Menciptakan Berkah bagi Dunia dan Bersukacita Melihat Kebajikan Orang Lain

Di mana pun bencana terjadi, sebagai sesama manusia, kita harus memiliki rasa empati. Di dunia ini, bukankah kita hidup di kolong langit dan di atas tanah yang sama? Semua manusia yang hidup bersama di dunia ini hendaknya saling mengasihi dan saling membantu.  Jika kita rela bersumbangsih saat melihat penderitaan orang lain, itu berarti kita menciptakan berkah bagi dunia. Jika kita tidak bisa bersumbangsih, kita juga harus turut bersukacita dan memuji saat melihat orang lain berbuat baik. Ini dapat membawa kebaikan bagi dunia.

Dalam berinteraksi dengan sesama, kita harus menggunakan hati yang tulus. Kita harus berbuat baik saat kita mampu melakukannya serta turut bersukacita dan memuji orang lain saat melihat orang lain berbuat baik. Ini dapat menciptakan keharmonisan bersama. Melihat terjadinya bencana yang mendatangkan kerusakan bagi dunia ini, kita hendaknya bersungguh hati untuk berdoa semoga bumi ini aman dan tenteram. Meski terjadinya bencana merupakan hukum alam, tetapi kita tetap harus berdoa dengan tulus semoga empat unsur alam bisa selaras. Jika setiap orang tulus dan bersungguh hati dalam keseharian, maka secara alami akan tercipta lingkaran cinta kasihdalam segala hal yang kita lakukan.

Jika pikiran kita dipenuhi cinta kasih, maka kita akan mengasihi dan menghargai segala sumber daya alam dan setiap orang. Jika kita bisa mengasihi segala sumber daya alam dan mengasihi satu sama lain, maka atmosfer ketulusan dan kebajikan ini pasti bisa menjernihkan kekeruhan. Kita sangat berharap antarmanusia bisa saling membantu dan saling mengasihi.

Kemarin adalah tanggal 11 Maret. Saya bisa melihat warga Jepang mengucapkan terima kasih kepada Taiwan. Sungguh, pemandangan ini penuh kehangatan. Pada tanggal 11 Maret empat tahun yang lalu, pukul 13.46, Jepang tiba-tiba diguncang gempa dahsyat. Gempa ini juga memicu terjadinya tsunami. Selain itu, juga meninggalkan kekhawatiran bagi setiap orang sehubungan dengan kebocoran dan radiasi nuklir. Hingga kini, masih ada lebih dari 200.000 orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Sejak saat itu, insan Tzu Chi terus bersumbangsih di sana. Hingga kini, setiap beberapa bulan sekali, insan Tzu Chi masih terus pergi ke sana.

Kita pergi ke wilayah Tohoku di Jepang untuk menjangkau para korban bencana. Selama beberapa waktu itu, insan Tzu Chi sepenuh hati bersumbangsih dengan membawa nama Taiwan. Saat warga Jepang mengucapkan terima kasih kepada Taiwan, seperti yang kita lihat kemarin, insan Tzu Chi tidak mengharapkan pujian. Kita hanya terus bersumbangsih secara diam-diam dan melakukan hal yang benar. Ini semua merupakan sejarah kehidupan kita. Sesungguhnya, apa yang harus kita lakukan? Kita cukup memenuhi kewajiban kita. Inilah yang selalu dilakukan insan Tzu Chi. Sungguh, kita cukup melakukan apa yang harus kita lakukan untuk memenuhi kewajiban kita. Namun, adakalanya, saya teringat akan banyak hal yang membuat kita tidak berdaya. Meski demikian, kita harus tetap giat mengemban misi.

Kita bisa melihat bagaimana misi pendidikan kita mendidik anak-anak di Malaysia. mendidik anak-anak di Malaysia. Di TK Tzu Chi, kita menggunakan metode pendidikan kita untuk membimbing anak-anak dengan baik agar dia tidak manja, menjadi anak yang penurut, dan bisa membantu ibunya di rumah. Dia juga berbagi ajaran dengan orang tuanya. Ini semua membuat orang sangat tersentuh. Asalkan dididik dengan sepenuh hati, anak-anak pasti bisa mengembangkan potensi kebajikan sejak kecil. Pendidikan sangatlah penting. Dari jenjang taman kanak-kanak hingga mencapai gelar doktor, dibutuhkan pembinaan selama 20 hingga 30 tahun. Bahkan setelah memperoleh gelar doktor, belum tentu dia bisa berbaur dengan masyarakat dan melakukan segala sesuatu sesuai dengan hati dan logika. Ini semua harus dipelajari di tengah masyarakat.

Dari sini bisa diketahui bahwa mendidik seseorang tidaklah mudah. Jadi, di dunia ini, antarmanusia harus saling bekerja sama. Tadi pagi, saya mendengar kabar bahwa di Gongliao, seorang relawan daur ulang yang juga merupakan anggota komite kita telah meninggal dunia. Dia telah mendedikasikan diri di Tzu Chi selama hampir 20 tahun. Dia mulai bergabung ke dalam Tzu Chi lewat kegiatan daur ulang. Sungguh, dia sangat berdedikasi kepada Tzu Chi. Dialah yang mengemban tanggung jawab di Posko Daur Ulang Gongliao.

Dahulu, saat membuka toko, saya selalu sibuk dengan bisnis saya. Saat melihat Master di televisi, saya langsung menangis. Lalu, saya merasa filosofi Master adalah filosofi yang benar. Saya lalu melepaskan toko saya untuk dikelola anak saya. Lalu, saya sepenuh hati mengemban misi Tzu Chi. Meski kotor, lelah, dan pernah terjatuh sehingga kaki saya terluka, saya tetap suka melakukan daur ulang. Saat pulang ke rumah pada malam hari, saya merasa sangat lelah. Saya berbaring di lantai dan tidak bisa bergerak. Namun, setelah mandi dan mengoleskan obat, saya kembali bersemangat pada keesokan harinya.

Ada orang yang bertanya, “Mengapa kamu mau begitu bekerja keras?” Saya menjawab bahwa karena Master ingin melakukannya. Saya sendiri juga merasa bahwa filosofi ini benar. Master berkata bahwa jika sesuatu itu benar, maka lakukan saja. Sampah yang ada di sekeliling kita sangat banyak. Namun, orang yang bersedia mendedikasikan diri untuk melakukan daur ulang sangat sedikit. Karena posko daur ulang ada di dekat rumahnya, dia setiap hari berjalan kaki ke sana.

Kemarin, dia ditabrak bus wisata dan langsung meninggal dunia di tempat. Saat mendengar kabar ini, bayangkanlah, bagaimana bisa saya tidak merasa kehilangan? Namun, saya menantinya terlahir kembali seperti anak yang kita lihat tadi. Saya sangat berharap dua hingga tiga tahun mendatang, dia dapat datang kepada saya sebagai anak kecil. Saya berharap dia dapat kembali ke dunia ini dengan membawa Dharma, terus mengemban misi Tzu Chi dan melindungi Tzu Chi, serta bersumbangsih demi umat manusia.

Ini semua merupakan kekuatan cinta kasih. Kehidupan penuh dengan penderitaan. Karena itu, begitu mencapai pencerahan sempurna, Buddha langsung mengajarkan tentang penderitaan, sebab penderitaan, akhir penderitaan, dan jalan mengakhiri penderitaan. Jadi, kita harus sungguh-sungguh menjaga ladang batin kita dan menggarapnya dengan sepenuh hati. Inilah arah tujuan kita.

 

Menciptakan berkah bagi dunia dan bersukacita melihat kebajikan orang lain

Warga Jepang berterima kasih kepada Taiwan setelah menerima bantuan

Perlu waktu panjang untuk mendidik manusia

Berdoa semoga yang telah pergi dapat kembali dan giat menggarap ladang batin

 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 12 Maret 2015

Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -