Ceramah Master Cheng Yen: Sepuluh Tahun Cinta Kasih di Myanmar


Jalinan jodoh Tzu Chi dengan Myanmar tahun ini memasuki tahun ke-10. Pada saat itu, kita membantu mulai dari bantuan darurat hingga membuat mereka bisa bercocok tanam sendiri. Kita membantu mereka untuk dapat kembali bercocok tanam. Tzu Chi membagikan banyak benih di beberapa kabupaten dan provinsi. Saat akan membagikan benih, kita harus khusus memilih benih yang terbaik. Jadi, saat itu semuanya sangat bersungguh hati hingga benih mereka tertanam di sawah. Saya sangat berterima kasih kepada insan Tzu Chi Penang, Malaysia yang telah sering bolak-balik memberikan perhatian. Bahasa Myanmar berbeda dengan bahasa kita, tetapi tidak menjadi hambatan dalam menjalankan misi Tzu Chi. Relawan tetap menjalankan misi Tzu Chi dengan semangat dan tanpa berhenti.

Bapak U Thein Tun terus menyebarkan semangat celengen beras. Misalnya, satu keluarga terdiri atas 4 orang. Saat akan memasak nasi, mereka akan menaruh beras sesuai ukuran ke dalam panci, lalu mengambil kembali segenggam beras dari dalam panci untuk ditaruh di dalam guci plastik. Dengan begitu, Bapak U Thein Tun mengumpulkan banyak botol plastik yang berisi beras. Dia lalu mengunjungi lansia yang hidup sebatang kara, orang yang berketerbatasan fisik, janda, anak yatim piatu, atau orang yang sangat kekurangan untuk membagikan beras kepada mereka. Semangatnya yang seperti itu telah menyentuh hati banyak orang. Apalagi, dia terus menyebarkannya. Kita bisa melihat guci-guci yang berisi beras.


Semangat uang 50 sen yang dihemat dari uang belanja juga tersebar ke sana. Setelah Bapak U Mya Aye mendengar semangat celengan bambu ini, dia juga ingin membantu. Setelah pulang, dia berbagi dengan istrinya. Setiap hari mereka menghemat 50 kyat. 50 kyat sama dengan 1,5 dolar NT (Rp 520).

“Saya setiap hari menabung 50 kyat untuk menyumbang kepada Tzu Chi guna membantu orang yang membutuhkan di seluruh dunia,” ucap Bapak U Mya Aye.

“Uang kembalian 50 kyat dari belanja sayur ditabung pelan-pelan akan menjadi 500 kyat. Setelah menabung sampai 1.000 kyat, saya mengikatnya dengan karet. Berhubung udara musim hujan lebih lembap, saya takut uang ini berjamur, maka secara berkala saya akan mengeluarkannya untuk disetrika,” sambung istrinya.

“Saya menabung setiap hari. Saat memasukkannya ke dalam celengan, saya merasa sangat senang. Saat menabung, saya juga mendoakan orang-orang di seluruh dunia aman dan tenteram,” ujar Bapak U Mya Aye.

“Tzu Chi membangun sekolah di desa kami, maka kami yakin relawan Tzu Chi pasti akan kembali. Saya terus menunggu kalian kembali karena ingin menyerahkan celengan bambu secara langsung kepada kalian,” lanjut Bapak U Mya Aye.


Sejak berikrar untuk menyisihkan uang hingga mempraktikkannya secara nyata, dia tidak pernah melihat insan Tzu Chi lagi, tetapi setiap hari dia tetap menabung 50 kyat. Saat melihat insan Tzu Chi yang berseragam datang, dia sudah merasa sangat familier. "Kalian adalah insan Tzu Chi, saya akhirnya melihat kalian." Dia pun berkata pada mereka, "Rumah saya tidak jauh dari sini, Anda ikut saya ke sana." Setelah insan Tzu Chi tiba di rumahnya, uang yang dia keluarkan tak ada yang kusut. Karena apa? Itu karena dia sering mengeluarkan uangnya  untuk dijemur di bawah sinar matahari. Saat tidak ada sinar matahari, mereka tetap mengeluarkan uangnya untuk disetrika. Jadi, hari itu insan Tzu Chi datang ke rumahnya. Relawan melihat uang yang mereka keluarkan setiap lembarnya sangat licin, rata, dan tidak kusut. Ternyata ceritanya seperti ini. Mereka sering menjemur dan menyetrikanya. Mereka terus menyimpannya dan menunggu insan Tzu Chi datang untuk menyerahkannya. Mereka berkata bahwa mereka tidak pernah memiliki begitu banyak lembar uang 50 kyat.

Sekarang dia telah mampu menyisihkan uang hingga terkumpul begitu banyak. Namun, dia sangat menghormati uang itu dan tidak berani memakainya. Sebutuh apa pun, dia tidak akan memakainya. Berhubung uang itu mengandung ikrar Bodhisatwa, maka dia merasa tidak boleh memakainya. Uang itu adalah untuk menolong orang. Itulah hati yang sangat murni dan bersih. Cinta kasihnya bertahan begitu lama dan niatnya untuk menabung tidak berubah, ini sungguh menyentuh orang. Di Myanmar ada Bodhisatwa yang sangat menyentuh dan sangat murni. Setelah manusia menerima niat baik, mereka dapat terinspirasi dan bersumbangsih dengan hati yang murni sesuai ajaran.


“Saya akan terus menyisihkan uang di celengan bambu hingga napas terakhir,” kata Bapak U Mya Aye.

Kita juga melihat Myanmar masih membutuhkan bantuan kita. Di sana ada sebuah organisasi Buddhis. Seorang bhiksu mendirikan Pusat Meditasi Thabarwa. Orang yang tinggal di dalamnya adalah orang sakit, lansia, orang yang berketerbatasan fisik, dan lain-lain.

“Di Pusat Meditasi Thabarwa, uang sumbangan yang kami terima terbatas. Selain persembahan kebutuhan sehari-hari untuk para bhiksu, biaya lainnya adalah untuk kebutuhan pasien. Namun, sekarang harga obat sangat mahal. Kami juga harus menyediakan makanan. Jadi, kami harus berhemat dalam segala pengeluaran. Kalian telah membawakan obat-obatan yang paling kami butuhkan. Ada juga tim medis yang datang ke lokasi untuk melayani pasien. Baksos kesehatan yang kalian gelar sangat sempurna. Saya berharap kalian bisa datang setiap bulan,” ungkap Kepala Perawat Pusat Meditasi Thabarwa.

Beberapa peralatan medis sudah usang dan tidak memadai. Saya sungguh tidak tega melihatnya. Singkat kata, Myanmar adalah sebuah ladang berkah, dibutuhkan banyak orang untuk menggarapnya serta menyalurkan bantuan. Masih banyak yang harus dipelajari dan dilakukan di sana. Mereka bergantung pada banyak tenaga medis, maka kita harus memupuk kepercayaan diri mereka untuk merawat diri sendiri dan membuat lingkungan mereka bersih. Saya berterima kasih kepada Bodhisatwa setempat dan insan Tzu Chi Malaysia yang terus memberikan bantuan. Dalam waktu sepuluh tahun ini, mereka sungguh telah memperoleh pencapaian dalam menggarap ladang berkah. Namun, masih ada banyak hal yang membutuhkan sumbangsih kita.  

Menjalin jodoh dari bencana badai

Mewariskan Dharma lewat semangat celengan bambu

Memiliki hati yang murni dalam melakukan kebajikan

Jalan yang dibuka selama 10 tahun telah menunjukkan hasil

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 2 Mei 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie

Ditayangkan tanggal 4 Mei 2018

Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -