Menjadikan Rasa Bakti dan Kebajikan sebagai Warisan Keluarga

Hari ini adalah Hari Cengbeng. Alangkah baiknya ada hari raya seperti ini. Orang-orang bisa pulang ke rumah untuk menunjukkan rasa bakti dan hormat mereka kepada para leluhur. Pikirkanlah, darah yang mengalir di dalam tubuh kita diwariskan oleh leluhur kita. Kasih sayang antara anggota keluarga tidak boleh diremehkan. Tanpa leluhur kita, bagaimana kita bisa berada di dunia ini? Jadi, untuk menghormati dan mengenang leluhur, ditetapkanlah hari ini sebagai Hari Cengbeng agar seluruh anggota keluarga dapat berkumpul bersama.

Orang-orang pulang untuk menjenguk orang tua mereka. Orang tua lalu mengajak anak cucu mereka untuk berziarah ke makam leluhur. Namun, jika kertas sembahyang yang dibakar tertiup angin, maka dapat menimbulkan kebakaran di rerumputan. Ini sungguh sangat berbahaya. Sesungguhnya, kini orang-orang telah meningkatkan kebijaksanaan. Sebagian orang memilih mengubur abu jenazah di bawah pohon.

Saat berziarah, mereka cukup mengajak anak-anak mereka ke taman yang penuh pohon-pohon. Meski tidak tahu pasti posisi kuburannya, tetapi mereka tahu ada di sekitar sana. Mereka tidak perlu membawa dupa dan kertas sembahyang, cukup membawa seikat bunga untuk mewakili niat mereka. Sesungguhnya, asalkan hati kita tulus, bahkan bunga juga tidak perlu dibawa. Yang terpenting adalah kita menghormati leluhur dari lubuk hati kita. Kita bisa menghormati mereka dengan berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu. Tubuh kita diberikan oleh orang tua kita. Kita harus sangat berhati-hati untuk menjaga fisik dan batin kita.

Dalam kehidupan bermasyarakat, kita harus melakukan hal yang bermakna bagi sesama. Ini merupakan cara terbaik untuk membalas budi leluhur kita dan membawa manfaat bagi dunia. Dengan demikian, barulah kita bisa mengharumkan nama keluarga. Ini baru benar-benar menghormati leluhur. Ini merupakan wujud balas budi yang terbaik terhadap leluhur kita. Alangkah baiknya jika setiap orang bisa berpikiran seperti ini. Kita cukup membawa niat yang tulus serta mengajak anak-anak kita ke pemakaman dan menceritakan sejarah keluarga kepada mereka, seperti kebaikan apa saja yang pernah kakek mereka lakukan di masa lalu dan bagaimana keluarga ini dibangun.

Menceritakan kisah tentang leluhur kita, bukankah ini jauh lebih baik? Kita bisa menceritakan silsilah keluarga serta nilai-nilai keluarga yang murni tanpa ternoda kepada anak cucu kita. Bukankah ini yang terbaik? Orang-orang jarang memiliki waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Jadi, ini juga merupakan hal yang sangat bermakna. Kita juga bisa melihat kekuatan cinta kasih yang terus menyebar di berbagai negara. Benih yang terus ditaburkan insan Tzu Chi kini telah membuahkan hasil.

Kita bisa melihat di Tacloban, Filipina, banyak relawan berseragam abu-abu putih yang bergabung untuk mengemban misi Tzu Chi. Mereka sangat mementingkan pelestarian lingkungan. Ini karena saat Tzu Chi menyalurkan bantuan bencana di sana, insan Tzu Chi di Filipina terus menekankan bahwa dengan uang kecil, kita bisa melakukan amal besar dan dengan menjaga kelestarian lingkungan, kita bisa menyelamatkan bumi dan menyelaraskan iklim. Mereka menggunakan contoh-contoh ilmiah untuk membuktikan pentingnya pelestarian lingkungan.


Banyak orang terinspirasi untuk melakukan amal besar dengan uang kecil dan saling mengasihi. “Kini kami tidak menjual barang daur ulang yang terkumpul. Karena tahu bahwa Tzu Chi merupakan organisasi amal, kami menyumbangkannya kepada Tzu Chi. Ini sangat baik. Kami merasa sangat gembira karena bisa membantu sesama meski yang kami lakukan hanya hal kecil.,” ucap warga.

Di Tacloban, kini relawan daur ulang telah memiliki sebuah posko daur ulang. Mereka menggerakkan banyak relawan daur ulang untuk membersihkan tempat itu. Lihatlah pemandangan ini. Tacloban benar-benar sudah pulih kembali. Lihatlah kebajikan dan kemurnian pikiran mereka. Setiap hari, mereka mendonasikan 50 sen dan melakukan tindakan nyata untuk menjaga kelestarian lingkungan. Kita bisa melihat keharmonisan di seluruh Kota Tacloban.

Kita juga bisa melihat seorang pemuda di Malaysia. Awalnya, karena pekerjaannya, dia menjadi gemar mengonsumsi minuman keras. Akhirnya, dia kecanduan minuman keras. Meski bergabung ke dalam barisan relawan, dia tetap mengonsumsi minuman keras. “Suatu kali, saat saya sedang minum minuman keras, teman saya bertanya, ‘Relawan Tzu Chi boleh minum minuman keras?’ Perkataannya langsung membuat saya sadar. Saya langsung memutuskan untuk berhenti minum minuman keras. Sejak hari itu, saya benar-benar mengubah kebiasaan buruk saya,” ucapnya.

Dia tiba-tiba tersadarkan. Ketua kelompoknya pun mulai menyemangatinya dan memintanya untuk mengemban tanggung jawab di sebuah posko daur ulang. Dia menjadi lebih mengasihi diri sendiri. Dia menyadari bahwa selain merupakan relawan Tzu Chi, dia juga mengemban tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan. Jika dia tidak bisa menyucikan batinnya sendiri, bagaimana dia bisa mengimbau orang-orang untuk menjaga kelestarian lingkungan?

Setelah membangkitkan tekad dan ikrar, dia langsung membuang kebiasaan buruknya. Ini bukan hal yang tidak bisa dicapai. Asalkan memiliki niat, dia bisa mengubah kebiasaan buruk mengonsumsi minuman keras. Lihatlah, hanya dengan mengubah pikirannya, dia telah melenyapkan kebiasaan mengonsumsi minuman keras. Kini dia sepenuh hati melakukan daur ulang. Lihatlah penampilannya di masa lalu, pasti berbeda dengan sekarang. Inilah sumbangsihnya yang penuh kekuatan cinta kasih. Kini, dia bahkan mengajak ibunya ke posko daur ulang. Kasih sayang sepasang ibu dan anak ini sangat mendalam.

Dahulu, sang ibu sangat tidak berdaya terhadap anaknya. Kini, sang anak yang membantu ibunya dengan Dharma. Ini baru benar-benar anak berbakti. Setelah bergabung di posko daur ulang, sang ibu juga merasa bahagia. Anaknya telah membuatnya merasa tenang. Dia juga melakukan daur ulang dengan gembira. Memiliki begitu banyak teman di posko daur ulang membuatnya bersukacita setiap hari. Memiliki begitu banyak teman di posko daur ulang membuatnya bersukacita setiap hari. Inilah cinta kasih berkesadaran antara ibu dan anak. Sumbangsih seperti ini merupakan Dharma yang sejati di dunia ini. Kita harus menghormati dan mengenang leluhur.

Menghormati dan mengenang leluhur serta meneruskan kasih sayang

Menjadikan rasa bakti dan kebajikan sebagai warisan keluarga

Berhenti mengonsumsi minuman keras dan menjaga kelestarian lingkungan

Mempraktikkan Dharma sejati di dunia

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 5 April 2015

Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -