Meneruskan Dharma dari Masa ke Masa

Kemarin, kita memulai kelas anatomi dengan bantuan para Silent Mentor. Salah satunya adalah dr. Lee Jen-cheng. Dia adalah kakak ipar dr. Chi Pang-chieh dari wilayah tengah Taiwan. Dokter Chi menginspirasinya untuk bergabung dengan Tzu Chi, pertama-tama sebagai komisaris kehormatan, lalu dilantik menjadi anggota komite, dan terakhir dilantik menjadi anggota Tzu Cheng. Dia memiliki tiga status di Tzu Chi. Istrinya juga relawan Tzu Chi, mereka berdua sudah sangat senior. 

Namun, hukum alam tidak bisa dihindari. Dokter Lee terkena penyakit kanker. Saat itu, dia sangat berani. Meski fisiknya sakit, dia tetap tidak menyerah untuk melakukan kegiatan Tzu Chi. Dia merasa bahwa dia harus melakukan semua kegiatan Tzu Chi. Karena itu, di mana pun bencana terjadi, dia pasti akan pergi ke sana untuk membantu. Jika ada rumah warga yang kotor, dia akan pergi bersama relawan lain untuk membersihkannya. Dia juga pergi bersama para relawan untuk membersihkan lokasi bencana. Tidak ada satu kegiatan pun yang dia lewatkan. Dengan ketiga statusnya itu, dia bersumbangsih dengan sepenuh hati.

 

Lama-kelamaan, penyakitnya semakin parah dan dia pun harus dirawat inap. Dia bisa saja memilih kamar untuk satu orang, tetapi dia lebih memilih berbagi kamar dengan pasien lain. Dia mengatakan bahwa dengan demikian, dia masih bisa bersumbangsih dengan menggunakan status sebagai dokter, pasien, dan relawan Tzu Chi. Dia bisa berinteraksi dengan para pasien dan berbagi tentang kisahnya sendiri. Lihatlah, dia malah menjadi fisioterapis, padahal dirinya sendiri juga seorang pasien. Dia sangat berani. Meski menjalani kemoterapi, dia tetap mengunjungi pasien-pasien lain. Dia adalah seorang pemberani, Bodhisatwa dunia, dan teladan bagi kita. 

Dia ingin mendonorkan tubuhnya kepada Universitas Tzu Chi setelah meninggal karena dahulu dia juga seorang murid kedokteran. Akhirnya, dia kembali ke Universitas Tzu Chi sebagai Silent Mentor. Semua ini juga berkat dukungan istrinya. Dokter Chi dan para saudara se-Dharma juga terus memberikan pendampingan dan perhatian kepadanya tanpa henti. Sungguh, dr. Lee adalah teladan yang baik. Kisah hidupnya sungguh membuat orang tersentuh.

 

Ada juga Silent Mentor yang lain, seorang anggota komite senior yang telah berpengalaman selama puluhan tahun, Ibu Ou. Ibu Ou dan suaminya berdedikasi dengan sepenuh hati dan sudah sangat senior. Setelah RS Tzu Chi Hualien selesai dibangun, mereka setiap bulan kembali ke Hualien dan tinggal selama lebih dari tujuh hari. Mereka adalah relawan yang sangat aktif. Ibu Ou menderita banyak penyakit, tetapi dia sangat berani. Penyakit yang dideritanya selalu sangat parah, tetapi ia selalu sembuh dengan cepat. Suami istri ini saling mendampingi dan tidak pernah melewatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan Tzu Chi. Mereka adalah Bodhisatwa yang tekun dan bersemangat. 

Ibu Ou ada di antara Silent Mentor kali ini. Kali ini, banyak Silent Mentor adalah murid saya. Mereka adalah murid yang baik. Saya sungguh merasa kehilangan. Namun, mereka pasti sudah kembali lagi. Dalam dua hingga tiga tahun ini, saya sering melihat anak-anak kecil yang sangat mengagumkan. Melihat murid-murid TK di Johor Bahru, Malaysia, mereka sangat menggemaskan. Demi membantu pusat cuci darah yang akan dibangun di Penang, mereka mulai menggalang dana. Mereka membuka Restoran Da Ai selama sehari. Anak-anak melakukannya sendiri, orang dewasa hanya memberi bimbingan. Mereka melakukannya dengan sangat serius dan penuh tata krama. Semua ini adalah hasil pendidikan. Mereka semua adalah Bodhisatwa yang kembali.

 

Setiap kali teringat para murid saya yang telah meninggal, saya merasa mereka telah kembali dalam diri anak-anak. Anak-anak ini sangat polos dan aktif. Mereka terjun ke masyarakat, dapat membabarkan Dharma, dan menginspirasi orang lain. Beberapa dari mereka ada yang bertekad menjadi pelindung Dharma, ada yang bertekad ingin menjadi penerus Dharma, ada juga yang bertekad untuk membantu saya menyebarkan Dharma. Mereka semua adalah Bodhisatwa yang datang kembali. Melihat sekelompok Bodhisatwa cilik ini, saya merasa bahwa mereka pernah menjalin jodoh dengan saya dan kini kembali dengan tekad untuk menapaki jalan Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan. 

Kemarin, seorang murid TK Tzu Chi Malaysia berkata kepada saya bahwa dia bertekad mempelajari Sutra Bunga Teratai dan menjadi penerus Dharma. Meski usianya masih kecil, tetapi hatinya sangat teguh. Dia menunjukkan buku catatannya kepada saya. Dia menyalin Sutra Bunga Teratai dan sudah menyalin sampai bab Metode Terampil. Dia masih sangat kecil, tetapi hasil salinannya sangat rapi dan jelas. Dia menunjukkannya kepada saya. Mendengar dia mengatakan bahwa dia ingin menjadi penerus Dharma, saya berkata, “Berapa lama saya harus menunggumu?” Namun, tidak perlu khawatir, ini akan diteruskan dari masa ke masa. Para Bodhisatwa dunia akan terus mewariskan Dharma. Saya yakin ajaran Buddha akan terus berkembang di dunia.

 

Di dunia ini, meski kita tidak dapat memilih di mana kita dilahirkan, tetapi anak kecil ini memiliki jalinan jodoh. Dia pernah menjadi Bodhisatwa dunia dan memiliki jalinan jodoh dengan insan Tzu Chi. Kedua orang tuanya sebelumnya adalah anggota Tzu Ching. Kini, mereka telah menjadi dokter. Jadi, anak ini telah memilih untuk terlahir di keluarga yang baik dan memilih Tzu Ching yang berprofesi dokter sebagai orang tua untuk mendampinginya tumbuh. Saya yakin benih ini tidak akan berubah. Dia pasti merupakan sebutir benih Bodhisatwa. Sungguh, anak ini sangat menggemaskan. Jadi, Silent Mentor kita sekarang akan kembali sebagai Bodhisatwa pada masa yang akan datang. Kini mereka telah kembali ke dunia ini sebagai Bodhisatwa cilik. Kelak mereka akan menjadi Bodhisatwa dewasa. Saya yakin akan hal ini.

 

Cinta kasih universal tersebar di seluruh dunia

Menghadapi roda kehidupan dengan hati yang bebas

Bertekad teguh menapaki jalan Bodhisatwa

Meneruskan Dharma dari masa ke masa

 

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 16 September 2014.

The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -