Ceramah Master Cheng Yen: Merasa Damai dan Tenang dengan Meneladani Hati Buddha

“Putra sulung saya punya pemikiran sendiri. Kami tidak bisa melakukan apa-apa. Saat dia masih bersekolah, dia memanjat tembok dan bolos sekolah. Kami hanya bisa mencarinya dan menyerahkannya pada guru. Apa lagi yang bisa kami lakukan? dan menyerahkannya pada guru. Apa lagi yang bisa kami lakukan? Kami hanya bisa memarahinya dan menasihatinya untuk tidak mengulanginya. Begitu diajak oleh temannya, dia akan pergi. Kami tidak bisa melakukan apa-apa,” tutur Li Jin-dan, relawan Tzu Chi.

“Dengar-dengar, sebelumnya putramu pernah berkelahi dengan ayahnya?” tanya Staf Da Ai TV

“Saya berkata pada putra saya bahwa dia tidak boleh memperlakukan ayahnya seperti itu,” jawab Li Jin-dan.

“Apakah kamu berharap putra sulungmu bergabung dengan Tzu Chi?”

“Ya.”

“Pernahkah kamu memberitahunya?”

“Ya. Sekarang, saya menyuruhnya untuk membantu menyusun kantong plastik setiap hari Kamis.”

“Dia membantumu melakukan daur ulang?”

“Ya, dia membantu menyusunnya.”

“Melihat dia datang untuk membantu, bagaimana perasaanmu?

“Saya sangat gembira,” kata Li Jin-dan.

Dalam hidup ini, kita sering mendengar tentang orang-orang yang menyambut kelahiran dengan gembira. Namun, seiring pertumbuhan anak-anak, mereka harus mengkhawatirkan banyak hal. Pertumbuhan anak-anak membutuhkan waktu yang panjang. Jadi, setelah memiliki anak, orang-orang akan mengkhawatirkan lancar atau tidaknya pertumbuhan anaknya serta anaknya patuh atau tidak. Demikianlah kehidupan. Orang tua selalu memiliki kekhawatiran seperti ini.


Kemudian, anak-anak akan memasuki usia dewasa, lalu paruh baya. Waktu berlalu dengan cepat. Usia paruh baya bagai bulan purnama pada musim gugur. Bagai bulan yang cemerlang di langit, pada usia paruh baya, orang-orang baru meraih pencapaian yang gemilang. Meski demikian, tidak lama kemudian, mereka akan memasuki usia lanjut. Saat orang-orang sudah berusia lanjut, kondisi fisik dan batin mereka kondisi fisik dan batin mereka tidak bisa dipahami oleh anak muda.

“Saat suaminya baru meninggal dunia, dia selalu terlihat seperti ini. Setiap ucapannya diiringi tangisan,” kata Chen Yu-jiao relawan daur ulang.

“Anda bisa lupa mematikan kompor gas dan hal-hal lainnya, mengapa tidak melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan?,” tanya seorang staf Da Ai TV.

“Kamu tidak mengerti. Saat kamu seumur saya, kamu baru akan mengerti. Ada seorang relawan Tzu Chi yang tinggal di lantai 5 di seberang. Setelah suami saya meninggal dunia, dia mengajak saya melakukan daur ulang agar saya tidak tenggelam dalam kesedihan. Saya pun pergi bersamanya agar tidak bosan di rumah,” kata Huang Rui, relawan daur ulang.

Masyarakat zaman sekarang menyerukan perawatan jangka panjang karena merasa lansia adalah suatu masalah. Pada usia muda, mereka bersumbangsih bagi keluarga. Pada usia paruh baya, mereka bekerja keras demi mengembangkan karier. Pada usia lanjut, mereka hendaknya bisa menghabiskan sisa hidup mereka dengan tenang bersama anak cucu mereka di rumah. Namun, kini, ingin berada di rumah untuk menghabiskan sisa hidup mereka bersama anak cucu saja sangat sulit. Inilah yang disebut penderitaan akibat keinginan tidak tercapai.

Pada usia lanjut, sulit untuk memiliki tubuh yang sehat dan berkumpul dengan keluarga. Berinteraksi dengan anak-anak mereka saja tidak mudah. Mereka menderita atau tidak? Inilah yang diajarkan oleh Buddha, penderitaan akibat keinginan tidak tercapai. Selain itu, juga ada penderitaan akibat penyakit.


Kini lansia yang hidup sebatang kara atau hanya hidup bersama pasangannya terlihat di mana-mana. Sebagian besar lansia hanya hidup bersama pasangannya atau hidup sebatang kara. Hidup ini penuh dengan penderitaan. Meski demikian, para lansia bisa bersenang-senang di tengah penderitaan. Jadi, kita harus menggenggam waktu yang ada untuk bersumbangsih selagi kita masih bisa bergerak. Dengan demikian, suatu hari nanti, kita bisa mengenang sumbangsih kita sebelumnya. Jika kita melakukan setiap hal tanpa melanggar hati nurani kita, kita akan merasa tenang.

“Hidup ini sangat singkat. Berapa lama lagi saya bisa bersumbangsih? Jika tidak bersumbangsih hari ini, besok saya akan menyesal. Kegiatan daur ulang dapat membantu kita melatih diri. Jika tidak bersumbangsih, bagaimana bisa memperoleh pencapaian? Dengan bersumbangsih, kita akan memperoleh pencapaian yang tidak berwujud. Jika tidak menggenggam waktu untuk bersumbangsih, kita akan menyesal. Kesempatan untuk bersumbangsih pun hilang,” ujar Chen Guo-xiong, relawan Tzu Chi.

Kita melihat seorang relawan daur ulang di Taichung, Chen Guo-xiong. Dia telah mendedikasikan diri di Tzu Chi lebih dari 20 tahun. Dia telah mendedikasikan diri di Tzu Chi lebih dari 20 tahun. Dia bergabung lewat pintu daur ulang. Hingga kini hampir berusia 80 tahun, dia tidak pernah absen sehari pun dari kegiatan daur ulang. Dia berkata bahwa dia melakukannya dengan gembira karena telah mendalami Dharma. Karena meneladani hati Buddha, dia merasa gembira, damai, dan tenang.

“Saya sudah terbiasa melakukannya. Istri saya sering memarahi saya, “Kamu bodoh sekali. Orang seumurmu sedang menikmati hidup, kamu malah bekerja keras.” Saya berkata, “Tidak apa-apa, saya hanya melakukan hal yang benar.” Master mengajari kita untuk melakukan hal yang benar. Saya sudah melakukannya, bisakah saya berhenti di tengah jalan? Sesulit apa pun, saya akan bertahan,” tambah Chen Guo-xiong.

Dia sangat bijaksana dan mawas diri. Apa pun yang orang lain katakan padanya, dia tetap melakukan hal yang benar. Dia berpegang pada ajaran saya dan tidak terpengaruh oleh orang lain. Dia melatih diri dengan tekad yang teguhselama lebih dari 20 tahun. Dia melatih diri dengan melakukan daur ulang.

“Melakukan daur ulang termasuk melatih diri. Kita belajar menenangkan pikiran. Saat ada orang yang memberikan sampah yang tidak bisa didaur ulang, kita jangan marah. Kita harus bersumbangsih dengan sukacita. Jangan berkeluh kesah ataupun memarahi orang lain. Itu tidaklah benar. Orang lain bagaikan cermin bagi kita. Memarahi orang lain juga berarti memarahi diri sendiri. Ini termasuk sejenis pelatihan diri,” pungkas Chen Guo-xiong.


Saat dia bersumbangsih dengan gembira dan bisa menjaga pikiran, dia telah meneladani hati Buddha. Saya sering berkata bahwa kita harus menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri. Melindungi bumi merupakan tanggung jawab setiap orang. Betapa bijaksananya dirinya. Dengan fisik dan batin yang sehat, dia melakukan hal yang benar dan ingin dilakukannya. Jadi, kita harus menggenggam waktu selagi kita mampu bersumbangsih.

Siapa yang menggarap ladang berkah, dialah yang akan menuai berkah. Kita harus ingat bahwa hidup ini penuh dengan penderitaan. Ketidakkekalan bisa datang dalam sekejap dan mendatangkan penderitaan yang menyedihkan. Karena itu, kita harus menggenggam waktu.

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Seiring berlalunya waktu, usia kehidupan kita juga berkurang. Saya sering mengucapkan kalimat ini untuk menyemangati orang-orang. Kebenarannya memang demikian. Seiring berlalunya satu hari, usia kehidupan juga berkurang satu hari. Bagai ikan di kolam yang airnya berkurang sedikit demi sedikit, di waktu dan ruang ini, usia kehidupan kita juga terus berkurang.

Kita hendaknya senantiasa mengingatkan diri sendiri akan hal ini. Saya sangat bersyukur atas kesungguhan hati dan cinta kasih kalian. Kalian membuka dan membentangkan Jalan Bodhisatwa dengan segenap hati dan tenaga. Jalan ini harus terus dibentangkan. Terima kasih atas kesungguhan hati dan cinta kasih kalian.


Ketidakkekalan bisa datang dalam sekejap dan mendatangkan penderitaan tak terkira

Menggenggam waktu untuk menggarap ladang berkah

Giat menghirup keharuman Dharma dan melindungi bumi

Merasa damai dan tenang dengan meneladani hati Buddha

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 Oktober 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 27 Oktober 2018

Orang yang selalu bersumbangsih akan senantiasa diliputi sukacita. Orang yang selalu bersyukur akan senantiasa dilimpahi berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -