Suara Kasih: Berpegang Teguh pada Tekad

 

Judul Asli:

Berpegang teguh pada Tekad meski Menghadapi Berbagai Rintangan

Berpegang teguh pada tekad meski menghadapi berbagai rintangan
Mahabhiksu Jian Zhen berangkat ke Jepang demi mewariskan Dharma dan sila
Misi dari pengobatan adalah menyelamatkan penderitaan semua makhluk
Menyelamatkan kehidupan dan memberikan penghiburan batin

 

Kita dapat melihat kegiatan doa bersama di Balai Peringatan Chiang Kai-shek tadi malam yang sangat menggugah hati. Beberapa hari ini, setiap orang berkumpul di lapangan tersebut untuk berdoa dengan tulus. Kemarin adalah malam ke-5 berlangsungnya acara doa bersama tersebut. Pada empat pementasan sebelumnya, para Bodhisatwa pementasan berusaha segenap hati dan tenaga untuk mementaskan kisah ajaran Buddha. Akan tetapi, pementasan kemarin sedikit berbeda.

Di lokasi dan panggung yang sama, kita memutar film animasi yang diambil dari kisah Mahabhiksu Jian Zhen. Lebih dari 1.000 tahun lalu, Buddhisme di Jepang mengalami kemunduran. Melihat itu, pemerintah Jepang mengutus orang ke Tiongkok dengan harapan bisa mengundang seorang mahabhiksu yang bersedia pergi ke Jepang untuk mewariskan Dharma dan sila di sana. Setelah mencari sekian lama, akhirnya mereka bertemu dengan Mahabhiksu Jian Zhen yang bersedia membangkitkan ikrar luhur. Akan tetapi, untuk pergi ke Jepang bukanlah hal yang mudah. Sebanyak 6 kali, beliau berusaha melakukan perjalanan ke Jepang,tetapi selalu menghadapi berbagai rintangan. Beliau gagal pada 5 perjalanan pertama akibat kondisi iklim, manusia, dan sebab-sebab lainnya. Hingga saat sudah berusia lanjut dan kehilangan daya penglihatan, beliau tetap bersikeras berangkat ke Jepang.

Saya sangat berterima kasih kepada para staf Da Ai TV yang memproduksi film animasi Mahabhiksu Jian Zhen dengan sangat hidup sehingga kisahnya bisa diketahui oleh banyak orang. Kali ini, demi menampilkan semangat Mahabhiksu Jian Zhen yang menyebarkan Dharma ke Jepang, sekelompok relawan yang berjumlah lebih dari 200 orang melakukan pementasan di atas panggung dengan diiringi film animasi Mahabhiksu Jian Zhen sebagai latar belakang.

Semua itu sungguh membuat orang tergugah. Kali ini, Ci Yue juga sangat bersungguh hati. Selain itu, ada pula pengusaha, polisi, anggota pemadam kebakaran, dan insan Tzu Chi. Mereka semua bekerja sama dengan harmonis. Pementasan mereka di atas panggung sungguh menggugah hati orang karena pementasan mereka sangat indah. Mereka bukan aktor profesional, tetapi mereka berlatih dengan sungguh-sungguh agar gerakan mereka bisa kompak dan penuh kekuatan. Selain itu, gerakan mereka juga sangat lembut. Dengan kekuatan dalam kelemahlembutan, mereka menampilkan keindahan Buddhisme dan keteguhan Mahabhiksu Jian Zhen. Demi mewariskan ajaran Buddha ke Jepang, beliau berpegang teguh pada tekad dan mengatasi segala rintangan. Tiada rintangan yang tidak beliau atasi.

Kita juga melihat RS Fuding di Tiongkok. Jika saya tidak memberi tahu kalian, mungkin kalian akan menyangka bahwa mereka adalah para dokter dari RS Tzu Chi. Sungguh, para staf medis di RS Fuding sangat berbudaya humanis seperti RS Tzu Chi di Taiwan. Hari Minggu kemarin adalah hari penutupan kamp budaya humanis di sana. Pada saat yang bersamaan, sebanyak 67 perawat baru juga mengikuti pelatihan. Peserta kamp budaya humanis kali ini berjumlah lebih dari 150 orang, sedangkan staf yang turut membantu berjumlah 128 orang. Kini mereka bisa memikul tanggung jawab sendiri. Dahulu, saat mengadakan kamp, insan Tzu Chi-lah yang harus membantu mereka. Akan tetapi, kini staf rumah sakit bisa menjadi ketua kelompok sendiri maupun melakukan pekerjaan lainnya sendiri.

Kita dapat melihat para insan Tzu Chi di Fuding terus mendampingi dan mendukung mereka. Kita juga melihat pertunjukan isyarat tangan yang dibawakan oleh para dokter dan upacara penobatan para perawat. Semua itu sungguh membuat orang tersentuh. Budaya humanis yang mereka terapkan hampir sama dengan Tzu Chi. Sungguh membuat orang tersentuh melihatnya. Selain itu, kita juga melihat pelayanan medis mereka. Cara para staf medis di Fuding memperlakukan dan menyayangi pasien tidak kalah dengan staf medis Tzu Chi di Taiwan.

Kita juga mendengar kisah tentang seorang gadis yang berasal dari sebuah desa di Guangxi. Saat berusia 3 tahun, orang tuanya bercerai. Karenanya, dia dibesarkan oleh sang nenek yang sudah kehilangan daya penglihatan. Jadi, gadis itu hidup kekurangan. Orang tuanya sudah bercerai, neneknya kehilangan daya penglihatan, di tengah lingkungan seperti itulah dia bertumbuh dewasa. Saat berusia 14 tahun, dia meninggalkan rumah dan mulai hidup seorang diri. Pada akhir bulan April lalu, teman kerjanya mengantarnya ke RS Fuding dan meninggalkannya begitu saja. Tiada orang yang tahu dia berasal dari mana. Akan tetapi, penyakitnya sangat parah.

Para staf medis dan insan Tzu Chi sangat bersungguh hati. Mereka segera mencurahkan perhatian dan memberi pertolongan darurat untuknya. Berhubung pihak RS menginformasikan hal ini kepada polisi, polisi pun datang untuk meminta alamatnya. Akan tetapi, sesuai alamat yang dia diberikan, polisi tidak menemukan anggota keluarganya. Berhubung dia memberi alamat palsu, polisi tidak bisa menghubungi anggota keluarganya. Selama jangka waktu yang panjang, insan Tzu Chi terus merawatnya dengan penuh cinta kasih dan kesabaran. Tak peduli bagaimana sikapnya, insan Tzu Chi tetap mengasihinya bagai seorang ibu.

Demikian pula dengan staf medis. Para staf medis juga merawat dan mengasihinya dengan penuh cinta kasih. Secara perlahan-lahan, dia pun membuka pintu hatinya dan bersedia memberi tahu alamat bibinya. Karena itu, pihak rumah sakit bisa menghubungi ayahnya. Berkat curahan cinta kasih jangka panjang dari banyak orang, kesehatan anak ini kembali pulih. Ayahnya juga datang ke rumah sakit. RS Fuding menjalin jodoh yang dalam dengan Tzu Chi.

“Kini kami sungguh bisa melihat semangat Tzu Chi di setiap sudut rumah sakit kami. Jadi, saya merasa ini merupakan penghiburan terbesar karena kami tak hanya menyelamatkan satu nyawa, tetapi juga menyelamatkan satu jiwa. Saya juga berharap setelah kembali ke rumah, dia bisa belajar dengan giat untuk terus meningkatkan kualitas diri agar bisa menjadi orang yang berguna bagi masyarakat,” ucap seorang tim medis.

“Saya berterima kasih kepada Kakek Guru yang telah mendirikan Tzu Chi. Lalu, saya juga ingin berterima kasih kepada seluruh insan Tzu Chi. Terima kasih juga kepada paman dan bibi Tzu Chi. Tanpa mereka, maka tidak ada saya hari ini. Setelah kondisi kesehatan saya pulih, saya akan mengajak ayah ke RS Fuding untuk menjadi relawan rumah sakit bersama dengan paman dan bibi Tzu Chi,”ucap sang anak. Kisah gadis ini juga dibagikan pada saat kamp budaya humanis kali ini. Kisah ini menjadi kisah yang inspiratif bagi para perawat baru kali ini. Tentu saja, mereka juga mengadakan berbagai kegiatan yang penuh kehangatan. Pada hari penutupan kamp, mereka juga mengadakan acara doa bersama yang sama dengan kita. Dalam rangka menyambut bulan 7 penuh berkah, mereka juga berdoa dengan tulus. Saya sungguh tersentuh melihat benih cinta kasih  bisa tersebar ke tempat yang jauh juga bisa berkembang menjadi hutan bodhi. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou)

 
 
Hanya dengan mengenal puas dan tahu bersyukur, kehidupan manusia akan bisa berbahagia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -