Meyakini dan Meneladani Buddha

Judul Asli:

 

  Meyakini dan Meneladani Buddha

 

Meyakini dan meneladani Buddha
Membabarkan Dharma sesuai dengan kondisi umat manusia
Menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri
Mempraktikkan dan mendalami ajaran Buddha

Lihatlah para Bodhisatwa dunia. Selama 45 tahun ini, saya sungguh berterima kasih kepada begitu banyak orang yang bekerja sama dengan kesatuan hati dan tekad. Semua orang memiliki hati Buddha serta tekad guru untuk melakukan satu hal, yakni memerhatikan semua orang di dunia ini dan memberikan kehidupan yang tenang bagi orang yang menderita. Inilah misi kita bersama.

Dahulu, ada 30 ibu rumah tangga yang mendukung saya dengan menyisihkan 50 sen setiap hari ke dalam celengan bambu. Saya berkata kepada mereka bahwa dengan menyisihkan 50 sen setiap hari, berarti kalian telah membangkitkan niat baik setiap hari dan mempratikkannya melalui tindakan nyata. Jumlah donasi tidaklah penting. Yang terpenting adalah sebersit niat baik yang timbul pada setiap hari. Inilah yang terpenting. Mereka sangat mendengarkan nasihat saya. Setiap hari sebelum keluar rumah untuk membeli sayur, mereka akan menyisihkan 50 sen terlebih dahulu. Saat di pasar, mereka meminta penjual untuk mengurangi jumlah sayur karena mereka menyisihkan 50 sen setiap hari untuk berbuat kebajikan. Karena itu, kisah 50 sen pun tersebar ke pasar. Banyak pembeli dan penjual sayur yang mengetahui kisah ini.

Bodhisatwa sekalian, kalian telah bertekad untuk menjalani pelatihan menjadi anggota komite. Menjalani pelatihan dan mengikuti kegiatan, semuanya memerlukan waktu. Setelah menjalani pelatihan selama 2 tahun, barulah kalian akan dilantik. Setelah dilantik, tak berarti kalian telah lulus. Meski telah lulus, itupun hanya tingkat taman kanak-kanak saja. Pendidikan yang sebenarnya baru saja dimulai. Untuk menjadi Bodhisatwa, selain membangun tekad luhur, kita juga harus terus melangkah maju dan memanfaatkan kesempatan untuk menggalang Bodhisatwa dunia.

Buddha datang ke dunia demi satu tujuan penting, yakni memberi kesempatan kepada setiap orang untuk mendalami ajaran Buddha. Dharma yang sesungguhnya harus berasal dari semangat Buddha. Kita harus memahami semangat Buddha. Buddha telah berbagi prinsip kebenaran dari setiap orang, masalah, ataupun benda materi dan prinsip kebenaran yang diajarkan-Nya dengan kita. Buddha berkata bahwa kita tak bisa menghentikan ketidakkekalan. Karena itu, apakah kita bisa melatih diri secara perlahan-lahan?

Buddha berharap kita dapat memanfaatkan waktu. Bila melatih diri secara perlahan-lahan, berarti kita telah bersikap lengah dan merintangi pelatihan diri sendiri. Karena itu, Buddha terus datang ke dunia. Seiring perubahan zaman, Buddha terus membabarkan Dharma dengan cara yang berbeda agar orang-orang bisa mendengar Dharma. Setelah memahami Dharma, mereka tak akan menunda-nunda dan segera memanfaatkan waktu untuk melakukan hal yang benar. Namun, kapankah benih karma kita akan matang? Saya pernah membagikan kisah Buddha Amoghasiddhi sebelumnya.

Sebelum Buddha Amoghasiddhi wafat, ia harus mewariskan ajaran kepada murid-Nya agar mereka bisa mencapai Kebuddhaan. Untuk itu, beliau pun mulai memantau Bodhisatwa mana yang akan mencapai pencerahan terlebih dahulu. Di antara para murid-Nya, ada 2 Bodhisatwa yang sangat menonjol. Yang pertama adalah Bodhisatwa Maitreya yang memiliki kebijaksanaan tinggi. Satunya lagi adalah Bodhisatwa Sakya. Beliau memiliki welas asih yang universal yang memiliki welas asih tinggi. Namun, untuk mencapai kebuddhaan, dibutuhkan kebijaksanaan dan welas asih. Buddha Amoghasiddhi pun merenungkannya. Untuk mencapai Kebuddhaan, haruslah banyak menjalin jodoh yang baik jodoh baik dengan semua makhluk. Meski Bodhisatwa Sakya memiliki welas asih, namun kebijaksanaannya masih belum sempurna. Kebijaksanaannya masih belum sempurna. Meski Bodhisatwa Maitreya memiliki kebijaksanaan tinggi, namun welas asih dan jalinan jodohnya dengan semua makhluk juga masih belum sempurna. Bila tak menjalin jodoh yang baik dengan semua makhluk, maka beliau tak dapat mencapai Kebuddhaan. Jadi, untuk mencapai Kebuddhaan, haruslah memiliki kebijaksanaan dan welas asih. Yang terpenting adalah menjalin jodoh yang baik dengan semua makhluk. Karena itu, kita harus menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia. Janganlah kita berpikir menggalang 24 keluarga atau 40 keluarga donatur saja sudah cukup. Ini tidaklah benar. 

 

Mengapa kita tak menjadi orang yang bisa membimbing semua orang di dunia ini? Mengapa kita hanya menjadi guru bagi sebuah kelas yang kecil? Mengapa kalian tak membuat seluruh siswa di sekolah mengikuti kelas kalian? Kita hendaknya menjadi guru yang tak diundang. Tak peduli siapa pun orangnya, kita bisa menjadi guru untuk membimbing mereka. Singkat kata, semoga setiap orang bisa membangkitkan sebersit niat baik. Sebagai murid Buddha, kita harus menjadi teladan. Kita harus segera melatih diri dan bukan meminta perlindungan dari Buddha.

 

Sebagai murid Buddha yang baik, kita harus mewakili Buddha membimbing umat manusia agar mereka tak terus tersesat di dalam 6 alam kehidupan. Kita harus memiliki perhatian yang benar dan tak terus ternoda oleh ketamakan, kebencian, kebodohan, kesombongan dan keraguan. Saat meminta perlindungan kepada Buddha, Bodhisatwa, dan dewa, itulah ketamakan yang mudah membuat kita berjalan menyimpang. Saya sering berbagi tentang hukum karma. Kita harus menerimanya dengan ikhlas, Kita harus menerimanya dengan ikhlas dan terus membangun ikrar luhur. Sebagai insan Tzu Chi, kita harus memiliki keyakinan dan arah yang benar. Yang terpenting adalah kita harus menggalang Bodhisatwa dunia.

Saat Tzu Chi pertama kali didirikan, kita menginspirasi setiap orang untuk membangkitkan niat baik setiap hari. Selain itu, kita juga berbagi tentang Tzu Chi dengan orang lain. Orang yang jalinan jodohnya telah matang akan terinspirasi oleh kita. Karena itu, kita bertanggung jawab untuk menanam akar kebajikan. Semoga orang yang belum menanam akar kebajikan dapat terinspirasi; orang yang telah menanam akar kebajikan dapat menumbuhkan kebajikannya; orang yang telah menumbuhkan akar kebajikan dapat memperoleh pembebasan. Bodhisatwa sekalian, sebagai praktisi Buddhis, kita harus meyakini Buddha. Namun, yang terpenting adalah kita harus meneladani Buddha dan memiliki hati Buddha. Kita harus menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan senantiasa mempraktikkan Dharma. Kita harus memiliki Dharma dalam hati. Dengan begini, barulah kita sungguh-sungguh menjadi murid Buddha. Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia.

 

 

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -