Melihat Keindahan Taiwan

“Pada saat musim kemarau, di dalam sangat panas, sedangkan pada saat musim hujan, di sini sangat mudah banjir dan ada banyak serangga. Sejujurnya, sangat tidak nyaman tinggal di sini. Saat mendengar Tzu Chi akan membangun rumah untuk kami, saya sungguh gembira. Di sini sungguh terlalu panas dan sempit,” tutur seorang warga Filipina, Lluminado Labordo. 

Warga lainnya, Crisencia Labordo menambahkan, “Meski belum melihat rumah baru secara langsung, tetapi saya sungguh berterima kasih atas semua bantuan relawan Tzu Chi untuk kami.” 

Topan Haiyan yang menerjang Filipina tahun lalu membawa kerusakan yang sangat besar. Namun, pascatopan, kita melihat keindahan sifat hakiki manusia. Insan Tzu Chi di seluruh dunia bergerak untuk membantu para korban bencana di Filipina. Insan Tzu Chi dari berbagai Negara mengutus perwakilan untuk turut membantu di Filipina. Hingga kini, insan Tzu Chi Taiwan dan Filipina  masih terus bersumbangsih tanpa henti. Ini karena masih banyak korban bencana yang tidak memiliki tempat tinggal.   


Pemerintah setempat juga telah membangun beberap tempat tinggal sederhana untuk mereka. Tak peduli berapa jumlah anggota dalam satu keluarga, pemerintah memberi mereka rumah seluas hampir 105 meter persegi. Di atas lahan seluas 105 meter persegi, satu keluarga yang terdiri atas 5 atau 6 orang harus tinggal bersama. Mereka sungguh menderita. Di tempat yang demikian sederhana, mereka sulit untuk menenangkan raga. Karena itu, pascatopan hingga kini insan Tzu Chi terus bekerja keras untuk menyelesaikan proyek perakitan rumah sementara. 

Baik insan Tzu Chi di wilayah utara maupun di tengah Taiwan, selama lebih dari setengah tahun ini, mereka terus bekerja tanpa henti. Proyek perakitan ruang kelas sementara sudah rampung. Kini anak-anak sudah bisa belajar dengan tenang. Selanjutnya, kita akan membangun tempat untuk menenangkan raga para korban bencana. Rumah tinggal sementara yang akan kita sediakan untuk mereka adalah seluas 213 meter persegi dan 285 meter persegi. Kita menyediakan rumah besar dan kecil yang disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga mereka. Inilah yang tengah kita lakukan sekarang. 

Setiap orang sangat bekerja keras. Selama lebih dari setengah tahun, relawan Tzu Chi terus mendesain rumah rakit sementara  agar lebih nyaman dihuni, lebih kokoh, dan ruangannya lebih ideal. Setiap rumah dilengkapi dengan ruang tamu, ruang tidur, dapur, dan kamar kecil. Kita mempertimbangkan ruang yang mereka butuhkan dan mendesainnya untuk mereka. 

Di Filipina, ada seorang Bapak Chen yang terharu melihat kontribusi Tzu Chi. “Saya sungguh bisa merasakan niat baik Tzu Chi untuk membantu Filipina. Karena itu, kami juga harus mengerahkan tenaga untuk bekerja sama dengan Tzu Chi menyelesaikan proyek bantuan ini. Kami tidak boleh membiarkan Tzu Chi melakukannya sendiri. Kami para warga Tionghoa di Filipina juga harus ikut membantu,” ucapnya. Bapak Chen juga bersedia mendonasikan besi untuk membuat kerangka rumah rakitan di pabriknya. Karena itu, dia mengundang anggota Tzu Cheng untuk memberi petunjuk di pabriknya serta mengajari mereka teknik merakit rumah sementara. Ini semua sungguh membuat saya tersentuh dan berterima kasih. 

Sekelompok Bodhisatwa dunia ini sungguh mengerahkan kekuatan cinta kasih dan bersungguh hati. Mereka tidak mengutarakannya lewat ucapan, tetapi mengungkapkannya lewat tindakan. Dengan penuh kesungguhan hati dan cinta kasih, mereka mendedikasikan diri untuk bersumbangsih. Semua itu sungguh membuat orang tersentuh. Inilah keindahan Taiwan. Keindahan Taiwan terletak pada sumbangsih tanpa pamrih setiap orang. Selain itu, setiap orang juga penuh rasa syukur. Mereka terus bersumbangsih tanpa keluh kesah dan penyesalan. 


Kita juga melihat para anggota TIMA dari seluruh dunia yang kembali ke Taiwan untuk menghadiri konferensi tahunan. Pada masa konferensi ini, kita juga mengadakan kelas simulasi bedah. Hari ini, kita mengadakan upacara pembedahan untuk 8 Silent Mentor. Salah satu di antaranya adalah Relawan Hsu. Dia adalah insan Tzu Chi senior dari Yilan. Dia telah dilantik menjadi anggota Tzu Cheng, anggota komite, dan anggota komisaris kehormatan Tzu Chi. Di mana pun kita membutuhkan bantuan, dia pasti hadir. 

Dia meninggal di usia 71 tahun. Tahun lalu, dia menjalani pemeriksaan dan didiagnosis menderita kanker ginjal dan ureter. Dia tidak pernah merasakan sakit atau gejala lain. Saat hasil pemeriksaannya keluar, dia didiagnosis menderita kanker stadium akhir. Meski menderita kanker stadium akhir, dia tetap sangat berani dan optimis. Dia berkata, “Saya sudah lama menjadi murid Master. Apa yang perlu saya khawatirkan?” Dia berkata bahwa dia berharap memiliki kesempatan untuk menjadi Silent Mentor. Dia ingin mendonorkan tubuhnya untuk membimbing para siswa kedokteran. Dia sungguh adalah Bodhisatwa dunia. 

Seorang Silent Mentor yang lain adalah Li-qing yang meninggal di usia 67 tahun. Dahulu dia adalah orang yang bertemperamen buruk. Namun, setelah mengenal Kata Renungan Jing Si, dia mulai menyerap Dharma ke dalam hati, mengubah dirinya, dan bergabung dengan Tzu Chi. Dengan sangat cepat, dia mengubah temperamennya dan mulai menjalin jodoh baik dengan banyak orang. Dia juga memiliki banyak donatur. Namun, dia didiagnosis menderita kanker payudara. Saat menjalani pengobatan, dia tetap sangat terbuka dan selalu tersenyum. Dia tetap memanfaatkan waktu untuk menjadi relawan.  Setelah menyerap ajaran saya ke dalam hati, dia menjadi begitu optimis. Inilah kelebihannya. Dia juga merupakan salah satu Silent Mentor kali ini. 


Seorang Silent Mentor yang lain adalah Xiu-chun yang berusia 71 tahun. Karena mengetahui cinta kasih sang ibu, anak-anaknya sangat harmonis. Anaknya pernah mendengar saya berkata bahwa wujud bakti yang sesungguhnya bukan hanya memberi materi kepada orang tua, tetapi harus mengajak mereka memasuki pintu Buddha untuk mendengar Dharma dan menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Orang tua telah memberi kehidupan kepada kita dan kita hendaknya membantu mereka menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Inilah bakti yang sesungguhnya. Karena itu, anaknya mengajak ibunya bergabung dengan Tzu Chi. Ibunya sangat tekun dan bersemangat. 

Singkat kata, kehidupan manusia sangat singkat dan penuh penderitaan. Namun, kita bisa melihat ada orang yang begitu giat bersumbangsih dan tidak menyia-nyiakan kehidupan mereka. Mereka menjalani hidup dengan penuh makna. Ini sungguh baik. Sungguh, kehidupan ini penuh dengan penderitaan dan ketidakkekalan bisa datang kapan saja. Kita tidak tahu apakah besok datang dahulu atau ketidakkekalan yang datang dahulu. Karena itu, kita harus memanfaatkan saat ini dengan baik. Waktu tidak akan menunggu kita. Kita harus menggenggamnya dan memanfaatkannya dengan baik.

 

Membangun rumah rakitan sementara untuk para korban bencana di Filipina

Cinta kasih adalah keindahan dan permata bagi Taiwan

Menghadapi kelahiran dan kematian dengan hati yang tenang

Perahu medis berlayar untuk membantu orang banyak

 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 7 September 2014.

 

Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -