Ceramah Master Cheng Yen: Silent Mentor Membina Insan Berbakat

“Saya bertemu kakek ini di klinik. Kakek yang sudah berusia 90 tahun ini menderita tumor ganas. Sel kankernya menyebar dengan cepat hingga menyerang paru-paru dan hatinya. Namun, karena usia dan kondisi penyakit, beliau tidak cocok menjalani kemoterapi. Kakek juga menerima kenyataan ini. Beliau segera pulang ke rumah untuk mencari surat persetujuan donor tubuh yang ditandatanganinya 17 tahun lalu,” kata salah satu dokter di RS Tzu Chi Dalin saat melaporkan Misi Kesehatan Tzu Chi.

“Orang-orang pada masa itu sangat tertutup. Karena itu, tidak ada tanda tangan anaknya, hanya ada tanda tangan nenek. Syarat untuk donor tubuh yaitu tidak boleh ada luka luar dan berat badan harus mencapai rata-rata. Kakek adalah pasien kanker stadium akhir. Ketahuilah bahwa pasien stadium akhir biasanya kehilangan nafsu makan, menderita malnutrisi dan edema. Karena itu, mereka tidak dapat mendonorkan tubuh. Namun, kakek terus berusaha untuk makan. Saat sudah benar-benar kehilangan nafsu makan, kakek mengajukan permohonan untuk dipasangkan pipa makanan. Saat beliau di ruang rawat paliatif, kami pergi untuk menyemangatinya,” petikan presentasi salah satu dokter di RS Tzu Chi Dalin saat melaporkan Misi Kesehatan Tzu Chi,” tambahnya.


“Siapa yang paling Anda kasihi di kehidupan ini? Tolong sampaikan. Dia bertanya siapa yang paling Anda kasihi? Siapa? Siapa yang paling Anda kasihi di kehidupan ini?” tanya relawan Tzu Chi yang mengunjungi kakek penderita kanker berusia 90 tahun.

“Yang paling saya kasihi di kehidupan ini? Master Cheng Yen yang terbaik,” kata kakek berusia 90 tahun tersebut.

“Siapa lagi?” kembali relawan Tzu Chi bertanya.

“Master yang paling berkontribusi bagi dunia ini,” jawab kakek tersebut dalam salah satu cuplikan video.

Saya sungguh berterima kasih kepada Silent Mentor. Dengan kemurahan hati, keberanian, dan tanpa kemelekatan, mereka mendonorkan tubuh. Mereka sungguh mengagumkan. Mereka telah membantu para siswa kedokteran untuk mempelajari misteri dari tubuh manusia. Mereka membantu para siswa jurusan ahli bedah belajar bagaimana cara menjalankan operasi, bagaimana cara meminimalis luka, bagaimana cara agar tidak meninggalkan bekas, bagaimana cara menjalankan operasi bypass, dan lain-lain.

Ini semua dapat dipelajari berkat para Silent Mentor yang murah hati, penuh keberanian, dan bebas kemelekatan. Mereka mempraktikkan Dharma secara nyata dan menjalani hidup dengan penuh makna. Pada saat masih hidup, mereka memiliki arah hidup yang benar dan menjalani hidup dengan penuh makna. Pada akhirnya, mereka meninggal tanpa ada kemelekatan.

 

Mereka memahami bahwa manusia hanya mempunyai hak pakai atas tubuh ini dan tidak mempunyai hak milik. Karena itu, saat masih hidup, mereka aktif melakukan hal-hal yang benar. Ini disebut mempraktikkan Dharma secara nyata. Setelah meninggal dunia, mereka juga bebas dari kemelekatan. Mereka bersedia mendonorkan tubuh untuk kepentingan medis. Mereka merobohkan mitos. Mereka terlihat sangat damai seperti sedang menjalani operasi.

Di antara para Silent Mentor, terlihat sosok yang sangat tidak asing. Dia adalah murid saya yang baik. Dahulu dia berada dalam barisan relawan dan selalu membimbing sesama. Kita dapat melihat dr. Li Sen-jia. Dia sangat senior di Tzu Chi. Nomor komite dia dan istrinya adalah 1.000-an. Mereka sangat senior.

Dahulu, dia selalu pulang ke Griya Jing Si untuk merayakan Tahun Baru Imlek. Dia dan dr. Hong dari Kaohsiung selalu pulang ke Griya Jing Si untuk mengadakan baksos kesehatan. Pada suatu kali, saat dalam perjalanan pulang, mereka singgah ke RS Tzu Chi Yuli karena Kepala RS Chang mengatakan padanya bahwa saya sangat membutuhkan dokter ahli bedah. Sedangkan dr. Li adalah dokter ahli bedah.

Meski sudah pensiun dan sudah berusia lebih dari 70 tahun, dia bersedia bergabung. Tanpa ada penyesalan, beliau mendedikasikan dirinya untuk melindungi kesehatan warga di wilayah pegunungan dan desa terpencil. Dia memperlakukan para pasien bagai keluarganya sendiri. Ini sungguh tidak mudah. Sejak saat itu, dia memperhatikan puluhan ribu pasien.

Sejak kecil, dia sudah merasakan sulitnya mencari pengobatan di wilayah terpencil. Karena itu, dia bertekad untuk menjadi seorang dokter. Setelah mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya dia menjadi dokter. Setelah menjadi dokter, dia tidak melupakan tekad awalnya. Dia memiliki tekad yang teguh. Dia juga memilih melayani pasien di tempat terpencil. Dia ingin melayani pasien yang menderita dan tidak leluasa bergerak.

Tanpa memedulikan sulitnya akses transportasi dan kesulitan lain, dia tetap menjangkau pasiennya untuk meringankan penderitaan mereka. Banyak orang yang berterima kasih padanya. Sepanjang hidupnya, dia telah mengakumulasi kebajikan sebagai seorang dokter. Kebajikannya telah menyentuh hati banyak orang.

Setelah mendapati bahwa dirinya menderita kanker paru-paru, dia tetap melakukan pengobatan keliling ke tempat terpencil. Dia juga pulang ke RS Tzu Chi Hualien untuk menjalani terapi. Usai menjalani terapi, dia segera melakukan pengobatan keliling  dari rumah ke rumah tanpa beristirahat.


Dia tetap bersemangat meski sudah tidak leluasa bergerak. dr. Li memiliki tiga harapan. Pertama, dia ingin mendonorkan tubuhnya. Kedua, dia berharap dapat bertemu lagi dengan saya. Ketiga, dia berharap dapat melakukan pengobatan keliling yang terakhir kali. Dia masih ingin melakukan pengobatan keliling yang terakhir kali.  Inilah dokter yang humanis.

Dia tak berpikir untuk pensiun. Dia ingin terus melayani pasien. Dia sungguh adalah dokter teladan. Dia adalah dokter teladan yang didampingi oleh dokter teladan. Pada pengobatan kelilingnya yang terakhir kali, dia didampingi oleh dokter teladan lain. Saya berterima kasih kepada dr. Yeh dan dr. Hong yang sengaja datang dari Kaohsiung untuk mendampingnya. Ini sungguh menyentuh hati.

Dr. Li Sen-jia memiliki kehidupan yang sempurna tanpa ada kekurangan. Ini sungguh mengagumkan. Sepanjang hidupnya, dia adalah anak yang berbakti, seorang kakak yang baik, seorang suami yang baik, dan seorang ayah yang baik. Dia tidak memiliki pamrih, tidak ambisius, dan tidak memiliki nafsu keinginan. Dia menjalani hidupnya dengan tekun dan bersemangat.

Dia telah membentangkan sebuah jalan yang sangat terang. Saya sangat berterima kasih karena dia telah menjadi teladan bagi dokter dan banyak orang. Ini sungguh tidak mudah. Setelah meninggal, jenazahnya dibawa ke Universitas Tzu Chi. Kini tubuhnya telah melakukan kontribusi yang besar. Selama belasan tahun ini, para Silent Mentor telah memberikan manfaat terbesar lewat tubuh mereka.

Tubuh para Silent Mentor telah membawa manfaat besar bagi banyak pasien kelak. Para Silent Mentor dari berbagai usia berkontribusi besar bagi pendidikan medis. Saya merasa bahwa tubuh para Silent Mentor telah mengajarkan kebenaran kepada kita. Lewat tubuh dan semangat mereka, mereka mewujudkan kehidupan yang bermakna.  Kontribusi mereka sungguh menyentuh hati.


Berdana dengan murah hati, berani, dan tanpa rasa takut

Silent Mentor mendonorkan tubuh demi membina insan berbakat

Terjun ke wilayah terpencil demi memberikan pengobatan

Membangun keteladanan bagi dunia kedokteran

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 17 Maret 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 19 Maret 2018

 

Keteguhan hati dan keuletan bagaikan tetesan air yang menembus batu karang. Kesulitan dan rintangan sebesar apapun bisa ditembus.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -