Keterampilan Tenaga Medis Tzu Chi

Saya sering berkata bahwa kita harus bersyukur setiap hari. Setiap hari, saat membuka mata, yang pertama muncul dalam pikiran saya adalah rasa syukur. Karena masih bisa menggerakkan tangan dan kaki, saya merasa sangat bersyukur. Setelah melewati satu hari dengan selamat, saya harus menghadapi hari berikutnya dengan mawas diri dan tulus pada setiap momen. Setiap hari, inilah yang saya lakukan begitu membuka mata, yaitu menghadapi setiap momen dengan penuh rasa syukur, mawas diri, dan tulus.

Menurut saya, saya juga harus menyemangati kalian semua. Tahun ini, saya berharap semua insan Tzu Chi dapat menjalin kasih sayang yang tulus untuk membawa kebaikan bagi dunia dan memberikan pendidikan moral yang nyata untuk menciptakan masyarakat yang penuh berkah. Setiap orang hendaknya menghadapi semua orang dan segala hal dengan ketulusan dari lubuk hati. Setiap insan Tzu Chi harus memiliki ketulusan, kebenaran, keyakinan, kesungguhan. Ini semua harus dimiliki oleh setiap insan Tzu Chi. Jadi, tahun ini saya juga berharap seluruh insan Tzu Chi di Hsinchu dapat menjalin kasih sayang yang tulus. Dengan demikian, akan tercipta kebaikan, kedamaian, dan keharmonisan di masyarakat. Jika setiap orang bisa melakukannya setiap hari, maka dunia ini akan aman dan tenteram.

Kita juga bisa melihat seorang gadis. Selama 26 tahun ini, dia belum pernah menginjak tanah dengan telapak kakinya karena dia terlahir dengan kelainan bentuk kaki. Dia berjalan dengan cara tidak biasa. Jika orang pada umumnya bisa berlutut, dia tidak bisa. Dia bertumpu pada bagian belakang lutut. Dia berkata bahwa selama 26 tahun ini, dalam cuaca sedingin apa pun, dia tidak pernah bisa memakai selimut hingga menempel pada tubuhnya karena saat dia tidur, kedua kakinya selalu menekuk ke depan. Beginilah kehidupannya selama 26 tahun.

Pada bulan Maret tahun lalu, dia datang ke Taiwan. Kami harus memperbaiki lekuk lututnya sebesar 130 derajat dan 160 derajat. Ini adalah operasi rekonstruksi yang sangat besar. Pada umumnya, tidak ada orang yang melakukan operasi rekonstruksi tulang sebesar ini. “Saya menjalani tiga kali operasi dengan hati yang tenang seperti biasanya. Dalam operasi pertama, karena ada Kepala RS, saya tidak merasa takut. Saya percaya pada Kepala RS dan seluruh tim medis. Dalam operasi kedua, karena tidak melihat Kepala RS, saya merasa agak gelisah. Setiap kali operasi, saya selalu masuk dengan penuh senyuman. Namun, setelah keluar dari ruang operasi, saya selalu terlihat tidak nyaman. Setelah menjalani operasi yang ketiga, saya menangis karena tidak dapat menahan rasa sakit,” cerita Chen Tuanzhi.

Gadis ini sangat berani. Dalam jangka waktu 10 bulan, dia menjalani 7 kali operasi besar. Berulang kali dokter kita memotong dan merekonstruksi struktur tulangnya. Ini tidak bisa langsung dilakukan sekaligus. Dibutuhkan banyak waktu untuk melakukan simulasi. Kepala Kehormatan RS Chen Ing-ho adalah ahli ortopedi. Beliau memimpin seluruh tim dengan bersungguh hati. Selain departemen ortopedi, banyak departemen lainnya yang bekerja sama untuk mengobati anak ini dengan sepenuh hati.

Saya masih ingat beberapa bulan yang lalu, saat dia pertama kali berdiri. Hari itu, saya kebetulan pergi ke Aula Jing Si untuk menghadiri upacara kelulusan. Setelah saya tiba, dokter kita membawanya ke Aula Jing Si sehingga saya bisa melihatnya berdiri dengan kedua kakinya. Saya lalu berjongkok untuk memegang bagian belakang lututnya. Setelah memegang bagian depan dan belakang lututnya, dan belakang lututnya, saya mendapati bahwa kulit bagian belakang lututnya sangat kasar. Saya lalu bertanya padanya, “Mengapa bagian belakang lututmu begitu kasar?” Dia menjawab, “Selama 20 tahun lebih ini, saya selalu berjalan dengan bagian belakang lutut.” “Karena itulah, kulitnya menjadi sangat kasar.”

Sehari sebelum saya melakukan perjalanan, dia juga bersiap-siap untuk kembali ke Tiongkok. Karena itu, dia kembali berkunjung ke Griya Jing Si. Saat itu, dia sudah bisa berjalan tanpa menggunakan tongkat penyangga. Saat dia tiba di depan pintu, saya memintanya untuk masuk dengan berjalan sendiri. Saya berada di dalam dan memintanya untuk berjalan mendekat selangkah demi selangkah. Dia berjalan dengan stabil. Sebelum dia pulang, para warga di kampung halamannya juga bersiap-siap untuk menyambutnya. Demi menyambut kepulangannya, insan Tzu Chi membantu membersihkan dan mendekorasi rumahnya serta membeli sebuah kasur pegas untuknya. Mereka mengangkat kasur itu ke rumahnya dan mendekorasi kamarnya dengan sangat indah. Selain itu, mereka juga memasang sebuah kloset duduk baru. Ketinggian ranjang juga diatur sesuai kebutuhan Tuanzhi. Insan Tzu Chi membantunya dengan sepenuh hati. Insan Tzu Chi Taiwan mengasihi dan merawatnya dengan hati yang tulus.

Demikian pula dengan insan Tzu Chi di Fujian. Begitu tahu bahwa dia akan kembali, mereka segera membantu membersihkan dan mendekorasi rumahnya, bahkan jalan pun telah diperbaiki hingga rata. Saat dia tiba di bandara Fujian setelah bertolak dari Taiwan, banyak reporter dari sekitar 20 media massa yang menyambut kepulangannya. Setiap orang menyambut gadis ini dengan penuh sukacita. Ini membuktikan bahwa kualitas pelayanan medis di Taiwan sudah sangat tinggi.

Yang terpenting adalah cinta kasih kita. Para perawat dan dokter dari berbagai departemen bekerja sama dengan sepenuh hati. Para fisioterapis juga sangat bersungguh hati. Mereka dengan sangat cermat dan teliti mengajari Tuanzhi melakukan fisioterapi. Dia juga menjalani semua ini dengan ceria.

Singkat kata, inilah ketulusan jalinan kasih sayang. Melihatnya dapat menginjak kampung halamannya dengan kedua kakinya sendiri, saya merasa sangat gembira. Terima kasih, kami mendoakan Anda. Kami melihatmu di surat kabar. Kamu cantik sekali. Terima kasih. Tuanzhi, hari ini menjadi relawan lelah tidak? Tidak juga. Saya sangat bersyukur karena berkesempatan untuk membantu orang lain.

Menyambut masa depan dengan rasa syukur dan mawas diri

Memberikan pendidikan moral yang nyata untuk menciptakan masyarakat yang penuh berkah

Mengerahkan segenap tenaga untuk mengobati pasien

Dokter Tzu Chi memiliki keterampilan dan hati Bodhisatwa

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 26 Januari 2015

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -