Ceramah Master Cheng Yen: Teratai Bermekaran di Tengah Lumpur

“Desa kami agak jauh dari pusat kota. Selain itu, cuaca tahun ini sangat dingin. Jadi, kami sangat berterima kasih atas perhatian insan Tzu Chi,” ujar Wuttikrai, kepala desa.

“Tidak mudah mengumpulkan barang bantuan. Ini merupakan cinta kasih banyak orang. Meski tidak mengenal kita, tetapi mereka bersedia mencurahkan cinta kasih bagi kita,” kata Huang Ya-chun, Perwakilan Sekolah Tzu Chi Chiangmai.

“Saya telah lulus empat tahun, tetapi tetap berbuat baik bersama insan Tzu Chi dengan membagikan barang bantuan. Melihat warga desa menerima barang bantuan dari Taiwan, saya turut bergembira untuk mereka,” kata Jing Wen-liang, seorang relawan.

Kita bisa melihat Thailand. Sudah lebih dari 20 tahun relawan kita memberikan bantuan di Thailand. Jalinan jodoh ini berawal dari wilayah utara Thailand. Saat itu, di wilayah utara Thailand, banyak veteran yang sudah lanjut usia dan meninggal dunia. Saat baru menjangkau wilayah tersebut, kita melihat kondisi anak-anak yatim piatu yang sangat memilukan. Karena itu, kita pun menjalankan program bantuan dan membangun sekolah bagi mereka. Kita memberikan banyak bantuan.


Hingga kini, misi pendidikan dijalankan dengan baik di sana dan telah membina banyak murid. Kita bisa melihat murid-murid belajar dengan tekun. Semuanya sangat tekun dan bekerja keras. Selain itu, guru-guru kita juga mengajar dengan sepenuh hati. Dalam kehidupan sehari-hari, saat ada guru yang mengobrol di koridor dan ada murid yang perlu berjalan melewatinya, murid tidak akan berdiri tegak. Murid selalu membungkukkan badan dan menundukkan kepala dengan sopan dan penuh rasa hormat saat berjalan melewati hadapan gurunya.

Di Thailand, sopan santun seperti ini masih dijaga. Memiliki sopan santun berarti berpegang pada prinsip kebenaran. Melihat para guru mendidik anak-anak berdasarkan prinsip kebenaran, saya sungguh sangat gembira. Para guru juga sering mengajak murid-murid pergi ke panti wreda dan melakukan kunjungan kasih. Setiap kali terjadi bencana di wilayah utara Thailand, guru dan murid dari sekolah kita selalu turut memberikan bantuan bencana. Jadi, para guru mengemban misi pendidikan sekaligus misi amal. Ini bisa kita lihat di wilayah utara Thailand. Saya sangat gembira melihatnya. Kini, baksos bagi pengungsi di Thailand berjalan dengan lancar.

“Sebagai dokter, saya sangat gembira bisa berpartisipasi dalam baksos yang diadakan oleh Tzu Chi bagi pengungsi. Yang bisa saya lakukan tidak banyak, tetapi setidaknya, saya bisa menghilangkan penderitaan akibat penyakit. Inilah misi seorang dokter,” tutur Asisten kepala RS Siriraj.


“Baksos yang diadakan oleh Tzu Chi adalah kegiatan amal. Saya sangat gembira bisa berpartisipasi. Ini sangat bermanfaat bagi pengungsi,” ujar dokter spesialis kulit.

“Sesungguhnya, ada banyak pengungsi yang tersebar di berbagai negara. Mereka terpaksa tinggal untuk sementara di tempat yang asing bagi mereka sehingga mengalami berbagai masalah kesehatan. Mereka sangat membutuhkan bantuan kita,” jelas dokter TIMA.

“Terima kasih atas kebaikan kalian terhadap kami. Sangat sulit bagi kami untuk mendapatkan pengobatan. Namun, kami bisa berobat di sini secara gratis. Kami sangat berterima kasih,” kata seorang pengungsi.

Banyak pengungsi yang menderita penyakit kronis dan butuh pengobatan jangka panjang. Baksos kesehatan Tzu Chi dapat meringankan beban mereka. Saya juga sangat gembira bisa membantu,” kat Nattinee,  dokter  RS Ramkhamhaeng.

Dalam setiap baksos, ada pengungsi yang membantu menerjemahkan. Dokter dari beberapa rumah sakit juga turut berpartisipasi. Meski mengalami berbagai kesulitan, Tzu Chi Thailand dapat menjalankan misi ini dengan baik. Ini sungguh tidak mudah. Inilah yang dilakukan oleh relawan kita di Thailand.


Kita juga bisa melihat Afrika. Jalinan jodoh Tzu Chi dengan Afrika sungguh istimewa. Relawan kita telah menjangkau 7 negara di Afrika dan menginspirasi relawan setempat. Baik di negara sendiri maupun negara lain, membina relawan baru tidaklah mudah. Menyebarkan semangat Tzu Chi ke negara lain sungguh tidak mudah. Karena itulah, saya berkata bahwa jalinan jodoh di Afrika sungguh istimewa.

Kita bisa melihat pewarisan semangat Tzu Chi di sana. Lebih dari 20 tahun lalu, relawan kita mulai menjalankan misi di Afrika. Seiring berlalunya waktu, relawan kita semakin tua. Meski demikian, mereka tetap bersumbangsih. Meski sakit, mereka tetap mendampingi relawan yang lebih muda. Baik relawan paruh baya maupun lansia, semuanya mengesampingkan kesehatan diri sendiri dan tetap melakukan kunjungan kasih untuk berbagi pengalaman mereka. Mereka sangat sabar dan gigih.

Di dunia yang penuh kekeruhan, mereka dapat meneguhkan tekad pelatihan mereka. Para relawan lokal sepenuh hati mendalami Dharma, memasuki mazhab Tzu Chi, dan berpegang teguh pada semangat Tzu Chi. Setiap hari, mereka menyatakan berlindung kepada Buddha, Dharma, dan Sangha. Entah bagaimana mendeskripsikan tekad pelatihan mereka. Tidak peduli ke negara mana, mereka selalu segera berbagi Dharma begitu tiba di tempat tujuan.


Setiap pagi, mereka memberi penghormatan seakan-akan saya berada di sana. Jadi, ke mana pun mereka pergi, mereka merasa bahwa saya bersama mereka. Lihatlah, mereka menonton ceramah saya dengan penuh rasa hormat. Saya tidak bisa mendeskripsikan betapa baiknya murid-murid saya ini. Para Bodhisatwa di Afrika ini sungguh memiliki jalinan jodoh yang sangat istimewa dengan Tzu Chi. Ketujuh negara ini bagaikan kolam berlumpur yang terdapat benih teratai di dalamnya. Ini sungguh mengagumkan.

Lihatlah, banyak orang di sana yang hidup kekurangan. Namun, kondisi kehidupan yang sulit tidak dapat membendung tekad pelatihan mereka. Mereka sangat berani, tekun, dan bersemangat. Meski perjalanan mereka penuh rintangan, tetapi mereka tetap melangkah di jalan ini dengan mantap. Mereka bagaikan benih teratai yang berada di dalam lumpur. Karena tumbuh di tengah lumpur, teratai bisa bermekaran.

Para relawan lokal di Afrika bagaikan mutiara hitam yang bersinar cemerlang. Saya sungguh sangat tersentuh. Dengan jalinan kasih sayang tak berujung dan cinta kasih tak terbatas, para relawan lansia dan muda saling mendukung. Ini sungguh mengagumkan. Terlebih insan Tzu Chi dari Taiwan, sebagian dari mereka sudah pensiun dan tak lagi menjalankan usaha di Afrika, tetapi tetap tinggal di sana. Untuk apa? Untuk Tzu Chi. Karena tidak ingin akar Tzu Chi terputus, mereka memilih untuk tinggal di sana.


Di dunia yang penuh Lima Kekeruhan ini, para relawan di Afrika bagaikan teratai yang bermekaran di tengah lumpur. Saat bunga teratai mekar, kita bisa melihat benih teratai. Mengapa bunga teratai dijadikan simbol ajaran Buddha? Karena saat bunga teratai mekar, benih teratai akan terlihat. Begitu pula dengan relawan kita. Kita bisa melihat relawan senior mewariskan semangat Tzu Chi dan mendampingi relawan junior. Mereka sungguh pantas dipuji. Saya sangat bersyukur.

Kekuatan cinta kasih merupakan potensi tersembunyi setiap orang. Saya berharap setiap orang dapat membangkitkan potensi tersebut. Kita berikrar menyelamatkan semua makhluk dengan ketulusan dan memutus noda batin dengan kebenaran. Kita harus senantiasa tulus, benar, yakin, dan sungguh-sungguh. Kita juga harus mempelajari seluruh pintu Dharma dan mencapai kebuddhaan. Kita juga harus mempelajari seluruh pintu Dharma dan mencapai kebuddhaan. Ini bukanlah hal yang mustahil jika kita melangkah maju dengan sepenuh hati. Saya mendoakan kalian semua. Terima kasih.

Dengan ketulusan berikrar menyelamatkan semua makhluk

Dengan kebenaran berikrar memutus noda batin

Bunga teratai bermekaran karena tumbuh di tengah lumpur

Giat menabur benih cinta kasih

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 30 Maret 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 1 April 2018

Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -