Ceramah Master Cheng Yen: Tersadar melalui Proses Belajar sehingga Keindahan Hati Dapat Terlihat
“Hati kami sangat tulus dan itu tidak dapat dilihat ataupun disentuh. Namun, kita bisa menunjukkan ketulusan hati dengan bersujud saat ritual namaskara,” kata Chen Jian, relawan Tzu Chi.
“Saya berharap kita semua dapat mengingat untuk menyerap Dharma ke hati kita, lalu mempraktikkannya. Sebagai murid Master, kita hendaknya mendengarkan ajarannya. Bisakah kita melakukan itu? (Bisa.) Kita harus senantiasa bersemangat,” kata Henry Yunez, Ketua Tzu Chi Filipina.
Kita harus mempelajari Jalan Bodhisatwa. Ajaran Buddha harus selalu ada dalam kehidupan ini. Bagaimana kita mempelajari ajaran Buddha dalam kehidupan ini? Ini disebut mempelajari Dharma. Jadi, Dharma adalah sesuatu yang sangat universal. Ketika kalian melakukan ritual namaskara, jalan yang ditapaki ini adalah jalan yang kalian lewati sehari-hari. Lantas, mengapa kegiatan kali ini secara khusus disebut sebagai ritual namaskara?
Jalanannya sama saja. Kita melewatinya setiap hari. Mengapa secara khusus disebut sebagai ritual namaskara? Karena saat menjalankannya, kalian tidak takut kesulitan dan terus mengambil langkah maju dengan satu hati yang terfokus pada satu tujuan. Dalam melangkah, kita tidak boleh salah sedikit pun. Jika kita sedikit saja melakukan kesalahan, meski hanya sedikit menyimpang dari arah yang seharusnya, keseluruhan prosesi akan menjadi kacau. Jadi, saya sering mengatakan pada kalian untuk bersatu hati.
Kita semua hendaknya menyatukan hati dan pikiran. Hati dan pikiran kita harus benar. Jika pikiran tidak benar, walaupun hanya sedikit saja, kita akan tersesat. Saya selalu berkata pada kalian untuk bersyukur, termasuk kepada para relawan senior. Saya sekarang sangat senang melihat kalian bersyukur atas diri kalian sendiri. Selain bersyukur atas diri sendiri, kalian juga bersyukur atas para pendahulu ataupun orang-orang di sekitar kalian. Jika tidak ada mereka yang melindungi Dharma untuk kita, hati kita pasti sudah tercerai-berai.

Terkadang, saat kita jelas-jelas mengingatkan seseorang dengan niat baik, orang itu malah marah pada kita. Bukan hanya tidak terima dengan perkataan kita, orang itu juga menciptakan gosip di luar. Jika demikian, apa kalian marah pada orang ini? Marah atau tidaknya kalian akan menentukan jalinan jodoh apa yang akan tercipta, apakah itu jalinan jodoh baik atau buruk. Ini tergantung pada pola pikir kita, apakah mau memiliki arah dan pikiran yang benar atau tidak.
Memiliki arah dan pikiran yang benar merupakan bentuk pelatihan diri. Jika tidak begitu, apa itu pelatihan diri? Setiap hari, kita menjalani hidup dengan pola yang sama. Jadi, apa itu pelatihan diri? Pelatihan diri yang baik tidak akan terwujud jika kita hanya seorang diri. Kata "berlatih" dalam aksara Tionghoa memiliki guratan yang berbentuk seperti 3 bilah pisau. Dalam aksara itu, terdapat 2 orang dan 3 pisau. Jadi, 2 orang ini saling mengasah secara terus-menerus.
Dengan kesatuan hati, hendaknya kita memperbaiki, menata, dan membersihkan diri. Inilah ladang pelatihan kita bersama. Ada sangat banyak orang yang berada di ladang pelatihan ini. Semua orang mengetahui batasannya dengan baik. Selain itu, semua orang sangat dekat satu sama lain sehingga tidak ada yang merasa dikucilkan. Namun, mereka tetap sangat mengetahui batasan. Dengan kesatuan hati, kita semua dapat menggarap ladang berkah.

“Mencabuti rumput itu seperti menyingkirkan kegelapan dan noda batin. Sulit untuk benar-benar tercabut bersih,” kata Zhang Li-zhu, relawan Tzu Chi Prancis.
“Itu seperti kebiasaan yang berakar cukup dalam. Kita perlu waktu untuk terus berintrospeksi diri sehingga perlahan bisa melatih diri dan melepas kebiasaan-kebiasaan buruk,” kata Liu Shan-shan, relawan Tzu Chi Irlandia
“Pada sayuran, terdapat bagian-bagian yang baik dan bagian-bagian yang buruk. Seperti yang Master katakan bahwa kebaikan dan keburukan itu bercampur. Jadi, kita perlu memperhatikan dengan sepenuh hati bagian mana yang harus dibuang dan bagian mana yang harus dipertahankan, sama halnya dengan kehidupan manusia pada umumnya. Dalam pikiran kita, mungkin ada kebaikan dan keburukan. Oleh karena itu, kita perlu melatih diri dengan baik, penuh perhatian, dan lebih bersemangat,” kata Zhuang Xiao-yun, relawan Tzu Chi.
Kita perlu menggarap lingkungan sekitar dengan baik agar bisa sungguh-sungguh melihat kondisi batin kita. Kita tidak dapat melihat kondisi hati orang. Apa yang disebut sebagai melatih diri bersama? Apa itu ladang pelatihan Bodhisatwa? Dengan melatih diri bersama, kita mewujudkan ladang pelatihan Bodhisatwa untuk dilihat oleh orang-orang. Kita membicarakan tentang Jalan Bodhisatwa yang ada di dunia. Sebenarnya, pada saat ini, menyucikan hati manusia sangatlah penting.
Beberapa tahun belakangan, saya sudah berkata bahwa hal terpenting dalam hidup saya ialah menyucikan hati manusia dan mewujudkan keharmonisan di tengah masyarakat. Kedua hal itu dilakukan untuk menciptakan berkah bagi anak cucu kita di masa depan. Dengan begitu, mereka dapat hidup dengan damai dan harmonis di tengah masyarakat.
Sebenarnya, tujuan Tzu Chi turun ke masyarakat ialah untuk menyucikan hati manusia, serta membawa kedamaian dan keharmonisan abadi di dunia. Secara luas, dapat dikatakan bahwa ini kita lakukan demi dunia ini.

“Setelah bergabung bersama Tzu Chi, saya baru tahu bahwa ritual namaskara adalah upaya untuk mencapai gunung suci yang ada di dalam hati kita sendiri,” kata Chen Min-zhong, relawan Tzu Chi.
“Suasananya di sini sangat menyenangkan. Niat baik semua orang terkumpul di sini,” kata Zheng Yi-fang, warga masyarakat.
Kita sungguh harus menggarap ladang pelatihan dengan baik. Oleh karena itu, kita perlu merekrut lebih banyak orang untuk menjadi Bodhisatwa. Bagaimana kita membabarkan ajaran Buddha? Sesungguhnya, hal paling berharga dalam ajaran Buddha adalah praktik nyatanya dalam kehidupan karena tujuan besar Buddha datang ke dunia ialah pergi ke tengah masyarakat dan mengajarkan Jalan Bodhisatwa.
Bodhisatwa bukan ada sejak semula. Setelah Buddha mencapai pencerahan, ada orang-orang yang dapat menerima ajaran-Nya, lalu mempraktikkannya secara nyata dan bersumbangsih bagi dunia. Orang-orang seperti inilah yang disebut Bodhisatwa. Bodhisatwa adalah sosok yang memiliki cinta kasih berkesadaran. Jadi, Anda, saya, dan kita semua, berhubung telah mempelajari ajaran Buddha, seharusnya sadar. Sadar berarti harus melihat jalan. Di Jalan Bodhisatwa ini, ketika melangkah maju, kita harus sadar.
Ketika turun ke masyarakat, kita harus membimbing orang cara menapakinya. Jadi, sembari berjalan, kita harus menengok ke belakang untuk melihat apakah generasi muda mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Mereka semua masih muda dan belia. Oleh karena itu, kita hendaknya membimbing dan mengajari mereka agar mereka belajar dengan sungguh-sungguh. Inilah yang disebut dengan belajar. Kita membentangkan jalan untuk mereka. Jika jalan yang dibentangkan rata, barulah kita bisa melangkah maju. Bukankah begitu?
Saat kita melangkah, jalannya harus rata dan langkah kaki harus stabil. Dengan begitu, barulah kita bisa melangkah maju, bukan? Jadi, dengan kita membentangkan dan menapaki jalan yang baik, orang-orang yang datang setelah kita juga akan bisa menapaki jalan yang sangat rata serta melihat keindahan suasana batin dan arah kehidupan yang benar.
Melindungi Dharma dengan tulus dan mengetahui batasan
Terjun ke masyarakat untuk melatih diri dalam jangka panjang
Menyucikan hati, membimbing ke arah kebajikan, dan membawa keharmonisan bagi masyarakat
Tersadar melalui proses belajar sehingga keindahan hati dapat terlihat
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 30 April 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 02 Mei 2025