Ceramah Master Cheng Yen: Menyelami Sutra Teratai dan Sutra Makna Tanpa Batas


Tzu Chi kembali ke kampung halaman Buddha. Sejak awal mendirikan Tzu Chi, saya selalu memiliki sebuah tekad untuk membalas budi luhur Buddha. Bagaimana membalasnya? Jika Buddha tidak bertekad untuk mencapai pencerahan dan tidak membabarkan Dharma di dunia, hari ini tidak akan ada ajaran Buddha. Jadi, saya sangat bersyukur karena ajaran Buddha terus ada selama lebih dari 2.000 tahun.

Sesungguhnya, guru saya hanya memberi sebuah pesan singkat yang berbunyi, "Demi ajaran Buddha, demi semua makhluk." Sejak saat itu, saya mulai bekerja demi ajaran Buddha dan demi semua makhluk. Untuk bekerja demi ajaran Buddha dan semua makhluk, diperlukan cara. Bagaimana menjadikan tekad demi ajaran Buddha, demi semua makhluk ini agar seperti benih yang bisa tertanam di lubuk hati setiap manusia?

Sutra Makna Tanpa Batas adalah sarana yang paling bisa menyampaikan maksud saya secara menyeluruh. Jadi, sejak muda, saya menyalin Sutra Makna Tanpa Batas segores demi segores. Saya juga menyalinnya menggunakan kuas, pulpen, dan pensil. Saya menuliskannya menggunakan 3 alat tulis. Dari sanalah, jalinan jodoh terbentuk.


Kini, murid-murid saya menggunakan lagu untuk melantunkan Sutra ini dalam bentuk himne. Selain dilantunkan, lantunan ini juga direkam. Jika lantunan kidung suci seperti ini bisa dijadikan rekaman, saya berharap ia dapat sampai ke setiap ladang pelatihan untuk digunakan oleh orang-orang dalam pelatihan bersama.

Kata-kata dari Sutra dan irama kidung suci bisa tetap berada di ladang pelatihan kita ataupun di dalam hati setiap orang. Dengan begitu, kita akan selalu mengingat dan menyimpannya dalam hati. Suara dan irama indahnya pun akan terngiang dengan sendirinya di dalam kepala. Ini adalah cara membimbing lewat suara.

Kita harus menggunakan berbagai macam cara untuk membimbing semua orang memasuki pintu Sutra Teratai. Dari dalam hati, hendaknya kita terdorong untuk membuka pintu Sutra Teratai ini dan menyerap ajaran Buddha. Semua orang memiliki hakikat kebuddhaan. Saya berharap hakikat kebuddhaan kita bisa menyatu dengan lantunan suara menakjubkan seperti itu sehingga membangunkan batin kita. Dengan irama indah seperti itu, Dharma pun dapat masuk ke dalam hati.

Melihat para guru besar ikut berpartisipasi, saya sungguh bersyukur. Saya berharap orang-orang bisa sering melantunkan Sutra Teratai. Saya juga berharap kita bisa membuka pintu Tzu Chi agar irama Sutra Teratai bisa meresap ke dalam batin manusia. Inilah cara menggunakan Dharma untuk menyebarkan ajaran Buddha.


“Hanya ada 20 persen dari perempuan India yang memiliki kesempatan untuk bekerja. Hari ini, kami akan membagikan tentang materi pelatihan seputar keahlian, khususnya menjahit, merajut, dan kerajinan tangan,”
kata Sio Kee Hong, Wakil ketua Tzu Chi Cabang Selangor dan Kuala Lumpur.

“Secara tradisional, diskriminasi berdasarkan sistem kasta di India sangat lazim sehingga ada sangat banyak orang yang terjebak dalam pemikiran bahwa mereka sudah tidak ada harapan lagi dalam hidup. Jadi, mereka memilih berhenti berharap dibandingkan mencari pekerjaan. Pada saat inilah, kami datang dan mulai memberikan bimbingan psikologis pada mereka agar mereka bersedia menghadiri kelas menjahit kita,” lanjut Sio Kee Hong.

“Kebanyakan dari para perempuan ini tidak mengenyam pendidikan. Mereka tidak memiliki pengetahuan, pendidikan, ataupun keahlian. Mengajarkan keahlian pada mereka adalah persoalan mudah, tetapi untuk mentransformasi pola pikir mereka, dibutuhkan waktu yang lebih lama,” pungkas Sio Kee Hong.

Saya selalu memikirkan bagaimana membawa Dharma masuk ke kampung halaman Buddha. Sekarang, jalinan jodoh telah matang.

“Selamat pagi, semuanya. Saya ingin berbagi dengan kalian tentang pengalaman kami di Lumbini, Nepal. Kami memulainya dari mengajarkan cara menjahit. Kini, kami melatih hampir 100 perempuan. Mulanya, kami hanya berniat untuk menunjukkan kepada mereka cara menggunakan mesin jahit dan beberapa teknik dasar dalam menjahit. Hanya itu saja,” kata Cecilia Ong, relawan Tzu Chi.

“Namun, lama-kelamaan, kami menyadari bahwa mereka tidak mengerti cara berhitung. Mereka juga tidak bisa berbicara dalam bahasa Nepal dasar. Mereka bahkan tidak tahu cara menggunakan gunting. Kami harus memperlakukan mereka seperti murid TK dan membimbing mereka setahap demi setahap,” lanjut Cecilia Ong.

“Kami tidak bermaksud untuk membuat mereka menjadi mesin pencetak uang, melainkan ingin mereka kembali untuk memperhatikan komunitas dan lingkungan masyarakat mereka. Perempuan dapat menolong sesama perempuan jika mereka sendiri sudah diberdayakan,” pungkas Cecilia Ong.


Saya sangat bersyukur pada sekelompok perempuan baik dari Malaysia, yang salah satunya ialah Ci Wei. Mereka mengikuti langkah Dokter Tang dari belakang dan mulai bergerak membimbing warga lokal. Mereka mengumpulkan beberapa perempuan di desa itu untuk diajarkan cara menjahit.

Yang lebih dibutuhkan ialah wirausahawan setempat untuk mempromosikan kerajinan tangan mereka. Dengan begitu, kita bisa mempromosikan kerajinan tangan itu dengan baik dan mengajari keahlian pada mereka. Jika tidak, mereka akan putus harapan. Dengan lingkungan kehidupan mereka yang kumuh dan miskin, bagaimana kita dapat mengubah kehidupan mereka? Kita hanya perlu bersungguh hati dan berjalan maju selangkah demi selangkah.

Dua kaki tidak dapat membawa kita berjalan jauh. Kita perlu sekelompok orang yang ingin berjalan bersama agar bisa terus melangkah maju. Karena itu, kita perlu sekelompok Bodhisatwa. Layaknya kunang-kunang yang butuh kelompok, Bodhisatwa dunia juga perlu kelompok. Hanya dengan menghimpun kekuatan kelompok, barulah kita dapat melenyapkan penderitaan di dunia.

“Saya ingin menjadi seorang perancang busana. Ini adalah mimpi saya sejak kecil. Kini, saya berkesempatan untuk mewujudkannya. Saya bisa menunjukkan sertifikat saya dan mengajar dalam kelas menjahit. Dengan menjalankannya setahap demi setahap, saya bisa lebih dekat dengan mimpi saya,” kata Swastika Chaudhary, peserta kelas menjahit.

Kita dapat melihat kemajuan yang sangat pesat. Lihatlah sekelompok perempuan muda dan ibu-ibu ini. Mereka tidak perlu lagi duduk di atas tanah dan menatap rumah bobrok mereka dengan tatapan kosong, juga tidak perlu lagi duduk di tanah sambil memandangi langit setiap harinya.

Mereka sekarang dapat menatap lurus ke arah berbagai karya yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri. Mereka pun mendapatkan rasa percaya diri dan rasa pencapaian. Perasaan-perasaan inilah yang memampukan mereka untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Melihat semua ini, rasanya setimpal dengan kesungguhan hati yang telah kita berikan.

Menanam benih kebajikan demi membalas budi luhur Buddha
Kidung suci yang agung menggemakan suara yang indah
Menyelami Sutra Teratai dan Sutra Makna Tanpa Batas
Melenyapkan penderitaan dengan bersama-sama berbuat baik

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 13 Mei 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 15 Mei 2025
Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -