Mengendalikan Nafsu Makan untuk Membawa Ketenangan bagi Dunia

Kita bisa melihat di Eropa, flu burung mulai mewabah. Pihak pemerintah mulai memusnahkan ungags secara besar-besaran karena hewan ternak dapat menyebarkan virus penyakit. Jadi, begitu wabah penyakit flu burung merebak, banyak unggas akan dibunuh. Manusia memelihara hewan ternak, tetapi begitu wabah penyakit menyebar, hewan-hewan ternak itu segera dibunuh. Dari ini kita bisa melihat bahwa manusia memelihara hewan ternak untuk dimakan dan saat wabah penyakit mulai merebak, semua hewan itu langsung dibunuh. Hewan-hewan ternak akan dimusnahkan secara besar-besaran. Pikirkanlah, mereka juga makhluk hidup.

Kita juga bisa melihat sebuah video tentang seorang laki-laki penjual sosis. Awalnya, dia meminta pengunjung untuk mencicipi sosis buatannya. Setelah itu, dia menunjukkan proses pembuatan sosis, yakni dengan memasukkan seekor anak babi ke dalam sebuah mesin, lalu mulai menggilingnya. Setelah itu, sosis pun keluar dari mesin tersebut. Melihat hal itu, pengunjung yang sudah mencicipi sosis tersebut merasa sangat terkejut dan segera memuntahkannya. Seorang pengunjung yang lain merasa sangat marah dan memukuli penjual tersebut. Pengunjung itu berkata, “Kamu telah membunuh anak babi itu.” Sang penjual bertanya, “Kamu mau beli atau tidak?” Pengunjung itu berkata, “Saya tidak mau membeli sosis seperti ini.”

Namun, baik sosis yang dijual di sana maupun sosis yang dijual di tempat lain, bukankah semuanya dibuat dengan membunuh hewan terlebih dahulu baru akhirnya dimakan oleh manusia? Pengunjung itu sangat marah setelah melihat proses pembuatan sosis. Namun, entah rasa marah itu dapat benar-benar membuatnya berhenti makan sosis dan berhenti membunuh makhluk hidup lain demi memuaskan nafsu makan sendiri atau tidak. Apakah dia dapat memahami kebenaran hidup?

Ajaran Buddha terus mengajarkan kita tentang kelahiran di enam alam kehidupan. Dalam kehidupan ini, jika kita membunuh banyak hewan, maka karma buruk kolektif kita akan terus terakumulasi hingga buah karma ini matang suatu saat nanti, di seluruh negara akan terjadi pergolakan yang besar, seperti peperangan dan konflik antarmanusia. Karma buruk kolektif akan mengondisikan kita terlahir di negara itu dan mengalami penderitaan di sana. Yang terjadi pada sekelompok ayam kalkun ini juga merupakan hukum karma. Pada kehidupan sebelumnya, mereka juga menciptakan karma buruk kolektif. Karena itu, kini mereka dipelihara, dibunuh, dan disantap oleh manusia. Jika terjangkit penyakit, mereka juga akan dibunuh secara massal. Namun, manusia telah membunuh banyak hewan yang tidak bersalah.

Setelah mendapat perlakuan seperti itu, hewan-hewan itu juga bisa “berbalik menyerang” manusia. “Serangan” hewan-hewan itu membuat manusia resah dan juga menimbulkan penyakit bagi manusia. Rangkaian sebab akibat ini adalah kebenaran hidup. Sesungguhnya, manusia dan hewan sama-sama memiliki perasaan. Mengapa manusia tega membunuh dan memakan hewan? Saya sungguh tidak mengerti. Singkat kata, janganlah kita menciptakan karma buruk ini. Jika kita menciptakan karma buruk ini, kita tidak tahu setelah meninggal, kita akan terlahir di mana. Karena itu, kita harus bermawas diri.

Kita bisa melihat cinta kasih insan Tzu Chi di Fujian. Tiga tahun lalu, saat mengadakan kunjungan kasih, mereka melihat seorang anak perempuan. Pada saat itu, dia sudah berusia 15 tahun. Namun, berhubung menderita kelainan otak bawaan lahir, dia tidak bisa merawat dirinya sendiri. Neneknya juga kesulitan untuk menjaganya. Mengetahui kondisi keluarga itu, insan Tzu Chi mulai mengadakan kunjungan rutin setiap bulan. Setiap bulan, mereka membantu membersihkan rumah anak itu dan membersihkan tubuhnya. Melihat insan Tzu Chi, dia selalu terlihat sangat gembira. Meski tidak memiliki hubungan darah, tetapi perhatian insan Tzu Chi selama lebih dari tiga tahun ini telah membuat anak itu merasa akrab dengan insan Tzu Chi. Insan Tzu Chi selalu mengasihi semua orang dan memiliki perasaan senasib sepenanggungan. Mengadakan kunjungan rutin setiap bulan bukanlah hal yang mudah.

Singkat kata, Bodhisatwa tidak tega melihat semua makhluk hidup menderita. Inilah hati Bodhisatwa. Hewan juga merupakan makhluk hidup. Mengapa kita tidak mengasihi mereka? Jika manusia terus membunuh hewan-hewan, bagaimana dunia ini dapat damai? Kita bisa melihat sekelompok besar Bodhisatwa yang dapat mengendalikan nafsu makan mereka. Mereka juga dapat membimbing orang tua, kakek, dan nenek mereka untuk bervegetaris. Mereka dapat menghargai nyawa makhluk lain. Anak kecil saja mampu melakukannya, bagaimana dengan kita yang sudah dewasa?

“Pada ulang tahun kakeknya, kami memasak misoa dengan kaki babi. Saat melihatnya, dia tidak bisa menahan diri dan langsung bersembunyi di belakang saya. Lalu, saya melihat dia mulai berlinang air mata. Dia berkata, ‘Saya sungguh berharap setiap orang dapat bervegetaris.’  Kita tidak memakan daging manusia, mengapa kita harus memakan daging hewan? Dia sudah bervegetaris. Sesungguhnya, kami belajar dari anak kami. Dialah yang membimbing kami untuk bervegetaris,” cerita seorang ibu.

“Saya ingin memasak makanan vegetaris agar semua orang menyukai masakan saya. Setelah menyukai makanan saya, mereka akan berhenti mengonsumsi daging hewan dan mulai bervegetaris,” jawab Sang Anak.

Sifat hakiki setiap manusia adalah bajik dan murni. Anak-anak yang masih kecil belum tercemar oleh nafsu keinginan duniawi. Hati mereka sangat murni dan mudah membangkitkan cinta kasih mereka. Selain itu, cinta kasih mereka juga dapat bertahan sangat lama. Tidak peduli menghadapi godaan apa pun, mereka tetap tidak tergoyahkan dan tetap sangat mengasihi hewan. Jika anak-anak bisa melakukannya, mengapa kita tidak bisa? Saat flu burung mulai mewabah seperti ini, jumlah unggas yang dibunuh mencapai ratusan ribu ekor. Melihat pembunuhan unggas secara massal seperti itu, saya sungguh merasa khawatir.

Kehidupan semua makhluk adalah setara. Tindakan membunuh hewan sungguh sangat kejam. Namun, demi melindungi nyawa manusia, para petugas terpaksa memusnahkan unggas-unggas itu. Meski demikian, tindakan pembunuhan seperti ini sungguh membuat orang merasa tidak tega. Di dunia ini, sungguh terdapat banyak kebenaran yang tidak dapat kita analisis. Namun, jika kita dapat mempertahankan sebersit niat baik ini, maka kehidupan di dunia ini akan sangat aman dan tenteram dan manusia juga dapat hidup tenang dan damai. Baiklah. Intinya, kita harus lebih bersungguh hati. Di tempat yang jauh sekalipun, kita berusaha menjangkau dan menyalurkan bantuan, terlebih lagi yang ada di hadapan kita.

 

Pembunuhan hewan telah menciptakan karma buruk kolektif

Mengendalikan nafsu makan untuk membawa ketenangan bagi dunia

Merawat dan melindungi orang yang membutuhkan tanpa memandang jalinan jodoh

Senantiasa hidup berdampingan dengan semua makhluk

 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 20 November 2014

 

Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -