Menjalin Jodoh Baik dengan Pandangan Cinta Kasih dan Welas Asih yang Setara

Dalam kehidupan ini, banyak hal yang di luar kendali kita. Tubuh ini bisa jatuh sakit tanpa bisa kita kendalikan. Panjang atau pendeknya kehidupan ini, juga tidak bisa kita kendalikan. Karena itu, saya sungguh merasa waktu saya tidak cukup. Karena jadwal yang sangat padat, saya merasa hidup saya sangat tidak bebas. Melihat orang-orang di dunia hidup tidak “bebas”, Buddha membangun tekad dan ikrar luhur untuk membantu setiap orang agar memiliki kehidupan yang “bebas”.           

Pada zaman Buddha hidup, di India terdapat perbedaan empat kasta yang sangat jelas. Bagi orang dari kasta rendah, kehidupan mereka selalu sangat menderita dan tidak bebas. Karena merasa tidak tega, Buddha berharap bisa membantu orang-orang ini agar memiliki kebebasan. Kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan fisik, tetapi merupakan kebebasan batin. Seperti yang saya katakan tadi, saya sangat tidak bebas. Sungguh, fisik saya sangat tidak bebas karena saya harus menjalani rutinitas saya. Kehidupan kita juga sama. Dalam kehidupan ini, kita harus menapaki jalan yang harus ditapaki dan melakukan hal yang merupakan tanggung jawab kita. Inilah prinsip kehidupan.

Kita semua mungkin terlihat sangat bebas, tetapi sesungguhnya hati kita tidak bebas. Kita sering kali terperangkap oleh keakuan. Banyak sekali hal yang tak bisa kita kendalikan. Satu-satunya hal yang bisa kita kendalikan adalah menggenggam momen ini untuk segera melakukan hal yang seharusnya kita lakukan. Selama sesuatu itu benar, kita harus terus melangkah maju tanpa menyimpang sedikit pun. Jika berjalan sedikit menyimpang, kita mungkin akan jauh tersesat. Karena itu, kita harus meningkatkan kewaspadaan. Janganlah kita bersikap lengah. Kita harus mawas diri, berhati tulus, dan selalu dipenuhi rasa syukur.

Bodhisatwa sekalian, saya selalu sangat bersyukur kepada kalian. Bulan lalu, kita mengadakan kamp pelatihan di Taipei yang dihadiri oleh insan Tzu Chi dari 32 negara. Selain digelar di dua tempat di Taipei, kita juga mengadakan satu kamp pelatihan lainnya di Taichung. Usai kamp pelatihan di Taipei, saya berangkat ke Taichung. Itu adalah pertama kalinya kita mengadakan pelatihan di Taichung. Hari itu, saat saya tiba di sana, insan Tzu Chi dari lima negara sudah berada di sana. Lebih dari 500 orang yang mengikuti kamp itu, semuanya dipenuhi rasa sukacita. Mendengar mereka berbagi kesan, saya bisa merasakan mereka dipenuhi rasa syukur dan sukacita.

Usai kamp pelatihan itu, saya mengadakan pertemuan dengan para fungsionaris kamp. Mereka juga berbagi satu per satu dengan saya mengenai persiapan kamp kali ini untuk menyambut lebih dari 500 orang peserta. Mereka membuat persiapan dengan hati yang sangat tulus. Untuk menyambut kepulangan lebih dari 500 peserta, tim panitia yang berjumlah 500 orang lebih ini tim panitia yang berjumlah 500 orang lebih ini menggunakan waktu selama tiga hari untuk melakukan persiapan, seperti mencoba ruang yang ada, mengatur alur kegiatan, dan lain-lain. Tim konsumsi juga harus menghitung jumlah orang yang makan agar bisa menyediakan makanan yang cukup sehingga tidak bersisa dan tidak kurang. Mereka juga menyediakan minuman dan makanan ringan yang sesuai dengan selera para peserta. Tim demi tim panitia berbagi dengan saya.

Saat mendengar kelompok demi kelompok panitia berbagi, saya sungguh berterima kasih kepada mereka. Saya bisa merasakan ketulusan mereka. Bukankah saya sering memberi tahu kalian tentang ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kesungguhan? Kita harus tulus, benar, yakin, dan sungguh-sungguh. Kita harus menggunakan ketulusan dalam menyambut kepulangan anggota keluarga kita dari luar Taiwan. Dalam hal pakaian, makanan, tempat tinggal, dan transportasi, kita harus mengaturnya dengan sangat teliti. Inilah ketulusan dan kasih sayang. Saya berkata kepada para panitia bahwa ketulusan hati kalian telah diterima oleh para peserta. Lima ratus orang lebih peserta itu berkata kepada saya bahwa mereka belajar banyak dari materi pelatihan tentang pandangan cinta kasih dan welas asih yang setara, menggalang donatur yang tak terhingga dan menciptakan berkah yang tiada batas, dan lain-lain. Mereka berkata bahwa semua materi pelatihan itu akan sangat bermanfaat di negara mereka masing-masing.

Mereka juga berkata bahwa seumur hidup ini mereka tidak akan melupakan kasih sayang yang mereka terima di sini. Saya yakin kasih sayang ini tidak akan mereka lupakan seumur hidup ini karena lebih dari 500 relawan Taiwan bergerak untuk melayani 500 lebih peserta. Interaksi penuh kasih sayang itu tidak akan mereka lupakan seumur hidup ini. Inilah ketulusan dan kasih sayang. Kasih sayang insan Tzu Chi adalah cinta kasih yang berkesadaran. Bodhisatwa sekalian, cinta kasih kalian sungguh menampilkan semangat ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kesungguhan. Kita selalu berkontribusi dengan hati yang paling tulus dan saling berbagi dengan sungguh-sungguh tanpa ada yang ditutupi. Ini karena kita memiliki keyakinan dan kesungguhan hati.

Hari itu, saat berada di Taoyuan yang memiliki bandara internasional, saya mendengar para relawan berbagi bahwa selama bulan Juni, mereka bolak-balik ke bandara sebanyak lebih dari 150 kali untuk menjemput relawan dari luar negeri.  Saya berkata kepada mereka, “Apakah kalian merasa kelelahan? Itu pasti menghabiskan banyak waktu kalian. Kalian juga harus menggunakan mobil dan bensin sendiri untuk bolak-balik ke bandara.” Mereka semua menjawab, “Terima kasih kepada Master karena memberikan kesempatan kepada kami untuk menjalin jodoh baik dengan relawan Tzu Chi dari luar negeri. Mereka semua adalah keluarga kita.” Demikianlah mereka berkontribusi tanpa keluh kesah dan penyesalan.

Lihatlah, inilah keindahan insan Tzu Chi, ketulusan insan Tzu Chi, dan kebenaran insan Tzu Chi. Inilah semangat kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Kita sungguh telah mencapainya. Saudara sekalian, siapa yang melatih diri, dialah yang menerima buahnya. Jika tak melatih diri maka kita tak akan memperoleh apa-apa. Kita harus menjalin jodoh baik dengan semua makhluk. Kita semua harus terjun ke dalam misi amal. Janganlah kita berhenti. Jika berhenti, maka kita sendiri yang rugi.

Dengan berkontribusi, berarti kita telah menanam benih yang buahnya akan kita tuai sendiri. Inilah yang tertulis di dalam Sutra Ksitigarbha. Karena itu, saya berharap kita bisa lebih banyak menjalin jodoh baik dengan semua makhluk. Kita jangan memutuskan jalinan jodoh dengan semua makhluk. Jika tidak berkontribusi, berarti kita sudah memutuskan jalinan jodoh dengan sesama. Jadi, kita harus terus menjalin jodoh baik. Baiklah, ribuan kata-kata tak dapat mengungkapkan perasaan saya. Intinya, saya berterima kasih dan mendoakan kalian semua. Terima kasih.

 

Melakukan hal yang sudah seharusnya dilakukan dan membuka hati

Mengendalikan diri untuk berjalan ke arah yang benar dan selalu mawas diri

Menyambut kepulangan relawan luar negeri dengan hati yang tulus

Menjalin jodoh baik dengan pandangan cinta kasih dan welas asih yang setara

 

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Rita

Ditayangkan tanggal 10 Juli 2014.

Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -