Membangkitkan Cinta Kasih Berkesadaran yang Murni dan Tanpa Pamrih

 

Detik dan menit terus berlalu. Namun, dunia ini tetap dipenuhi banyak konflik. Selain itu, dunia ini juga dilanda banyak bencana. Melihat banyaknya bencana yang terjadi, saya tidak bisa menahan diri untuk selalu mengimbau orang-orang agar bersyukur atas hari-hari yang telah dilewati dengan aman dan tenteram serta senantiasa mawas diri dan tulus dalam menghadapi segala sesuatu di dunia ini. Kita harus selalu tulus dalam menghadapi segala sesuatu.

Kita juga bisa melihat beberapa rekaman video yang membuktikan ajaran Buddha bahwa semua makhluk memiliki hakikat kebuddhaan. Di India, ada seekor monyet yang entah mengapa tersengat listrik bertegangan tinggi dan jatuh pingsan. Monyet kedua yang melihatnya segera mendatangi monyet pertama dengan berani. Ada pula monyet ketiga yang berjaga di samping mereka. Monyet kedua berusaha menyelamatkan monyet pertama. Baik diguncang, didorong, ditepuk, maupun dibolak-balikkan, monyet pertama tetap tidak sadar. Setelah puluhan menit berlalu, monyet kedua tiba-tiba menemukan sebuah cara. Ia menceburkan monyet yang pingsan itu ke dalam air dingin.

Lihatlah, mengapa ia terus mengguncang tubuh monyet yang pingsan? Demi menyelamatkan monyet itu. Lihatlah, ia mengerahkan segenap hati dan tenaga untuk menyelamatkannya. Hewan-hewan itu begitu bersungguh hati, sedangkan umat manusia hanya berdiri dengan tenang di peron. Lihatlah, monyet yang pingsan itu akhirnya sadar. Monyet kedua juga menyokongnya dari belakang. Inilah cinta kasih antarhewan. Cinta kasih hewan bahkan melebihi manusia. Apakah kita masih tidak memercayai ajaran Buddha bahwa semua makhluk hidup memiliki hakikat kebuddhaan?

Kita juga bisa melihat Yunnan. Akibat guncangan gempa, panda merah di sebuah taman nasional juga ketakutan dan kabur dari sarang mereka. Namun, ada seekor panda merah yang malah kembali setelah gempa berlalu. Pihak pengelola taman melihat panda merah bernama Xiao Huang itu tidak mengambil apel seperti biasanya, melainkan mengambil pir. Setelah itu, ia lari dengan membawa pir. Ke manakah Xiao Huang pergi? Pihak pengelola pun segera mengikutinya karena tingkah lakunya tidak seperti biasanya. Ia tidak memakan apel yang disukainya. Mengapa ia lari dengan menggigit buah pir? Sebenarnya ia ingin pergi ke mana?

Setelah mengikutinya, pihak pengelola melihat ada sebatang pohon yang tumbang akibat gempa dan menimpa seekor panda merah. Xiao Huang berusaha memasukkan pir yang dibawanya ke dalam mulut panda merah yang tertimpa pohon. Melihat pemandangan ini, pihak pengelola sangat tersentuh dan segera mengangkat pohon yang tumbang itu untuk menolong panda merah yang tertimpa pohon. Namun, panda merah itu sudah mati. Pihak pengelola lalu memasukkan panda merah yang sudah mati itu ke dalam kantong plastik. Akan tetapi, Xiao Huang tidak rela kehilangan panda merah itu. Ia berusaha menarik kantong plastik itu karena enggan membiarkan pihak pengelola membawanya pergi. Ini merupakan wujud kasih sayang dan cinta kasih. Baik cinta kasih di antara monyet maupun kasih sayang di antara panda merah, kita bisa melihat cinta kasih semua makhluk yang sungguh menggugah hati.

Dari laporan berita, kita juga mendengar bahwa penyakit sapi gila telah muncul kembali. Meski daging sapi telah dimasak, tetapi prion penyebab penyakit menular ini tetap tidak bisa dimusnahkan. Meski dimasak dengan suhu setinggi ribuan derajat, prion ini belum tentu akan musnah. Karena itu, lebih aman jika kita tidak memakan daging sapi.

Kita bisa melihat Bodhisatwa cilik berusia 5 tahun. Dia bersiteguh untuk bervegetaris dan mengasihi kehidupan semua makhluk. Bahkan semut kecil pun berusaha dia lindungi.”Dia meminta kami untuk hati-hati saat berjalan. Jika kita tidak hati-hati dan tidak melihat dengan jelas sehingga menginjak semut, maka semut itu tidak bisa bertemu dengan orang tuanya lagi,” cerita sang nenek. Anak kecil juga bisa memahami bahwa melayangnya satu nyawa dapat menghancurkan kebahagiaan sebuah keluarga. “Mengapa memberi tanda silang pada gambar anak babi?” tanya reporter. Anak itu menjawab, “Karena tidak boleh dimakan. Karena jika orang tuanya tidak bisa menemukannya, mereka akan menangis.”

Lihatlah kepolosan anak-anak. Setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Mengapa kita bisa semakin jauh dari hakikat kebuddhaan? Setiap orang terlahir dengan pikiran yang murni dan polos. Contohnya para Bodhisatwa cilik kita. Saya selalu berkata bahwa mereka merupakan anggota komite Tzu Chi dan Tzu Cheng di masa lalu yang terlahir kembali. Begitu terlahir di dunia ini, mereka pun kembali bergabung ke dalam Tzu Chi. Mereka terlahir kembali dengan pikiran yang murni dan polos untuk mengasihi dan melindungi kehidupan hewan, teguh dalam bervegetaris, berpartisipasi dalam adaptasi Sutra, dan lain-lain. Mereka dapat menerima Dharma. Mereka kembali ke dunia ini dengan membawa Dharma. Jika kita tidak mendengar Dharma, maka pikiran kita akan terpengaruh oleh nafsu keinginan. Jika pandangan kita menyimpang dan tidak memahami prinsip kebenaran, maka kegelapan batin akan menyebar sehingga masyarakat tidak aman dan tenteram. Ini sungguh membuat orang merasa khawatir.

Dharma bagaikan air yang dapat menyucikan hati manusia sehingga kita dapat memahami kebenaran, meningkatkan kebijaksanaan, dan menjaga kesehatan tubuh. Alangkah baiknya jika bisa demikian. Melihat video-video ini, kita hendaknya mengintrospeksi diri. Jika hewan dan anak-anak saja bisa melakukannya, mengapa kita tidak bisa? Hakikat kebuddhaan yang murni ada di dalam batin setiap orang. Hanya saja, kegelapan batin kita telah menyelimuti sifat hakiki kita yang murni. Ada ungkapan berbunyi, “Sifat hakiki setiap orang adalah bajik dan murni.” Namun, kondisi luar telah menutupi sifat hakiki kita sehingga tidak dapat membangkitkan kebijaksanaan. Kita selalu berada di tengah kebimbangan dan tidak dapat membedakan benar atau salah. tidak bisa memahami kebenaran, ataupun sengaja menciptakan masalah, ini semua karena kegelapan batin. Hanya dengan membina kebijaksanaan, barulah kita bisa memahami kebenaran.

 

Semua makhluk hidup memiliki hakikat kebuddhaan

Memiliki cinta kasih berkesadaran yang murni dan tanpa pamrih

Membangkitkan kebijaksanaan untuk menolong sesama

Mengendalikan nafsu keinginan demi melindungi semua makhluk

 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 1 Maret 2014

 

Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -