sekolah sangat bersyukur. Kita bisa melihat mereka mempersembahkan pementasan adaptasi Sutra. Ini sungguh tidak mudah. Meski memiliki warna kulit dan keyakinan yang berbeda-beda, tetapi jika kita memiliki semangat budaya humanis dan cinta kasih yang sama maka di dunia ini, akan tercipta tanah kedamaian. Tanah ini akan terbentang di dalam hati setiap orang sehingga setiap orang dapat menuju arah yang damai.

 Jadi, saya berharap setiap orang bisa memahami bahwa Tzu Chi berasal dari Taiwan dan apa saja yang telah dilakukan oleh insan Tzu Chi bagi Taiwan. Kini benih cinta kasih telah tersebar hingga ke seluruh dunia. Ada banyak relawan luar negeri yang menjangkau daerah di sekitar mereka untuk mengembangkan cinta kasih dan menabur benih cinta kasih. Relawan luar negeri saja bisa melakukannya. Karena itu, insan Tzu Chi Taiwan seharusnya lebih memahami sejarah Tzu Chi. Jadi, kita harus senantiasa bersungguh hati.

Menjadi teladan dengan melakukan praktik nyata demi menanam benih kebajikan

Melenyapkan tabiat buruk dan membimbing sesama

Ketulusan kasih sayang insan Tzu Chi membuka pintu hati para pengungsi

Menyebarkan cinta kasih hingga ke seluruh dunia

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Maret 2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 31 Maret 2016
Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -