Ceramah Master Cheng Yen: Menyerap Dharma ke Dalam Hati dan Tekun Melatih Diri

“Mari kita sebarkan cinta kasih,” ucap semua murid TK Tzu Chi Hualien.

“Pakaian siapa ini?”

“Pakaian kami,” jawab murid-murid TK Tzu Chi.

“Ini pakaian kami waktu kami kecil,” jawab salah satu murid.

“Di sini ada baju dan celana,” ucap Chen Kuan, murid TK lainnya.

“Untuk siapa pakaian ini?”

“Untuk anak-anak di Afrika,” jawab Chen Kuan.

“Karena lingkungan tempat tinggal kita jauh lebih baik dari mereka, kita ingin menyumbangkan sedikit pakaian agar mereka juga bisa mempunyai pakaian seperti kita dan hidup lebih baik,” kata Qiu You-cheng, murid SD Zhongyuan, Hualien, Taiwan.

Kita bisa melihat pendidikan cinta kasih. Pakaian yang disumbangkan anak-anak masih dalam kondisi layak pakai. Mereka sudah diajari untuk membersihkan dan merapikan pakaian dengan rasa hormat.

 

Saat mereka membawa pakaian, kita juga mengajari mereka untuk melipat dan menyusunnya ke dalam kardus. Dengan demikian, setelah kardus-kardus itu dikirimkan ke lokasi bencana, orang-orang yang membutuhkan dapat menerima pakaian yang rapi seperti pakaian baru. Demikianlah kita menghormati penerima bantuan. Antarmanusia hendaklah saling membantu.

Pada bulan Maret lalu, kita bisa melihat terjangan siklon Idai membawa dampak bencana serius bagi tiga negara di Afrika Timur. Saya sering mengulas tentang Mozambik karena kita sudah menginspirasi relawan lokal di sana dan memiliki sebuah kantor di Maputo. Lahan tempat berdirinya kantor kita disumbangkan oleh Bapak Chen.

Relawan kita mengajak warga setempat untuk berkumpul di sana guna mendengar Dharma. Untuk memahami ceramah saya, mereka membutuhkan berbagai lapis penerjemahan. Namun, hati mereka sangat dekat dengan hati saya. Mereka selalu melakukan apa yang saya ingin semua orang lakukan. Mereka sungguh tekun dan bersemangat serta dekat dengan hati saya.

Selama beberapa tahun ini, sudah ada lebih dari 3.000 orang yang mengikuti pelatihan relawan. Mereka mempertahankan tekad untuk mendalami Dharma. Meski terlahir di negara tertinggal dan hidup kekurangan, mereka bisa menapaki Jalan Bodhisatwa serta membangun tekad dan ikrar untuk bersumbangsih di tengah masyarakat.

Tahun lalu, saat Indonesia diguncang gempa bumi, mereka juga turut membantu. Mereka memotong gelagah, membersihkannya, lalu menjemurnya di bawah cahaya matahari. Mereka menganyamnya menjadi tikar dan menjualnya demi menolong sesama. Mereka juga mendaur ulang karung dari beras yang kita bagikan menjadi tas ramah lingkungan dan menjualnya untuk menghimpun dana. Jadi, mereka sungguh luar biasa.

 

Saya mengimbau orang-orang di dunia ini untuk memperhatikan sesama bagaikan satu keluarga. Karena imbauan saya inilah, para relawan di Mozambik berusaha untuk menolong sesama yang membutuhkan. Demikianlah cara mereka menyambut imbauan saya. Jadi, tidak peduli kaya atau miskin, asalkan memiliki niat, kita pasti mampu menolong sesama.

Kisah yang menyentuh sangatlah banyak. Saat terjadi bencana, kita selalu berusaha memberi bantuan dengan sumber daya setempat. Di Zimbabwe, relawan kita terus mencurahkan perhatian. Setelah mendapati bahwa sebuah sekolah di pedesaan mengalami kerusakan, relawan kita mengajak warga setempat untuk memperbaiki atap sekolah tersebut sehingga murid-murid bisa belajar dengan tenang.

“Kami berterima kasih pada Yayasan Tzu Chi. Semoga Tuhan memberkahi kalian. Pascasiklon Idai, satu ruang kelas dipadati 100 murid. Sangat sulit untuk belajar seperti itu. Kini mereka tidak perlu seperti itu lagi. Terima kasih,” kata Chaminuka, seorang guru di Zimbabwe.

“Banyak murid di sekolah ini yang merupakan anak yatim piatu. Ada pula yang orang tua bekerja di luar kota sehingga mereka dirawat oleh kakek dan nenek mereka. Wali mereka sudah lansia dan tidak bekerja. Jangankan membeli seragam dan alat tulis, makan kenyang 3 kali dalam sehari pun sulit,” kata Juliet Chibandamawe, wakil kepala sekolah di Zimbabwe.

“Ini adalah kebun sayuran kami. Hari ini giliran kami menyiram sayuran. Setelah panen nanti, kami bisa makan sayuran,” kata salah satu murid di sekolah Zimbabwe.

Demikianlah kita memberi bantuan dengan sumber daya setempat. Meski insan Tzu Chi setempat juga kekurangan, tetapi dengan membangkitkan kekayaan batin, mereka dapat membantu pembangunan sekolah sehingga murid-murid di sana dapat bersekolah dengan tenang. Mereka sungguh patut dipuji. Mengapa mereka tidak meminta dukungan Tzu Chi Taiwan?


Karena mereka berusaha menjalankan apa yang saya katakan, yaitu memanfaatkan sumber daya setempat dan menjalankan misi secara mandiri. Mereka berusaha semaksimal mungkin. Ini sangat baik karena para relawan bisa belajar untuk menuntaskan misi di tengah keterbatasan. Dengan beras yang kita bagikan, kelangsungan hidup warga dapat terjaga.

Selain itu, pembagian beras juga menginspirasi banyak relawan. Meski kita hanya bisa membagikan beras dalam jumlah kecil, tetapi penerima bantuan selalu berterima kasih pada Tzu Chi. Mereka memiliki hati yang murni dan selalu menghargai barang bantuan yang mereka terima meski hanya sedikit. Selain penderitaan yang didatangkan oleh bencana, kita juga bisa melihat kebajikan. Pola hidup manusia yang boros telah menimbulkan bencana alam.

Singkat kata, ulah manusia telah membuat perubahan iklim semakin ekstrem. Setiap hari, lewat siaran berita, kita bisa melihat bahwa temperatur bumi meningkat dengan pesat. Kita bisa merasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini jauh lebih cepat dari perkiraan. Kita harus tersadarkan dan menenangkan hati.

Kita hendaknya meneladani Bodhisatwa Sadaparibhuta yang menjalani hidup dengan sederhana serta senantiasa berpuas diri dan bersyukur. Berhubung memiliki keyakinan mendalam terhadap Dharma, Bodhisatwa Sadaparibhuta sangat berpuas diri dan bersyukur. Beliau menghargai dan meyakini Dharma serta selalu memperlakukan orang lain dengan rendah hati dan penuh hormat. Inilah yang harus kita latih. Ini bukanlah hal yang mustahil.

Relawan yang sangat kekurangan juga bisa membantu pembangunan kembali sekolah. Asalkan ada niat, batin kita akan kaya dan tidaklah sulit untuk melatih diri.

Orang kurang mampu yang menolong sesama sungguh luar biasa
Memanfaatkan sumber daya setempat dan menjalankan misi secara mandiri
Menyerap Dharma ke dalam hati serta tekun dan bersemangat melatih diri
Melatih diri dengan bersikap rendah hati dan penuh hormat

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 01 November 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 03 November 2019

Bila kita selalu berbaik hati, maka setiap hari adalah hari yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -