Menyucikan Hati dan Menghentikan Pembunuhan untuk Mengurangi Bencana

Pada tanggal 23 Juli lalu, kita baru benar-benar bersyukur karena Topan Matmo sudah menunjukkan cinta kasih dan welas asihnya kepada Taiwan. Posisi angin kali ini lebih tinggi sehingga mengurangi kerusakan di daratan. Meski ia bergerak cepat menuju laut, tetapi tekanan udara rendahnya masih sangat besar. Karena itu, pada sore hari tanggal 23 Juli lalu, sebuah pesawat TransAsia Airways yang lepas landas pada pukul 5 lebih dari Kaohsiung jatuh di Magong, Penghu. 

Sesaat setelah pesawat jatuh, para tentara, polisi, dan anggota pemadam kebakaran segera bergerak untuk melakukan upaya penyelamatan. Mereka bekerja sepanjang malam di tengah terpaan angin dan hujan serta menempuh bahaya demi menolong para penumpang yang selamat. Mereka sungguh pahlawan yang hebat. Meski kaki mereka telah melepuh, terluka, dan lain-lain, mereka tetap bersikeras untuk berkontribusi. Warga setempat juga demikian. Beberapa warga menambah lampu di depan rumah mereka dengan harapan bisa bermanfaat bagi upaya penyelamatan. Para warga setempat sangat penuh cinta kasih. Mereka berharap bisa turut mengerahkan segenap kemampuan mereka. 


Kita juga melihat para insan Tzu Chi yang segera bergerak untuk memberikan penghiburan. Baik di rumah duka maupun di rumah sakit, asalkan melihat warga yang merasa gundah, para relawan Tzu Chi akan berinisiatif untuk menjangkau mereka guna memberi penghiburan. Di desa kecil di Penghu itu, saat terjadi tragedi seperti ini, kita bisa melihat kekuatan cinta kasih dan ketulusan dari setiap orang. Cinta kasih dari para warga sangatlah berharga. “Saat mengetahui ada pesawat yang jatuh, saya tidak bisa tidur sepanjang malam. Pada keesokan paginya, sekitar pukul 5 pagi, saya segera memakai seragam dan datang ke sini dengan istri saya. Selama dua hari ini, saya terus membantu di sini dari pukul 6 pagi hingga sekitar pukul 8 malam. Saya sama sekali tak merasa lelah,” kata Xue Pei-qi, relawan Tzu Chi. 

Relawan Xue Pei-qi ini sudah berusia 86 tahun. Pada tahun 2002 lalu, saat ada sebuah pesawat jatuh di laut dekat Penghu, dia mulai ikut membantu. Sejak saat itu, dia bersama dengan putrinya mulai aktif mengikuti kegiatan daur ulang. Dia juga mendonasikan sebuah tempat miliknya di Penghu untuk dijadikan sebagai posko daur ulang. Kali ini, saat menerima berita tentang kecelakaan itu, dia juga segera bergerak untuk membantu. Dalam keseharian, dia juga selalu sangat tekun dan bersemangat mendengar ceramah pagi. Setiap hari, dia pergi ke posko daur ulang Tzu Chi untuk menghirup keharuman Dharma. Dia memiliki tubuh yang sehat. Kali ini juga demikian. Setiap pagi-pagi sekali, dia sudah keluar rumah untuk ikut serta dalam barisan penyaluran bantuan. Dia bersedia melakukan segala hal. Semua kegiatan Tzu Chi telah menjadi arah kehidupannya. Sesungguhnya, dia adalah pensiunan tentara. Setelah pensiun, dia memutuskan untuk menetap di Penghu dan mendedikasikan diri sepenuh hati untuk Tzu Chi. Dia sungguh seorang lansia yang mengagumkan. 


Beberapa hari ini, kita melihat banyak berita tentang para korban kecelakaan pesawat. Salah satu di antaranya adalah seorang pengrajin kayu di Penghu dijuluki sebagai salah satu permata Taiwan. Kabarnya, banyak kuil di Taiwan dengan ukiran yang sangat halus merupakan hasil kerajinan tangannya. Pengrajin itu adalah Bapak Yeh Ken-chuang. Dia adalah salah satu korban kecelakaan pesawat TransAsia Airways kali ini. 

Ada pula kisah seorang petugas pemadam kebakaran. Saat Topan Matmo menerjang, dia berada di Kaohsiung. Setelah Topan Matmo berlalu, dia ingin segera kembali ke Penghu untuk bekerja. Karena itu, dia menumpang pesawat itu untuk kembali ke Penghu. Demikianlah dia menjadi salah satu korban dalam kecelakaan pesawat itu. Petugas pemadam kebakaran itu bernama Lee Ming-tsun. Dia berusia 47 tahun. Para kerabat kerjanya juga sangat kehilangan dan terpukul. Semua itu sungguh membuat orang tidak tega. 

Ada pula seorang polisi militer. Dia adalah seorang insan berbakat dan tiang penyangga negara. Namun, dia juga meninggal dalam kecelakaan pesawat itu. Ketidakkekalan datang tanpa memandang usia. Karena menanggung karma kolektif yang sama, mereka menumpang satu pesawat yang sama dan meninggal akibat kecelakaan. Kehidupan manusia sangat tidak kekal. 


Kecelakaan seperti ini sudah membuat orang sangat menderita. Namun, ada pula bencana akibat ulah manusia di mana orang-orang saling bertikai dan saling melukai. Sikap saling melukai dan membunuh ini membuat seluruh masyarakat menjadi sulit hidup dengan tenang. Penderitaan seperti itu sungguh tak terkira. Entah mengapa pikiran orang-orang pada masa kini sulit untuk selaras. Ini mengakibatkan bumi jatuh sakit. Saat bumi jatuh sakit dan unsur alam tidak selaras, pikiran manusia juga akan sakit dan unsur tubuh manusia ikut tidak selaras. 

Setiap hari, saat memandang ke seluruh dunia, saya melihat ketidaktenteraman di dunia. Ini membuat hati saya sulit merasa tenang. Namun, khawatir saja tidak dapat membantu. Kita harus lebih giat mengajak orang-orang untuk membangkitkan cinta kasih di dalam hati. Bulan 7 Imlek adalah bulan penuh berkah. Kita harus memanfaatkan momen pada bulan 7 Imlek ini untuk mengajak lebih banyak orang menyelamatkan semua makhluk dan tidak menciptakan karma buruk. Janganlah kita menciptakan karma membunuh. Daripada menyembelih hewan dan membakar kertas sembahyang yang dapat menciptakan pencemaran, lebih baik kita membawa keharmonisan bagi masyarakat dengan cara membangkitkan cinta kasih untuk memperhatikan semua makhluk di dunia. Dengan menggunakan cinta kasih untuk membantu orang-orang yang hidup menderita, kita bisa mengubah perseteruan menjadi keharmonisan. Inilah hal yang bisa kita capai selama kita berusaha dengan segenap hati. Baiklah. Singkat kata, kita harus berusaha segenap hati dan tenaga untuk merekrut Bodhisatwa dunia dan membangkitkan cinta kasih.

 

Para tentara, polisi, dan anggota pemadam kebakaran bergerak untuk membantu

Para warga turut mengulurkan tangan untuk membantu

Kagum melihat perhatian yang dicurahkan relawan Tzu Chi

Menyucikan hati dan menghentikan pembunuhan untuk mengurangi bencana

 

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Rita

Ditayangkan tanggal 31 Juli 2014.

Walau berada di pihak yang benar, hendaknya tetap bersikap ramah dan bisa memaafkan orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -