Hidup dengan Damai dan Penuh Cinta Kasih Berkesadaran

Pada saat ini setiap tahunnya, yang paling membuat saya gembira adalah melihat di depan dada para Bodhisatwa sekalian tersemat pita bertuliskan apa? (Hati Buddha dan Tekad Guru) Ya. Hati Buddha dan Tekad Guru. Kita harus menyerap Dharma ke dalam hati. Cinta kasih dan welas asih Buddha telah membuka pintu hati kita sehingga kita bisa mengubah ketersesatan menjadi kesadaran. Kita harus menerima ajaran Buddha. Hati Buddha adalah hati yang penuh kebijaksanaan agung. Kita harus menerima kebijaksanaan Buddha untuk melenyapkan pandangan keliru kita. Dengan hati yang penuh kesadaran, maka tak peduli bertemu dengan masalah apa pun, hati kita bisa tetap tenang dan damai.

Tadi pagi, saudara se-Dharma kita mendampingi orang tua dari seorang relawan untuk datang bertemu dengan saya. Relawan ini bernama Xu Mingquan. Dia mengalami kecelakaan lalu lintas.Saat dilarikan ke rumah sakit,dia sudah divonis mengalami mati otak. Orang tua Relawan Xu sangat bijaksana. Meski merasa sangat sedih, tetapi ibunya berkata, “Berusahalah semaksimal mungkinuntuk menyelamatkan anak kami. Namun, jika tidak bisa terselamatkan, maka kami akan merelakannya. Jika kami dapat merelakan, maka anak kami bisa mendapatkan kedamaian.” 

Ibunya sungguh bijaksana. Sang ibu berharap dengan tubuh itu, anaknya dapat menjadi orang yang dapat membantu sesama. Dia berkata bahwa dia ingin mendonorkan semua organ tubuh anaknya yang masih berfungsi untuk menolong orang lain. Jadi, dia mendonorkan organ tubuh anaknya. Karena mendengar Dharma dan memiliki Dharma di dalam hati, beliau bisa segera sadar dan mengambil keputusan untuk anaknya. Para relawan yang mendampinginya merasa sangat tersentuh. Kita bisa melihat ketegaran dan kebijaksanaan orang tua itu. Anak-anak Relawan Xu juga dapat memahami hal ini. Begitu pula dengan istrinya. Seluruh anggota keluarga ini sudah terlebih dahulu menyerap Dharma ke dalam hati. Karena itu, saat bertemu dengan hal seperti ini, mereka dapat menerimanya. 

Kali ini, saat berada di Dalin, saya juga menerima kabar tentang seorang anggota Tzu Cheng kita dari Changhua. Relawan ini selalu sangat tekun dan bersemangat. Ini karena selama belasan tahun ini, dia tahu bahwa dirinya menderita kanker hati. Namun, penyakit kanker tidak lantas membuatnya mengasingkan diri. Dia tetap terjun ke tengah umat manusia untuk melakukan segala jenis pekerjaan. Dia adalah seorang Bodhisatwa yang sangat tekun dan bersemangat. Dia selalu berkata bahwa Kapan pun ajal menjemput, dia dapat pergi tanpa ada kemelekatan. Dia selalu berkata pada anggota keluarganya dan kakak-kakak Tzu Chi, “Tak peduli apa pun yang terjadi, jangan biarkan Master merasa khawatir.” Hingga saat dirawat di RS Tzu Chi Dalin, dia berkata bahwa dia sangat berharap bisa bertemu sekali lagi dengan saya. Namun, dia masih ada satu harapan lain, yakni tidak ingin saya khawatir. Dia tidak ingin saya tahu tentang kondisinya. 

Jadi, dia terus menunggu hingga saya dan para murid saya tiba di RS Tzu Chi Dalin. Saat itu adalah saat dia paling dekat dengan saya. Saya berkunjung ke Dalin dan dia juga tengah dirawat di RS Tzu Chi Dalin. Namun, dia tidak ingin saya tahu kondisinya karena tidak mau membuat saya khawatir. Dia menunggu hingga saya kembali dari Dounan. Usai menghadiri acara Pemberkahan Akhir Tahun dan Pelantikan, saya tiba di rumah sakit sekitar pukul 12 siang. Pada saat itu, murid saya segera pergi ke ruang pasien untuk berbicara dengannya. Usai berbicara, dia akhirnya bisa melepas dan meninggal dengan damai.

Pascagempa di Taiwan pada tahun 1999 lalu, dia mulai bergabung dengan Tzu Chi. Saat ingin menyurvei kasus atau ingin ke lokasi proyek pembangunan, insan Tzu Chi membutuhkan mobil besar. Karena memiliki mobil besar, dia selalu berkata,  “Kalian jangan sungkan pada saya. Jika membutuhkannya, bilanglah pada saya. Saya pasti akan mengantar kalian.” Dimulai dari mendampingi para relawan, dia mulai merasa tersentuh hingga akhirnya mengikuti pelatihan. Sejak saat itu, dia terus ikut serta dalam kegiatan Tzu Chi hingga masa-masa akhir hidupnya. Saya yakin kini dia sudah terlahir kembali. Istrinya berkata kepada saya, “Dia masih tersenyum saat berbicara dengan saya. Yang paling sulit dia lepaskan adalah Tzu Chi.” Dia juga menyemangati kakak-kakak Tzu Chi lainnya, “Sulit untuk terlahir sebagai manusia. Bisa terlahir ke dunia ini dan berkesempatan untuk mendengar Dharma, kita harus menggenggamnya dengan baik. Kalian harus mendengar Dharma dengan sungguh-sungguh dan mempraktikkannya lewat tindakan.” Dia terus menyemangati orang lain.

Sepanjang hidupnya, dia terus bergerak secara nyata untuk bersumbangsih bagi sesama. Sejak bergabung dengan Tzu Chi, dia selalu berjalan ke arah yang benar dan menjalani hidup dengan bermakna. Dia tidak pernah absen dalam setiap kegiatan Tzu Chi. Dia sungguh Bodhisatwa yang sangat mengagumkan. Kita bisa melihat anggota keluarganya telah bisa menerima kepergiannya. Istrinya juga segera kembali dalam barisan relawan Tzu Chi. Inilah cinta kasih antara suami istri itu. Anak-anaknya juga berkata bahwa mereka akan meneruskan misi ayahnya. Ini semua berkat kekuatan cinta kasih. Mereka adalah orang-orang yang memiliki cinta kasih berkesadaran, maka disebut Bodhisatwa. Mereka sudah tersadarkan, tetapi tetap memiliki rasa cinta kasih terhadap sesama. 

Inilah kekuatan cinta kasih. Singkat kata, kehidupan yang berkesadaran dan kehidupan yang tersesat sungguh berbeda. Setiap orang pasti akan meninggal suatu hari nanti sesuai dengan hukum alam. Karena itu, kita harus tetap damai pada saat ketidakkekalan datang. Para anggota keluarga mereka telah membuka hati  untuk melepas kepergian mereka. Contohnya ibu dari Relawan Xu. Tadi pagi, saya bertanya padanya, “Apakah Anda merasa tidak rela?” Dia berkata, “Master, saya harus merelakan agar dia bisa memperoleh kedamaian.” Dia mengatakan hal yang sebelumnya pernah dia katakan kepada saya. Hatinya begitu tenang dan damai.

Saya kembali bertanya, “Anak Anda sangat mendukung kegiatan daur ulang. Apakah Anda akan ikut berpartisipasi?” Dia menjawab, “Tentu saja. Saya dan suami saya akan melakukan daur ulang.” Saya lalu bertanya kepada  anak dan istri Relawan Xu, “Bagaimana dengan kalian?” Anaknya menjawab, “Saya akan meneruskan misi ayah saya.” Jadi, dimulai dari satu orang, kini seluruh keluarga itu telah terinspirasi untuk menjadi relawan. Ini semua berkat kekuatan cinta kasih. Kehidupan yang bebas dari kemelekatan sangatlah baik.

Kepergian yang tiba-tiba membawa cobaan yang besar dalam hidup

Mengubah pola pikir dan mewariskan cinta kasih di dunia

Menyerap sumsum Dharma ke dalam hati untuk melenyapkan kemelekatan

Menjalani hidup dengan damai dan penuh cinta kasih berkesadaran

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Beriman hendaknya disertai kebijaksanaan, jangan hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain hingga membutakan mata hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -