Mendalami Ajaran Kebajikan lewat Misi Pendidikan

Hari ini, tanggal 28 September adalah Hari Guru. Saya sering mengatakan bahwa kita harus menghormati guru. Tanpa pendidikan, masyarakat kita tidak akan stabil. Selain mewariskan pengetahuan, guru juga mewariskan keterampilan kepada murid-muridnya. Dengan menguasai sebuah keterampilan, kita akan mendapatkan manfaat yang tak terhingga dalam hidup kita. Karena itu, kita harus menghormati guru. 

Saya sangat bersyukur. Kemarin, kita bisa melihat murid-murid dari Universitas Tzu Chi dan Institut Teknik Tzu Chi telah kembali dengan didampingi oleh dosen dan kepala sekolah kita. Tahun ini, mereka melakukan kunjungan ke berbagai negara. Setiap murid kembali dengan membawa banyak pelajaran. Perjalanan ini juga memperluas pengetahuan mereka dan membuat mereka dapat merasakan penderitaan hidup. Murid-murid kita telah melihat penderitaan anak-anak di Myanmar. Jika membutuhkan air, mereka harus mengambil dan memikulnya sendiri. Rumah mereka juga sangat sederhana. Daya tahan hidup mereka terbina melalui kondisi seperti ini. Kehidupan mereka selalu penuh tempaan seperti itu. Lihatlah makanan mereka. Asalkan ada nasi putih, mereka sudah sangat bersyukur. Mereka makan dengan sangat gembira. Tidak ada hal yang dirisaukan, mereka selalu belajar dengan serius. Untuk pergi ke sekolah, mereka harus berjalan menempuh jarak yang sangat jauh. Pematang sawah di pedesaan sangat sempit dan selalu tergenang air saat hujan. Jalanan di sana selalu penuh lumpur. 

Setelah Myanmar diterjang badai, murid-murid dari berbagai tingkatan terpaksa belajar dalam ruangan yang sama. Setelah insan Tzu Chi memahami kondisi di sana, kita membangun kembali tiga sekolah di Yangon bagi mereka. Kita bisa melihat murid-murid sangat gembira karena bisa memiliki ruang kelas masing-masing. Ini jauh berbeda dengan kondisi saat berbagai tingkatan kelas bergabung dalam ruangan yang sama. Kini, mereka memiliki meja dan kursi belajar yang indah serta gedung sekolah yang kokoh. Kondisi para murid juga menjadi lebih baik.

 

Selain itu, kita juga mempertimbangkan tentang murid-murid di desa-desa terpencil. Kita membangun belasan sekolah di desa-desa terpencil. Inilah yang kita lakukan untuk mereka selama beberapa tahun ini. Semua ini bergantung pada niat dan tekad kita. Sebagian orang mengatakan bahwa tidak mungkin untuk mengubah kemiskinan dan pola hidup di desa-desa terpencil. Namun, dengan menghimpun kekuatan cinta kasih dari setiap orang, hanya dalam waktu beberapa bulan, pembangunan belasan gedung sekolah sudah hampir rampung. Gedung-gedung sekolah ini dibangun dengan sangat indah dan kokoh. Akhir-akhir ini, insan Tzu Chi terus mengajak para orang tua murid dan warga setempat untuk membersihkan gedung sekolah bersama. Gedung sekolah telah mulai dibersihkan, meja dan kursi belajar juga akan segera dikirimkan ke sana. Inilah yang kita lakukan di Myanmar. 

Kita juga melihat para mahasiswa Universitas Tzu Chi yang pergi ke Filipina. Mereka membangun tiga ruang kelas sementara. Di sana, mereka telah melihat kerusakan besar akibat Topan Haiyan. Selain itu, mereka juga melihat keharmonisan berbagai agama. Pemeluk berbagai agama dapat bekerja sama dengan harmonis dan mengembangkan cinta kasih. Kita bisa melihat para mahasiswa kita juga pergi ke Amerika Serikat. Mereka berbagi bahwa mereka melihat insan Tzu Chi di Amerika Serikat sangat menghargai Tzu Chi dan kesempatan untuk berinteraksi dengan saya.  

Para mahasiswa kita merasa sangat tersentuh. Setiap pagi, insan Tzu Chi di sana mendengarkan ceramah pagi. Mereka sangat menghormati dan mementingkan Tzu Chi dan ajaran Jing Si, selalu datang pagi-pagi untuk mendengarkan Dharma. Seorang mahasiswa mendampingi saya berjalan dan berkata bahwa dia merasa sangat malu karena dia yang berada di Taiwan malah tidak menyadari berkah dan tidak menghargai kesempatan yang ada. Dia telah menyampaikan kata hatinya. Yang dia katakan memang benar. Di tempat yang begitu jauh dengan berbagai kesulitan pun, mereka bisa datang untuk mendengarkan Dharma.

 

Kemarin, selain para mahasiswa yang berbagi tentang pengalaman mereka, juga ada sekelompok relawan cilik berjumlah lebih dari 400 orang yang kembali ke Griya Jing Si. Untuk bisa ikut kembali ke sini dalam rombongan, anak-anak ini harus bervegetaris selama 108 hari dan mendengarkan ceramah pagi. Tidak hanya mendengarkan Dharma, mereka juga harus melakukan praktik nyata dengan berbakti pada orang tua dan melakukan kebajikan. Berbakti dan melakukan kebajikan adalah dua hal yang tidak bisa ditunda. Ada seorang anak yang berbagi bahwa dia menabung uang jajannya sehari-hari ke dalam tiga celengan bambu, yang pertama diserahkan kepada saya untuk menolong orang, yang kedua untuk biaya pendidikannya pada masa mendatang, yang terakhir untuk keperluannya sendiri. Celengan bambu untuk saya selalu dia serahkan setiap tahun. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.  

Sebagian anak berikrar untuk menjadi pewaris Dharma. Ada juga sebagian anak yang berikrar untuk menjadi dokter atau perawat. Saat saya akan pergi, sekelompok anak segera mendatangi saya dan bersama-sama memeluk saya, total ada lima anak. Saya pun mengulurkan tangan saya untuk memeluk mereka. Salah satu dari mereka berkata, “Kita telah berkumpul kembali.” Mereka bertekad menjadi Qingxiushi dan sangat gembira bisa berkumpul. Lihatlah, bagaimana mungkin saya tidak merasa gembira? Meski sekelompok relawan cilik yang kembali ini masih begitu kecil, tetapi tekad mereka sangat teguh. Mereka juga telah membuktikan bahwa bervegetaris membuat mereka penuh energi dan sehat. 

Kemarin, dua orang anak berperan sebagai pembawa acara. Yang satu adalah seorang anak laki-laki bernama Li Jing-zhan dan yang lain adalah anak perempuan bernama Ceng Yu-zhen. Mereka sungguh telah menyerap Dharma ke dalam hati. Contohnya Yu-zhen, karena telah mendengarkan Dharma, dia ingat bahwa saya mengajarkan untuk bersabar. Dia berkata bahwa di sekolah, teman-teman selalu memanggilnya “si pendek” dan mengusilinya. Namun, dia selalu membalas dengan senyuman dan memaafkan mereka. Dia yang masih begitu kecil juga bisa bersabar. 

Singkat kata, anak-anak bisa dididik. Pendidikan sungguh sangat penting. Saya berharap guru-guru kita, baik di SD maupun universitas, bisa lebih bersungguh hati dalam pembinaan dan pendidikan para murid. Tidak hanya di sekolah Tzu Chi, kita juga bisa menularkan semangat ini kepada sekolah lain. Asosiasi Guru Tzu Chi telah menyebarkan metode pengajaran kita ke sekolah lain. Saya sungguh merasa tersentuh.

 

Mendalami ajaran kebajikan dan menghormati guru

Menyadari berkah lewat interaksi dengan orang lain

Bersukacita melihat tunas baru mulai tumbuh

Hati lebih lapang dengan saling menyemangati

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 30 September 2014.

Kita harus bisa bersikap rendah hati, namun jangan sampai meremehkan diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -