Mendidik Anak-anak Sejak Dini dan Menumbuhkan Jiwa Kebijaksanaan

Kita bisa melihat para guru TK Cinta Kasih di Singapura membuat anak-anak memahami bahwa setiap suap sayur, setiap potong roti, dan setiap mangkuk nasi yang mereka makan, semuanya harus melalui berbagai proses dan membutuhkan kerja keras para petani. Setiap butir benih membutuhkan tanah, air, tenaga manusia, dan lain-lain agar bisa tumbuh dan mengenyangkan perut kita. Dengan sepenuh hati, kita memberikan pendidikan kepada anak-anak sejak mereka masih kecil agar mereka memahami sumber dari barang kebutuhan sehari-hari. Inilah cara kita mendidik anak-anak. Kita juga mengajarkan kepada anak-anak bahwa segala sesuatu membutuhkan air.

Singapura juga merupakan negara yang kekurangan air. Semua warga harus bersama-sama menghargai dan menghemat sumber daya air. Kita bisa melihat warga setempat begitu menghargai air. Dalam keseharian, air yang sudah digunakan juga diusahakan agar bisa didaur ulang. Berhubung wilayah setempat selalu kekurangan air, maka sangat penting untuk mendidik generasi penerus agar menghargai air.

Kita juga bisa melihat seorang anak perempuan di Taiwan yang masih sangat kecil. Dia juga menerima pendidikan yang sama untuk menghormati langit, mengasihi bumi, dan senantiasa bersyukur. ”Saya harus mengambil sayur untuk orang lain sebelum mengambil sayur untuk diri sendiri. Kita harus menghabiskan makanan yang terhidang. Dengan demikian, kelak kita baru bisa memiliki makanan. Jika kita tidak menghabiskannya, kelak kita tidak akan memiliki makanan lagi,” ucapnya.

Dia merasa bahwa semua makanan ini diberikan oleh alam kepada kita. Karena itu, kita harus sungguh-sungguh menghargainya. “Petani, terima kasih karena telah memberikan begitu banyak sayur-sayuran yang sehat dan lezat kepada kami sehingga kami bisa hidup dengan bahagia,” tambahnya. Dia bersyukur atas banyak hal. Dia bersyukur kepada ayahnya, ibunya, dan segala sesuatu di dunia ini. Dengan hati penuh rasa syukur, dia belajar melakukan pekerjaan rumah tangga.

Lihatlah, dia baru berusia lima tahun. Ibunya juga sangat bijaksana bisa tenang membiarkannya memotong sayur. Berhubung dia berkata bahwa dia sangat ingin membantu melakukan pekerjaan rumah tangga, ibunya pun membiarkannya melakukannya dan terus mendampinginya. Kita bisa melihatnya memegang pisau untuk memotong. Dia juga pernah terluka. Namun, dia sangat berani dan tidak merasa takut.

Lihatlah, dia juga bisa menumis dan menyajikan hidangan lainnya. Dia bervegetaris sejak dalam kandungan ibunya hingga kini. Daging didapatkan dengan menyembelih hewan. Jika semua orang tidak memakan daging, maka para pedagang tidak perlu menjual makanan hewani lagi. Dengan demikian, hewan-hewan tidak akan begitu menderita. Lihatlah, dia begitu lincah, menggemaskan, dan bijaksana. Dia juga memiliki hati yang lapang dan pikiran yang murni. Dia sungguh menggemaskan.

Di Hualien juga ada anak seperti ini. Dua hari yang lalu, saya mengulas tentang anak yang mengikuti ceramah pagi. Saat mengikuti ceramah pagi saya, dia juga membuat catatan. Jika tidak sempat menulisnya, dia mencatatnya dengan cara menggambar. Dia menggambar yang saya katakan bahwa melatih diri tidaklah mudah. Perjalanan dari makhluk awam hingga mencapai tataran Buddha sungguh bagaikan memasuki sebuah labirin. Kita harus memiliki tekad yang teguh, baru bisa mencapai tataran Buddha.

Dia tidak sempat menulis begitu banyak kata. Karena itu, dia menggambar sebuah labirin yang penuh dengan jalan buntu. Kita harus menggunakan kebijaksanaan agar bisa menghindari jalan buntu dan terus melangkah maju. Di sudut gambarnya, dia menuliskan aksara Mandarin “malam” yang menandakan kegelapan yang tidak berujung. Dalam kegelapan yang tidak berujung ini, kita tidak bisa melihat apa yang ada di depan. Ini bagaikan makhluk awam yang tidak dapat memahami prinsip kebenaran. Ini bagaikan makhluk awam yang tidak dapat memahami prinsip kebenaran.

Setelah melewati “malam”, selanjutnya adalah “kejahatan”. “Kejahatan” menandakan noda batin. Saat berhadapan dengan kegelapan dan noda batin, makhluk awam bagai berada dalam malam gelap dan tidak tahu arah yang dituju. Jika tidak hati-hati, kita akan terperangkap di tempat yang jahat dan sangat berbahaya. Jadi, kita harus hati-hati dalam melangkah dan mencari jalan keluar dari labirin. Dengan begitu, baru kita bisa memahami kebenaran dengan jelas.

Jadi, meski saya berceramah dalam dialek Taiwan, dia tetap bisa memahami bahwa perjalanan dari pikiran yang diliputi kegelapan dan noda batin hingga mencapai pencerahan adalah perjalanan yang penuh rintangan dan sulit dilalui. Berhubung tidak bisa mencatatnya dengan tulisan, dia menggambar labirin yang berliku-liku. Saat menghadapi kesulitan, kita harus berusaha menemukan jalan keluar. Jika kita keluar dari labirin, berarti kita telah mencapai tataran Buddha. Seorang anak berusia 8 hingga 9 tahun saja bisa memiliki pemahaman seperti ini. Ini sungguh membuat orang sangat tersentuh.

Ada pula seorang anak laki-laki lain, Li-xuan. Melihat anak-anak di Hualien mengikuti ceramah pagi, dia juga ingin mengikuti ceramah pagi. Ada sebagian dari ceramah Kakek Guru yang saya tidak mengerti. Akan tetapi, jika saya mengerti, saya pasti mencatatnya. Untuk bagian yang tidak saya pahami, setelah pulang ke rumah, saya akan menanyakannya kepada Ibu. Kakek Guru pernah berkata bahwa asalkan bersungguh hati, kita pasti bisa memahami segala hal.

Saat tidak mengerti, dia tetap mencatatnya dan menanyakannya kepada ibunya. Dia juga memiliki pemahaman yang sangat baik. Apa yang dimaksud dengan bermalas-malasan serta tekun dan bersemangat? Apa yang dimaksud dengan malas dan semangat? Dia mengambil sebuah contoh. Tidak tamak dan melekat pada hangatnya tempat tidur, inilah ketekunan dan semangat.

Meski baru berusia delapan tahun, dia bisa mendengar Dharma, menyerap Dharma ke dalam hati, dan memahami prinsip kebenaran. Saat ibunya sedang risau, dia bisa melenyapkan kerisauan ibunya. Dengan pikiran yang murni dan benar, dia bisa memahami kebenaran. Inilah hakikat kebuddhaan yang dimiliki setiap orang. Jadi, kehidupan sangat menakjubkan.

Di tengah ketidaktahuan dan kebingungan, Di tengah ketidaktahuan dan kebingungan, kehidupan bisa berlalu begitu saja. Kita pasti akan melewati fase lahir, tua, sakit, mati, dan menghadapi ketidakkekalan hidup serta memupuk banyak noda batin. Jika memahami prinsip kebenaran, kita bisa memanfaatkan kehidupan kita untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan dan mendedikasikan hidup kita untuk membantu banyak orang. Dengan kehidupan yang sama, alangkah bermaknanya jika kita memilih untuk menjadi penyelamat bagi sesama.

Mengajari anak-anak bercocok tanam agar mereka menghargai makanan

Menghormati langit, mengasihi bumi, dan bersyukur

Tekun mendengar Dharma untuk melenyapkan kegelapan dan noda batin

Menumbuhkan jiwa kebijaksanaan dan membawa manfaat bagi masyarakat

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 29 Maret 2015

Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -