Suara Kasih: Kerjasama Staf Empat Misi

 

 

Judul Asli:

Kerjasama Para Staf Empat Misi

Untuk bersumbangsih bagi lebih banyak orang, Staf Empat Misi Tzu Chi memanfatkan hari libur
Insan Tzu Chi menggelar pembagian bantuan musim dingin dan acara makan bersama
Memanfaatkan waktu saat ini untuk menapaki jalan kebenaran
Segala sesuatu tercapai berkat adanya berbagai sebab dan kondisi

 

Kemarin, para pasien penerima bantuan Tzu Chi berkumpul bersama di Griya Jing Si untuk menghadiri acara makan bersama. Saya sangat berterima kasih kepada para staf dari Empat Misi Tzu Chi yang terdiri atas dokter, perawat, kepala sekolah, dan guru yang telah berpartisipasi dalam kegiatan ini dengan penuh kesungguhan hati dan cinta kasih. Mereka memanfaatkan waktu libur untuk turut membantu dengan mengembangkan pandangan kesetaraan yang penuh cinta kasih dan welas asih. Saya sering berkata bahwa tingkat tertinggi dalam pembinaan diri adalah memiliki pandangan kesetaraan yang penuh cinta kasih dan welas asih. Ini bukan hanya pandangan semata, melainkan harus dipraktikkan dalam keseharian. Kita harus memandang penderitaan orang lain sebagai penderitaan kita sendiri, memandang setiap orang bagai anggota keluarga kita sendiri. Semoga segala sumbangsih kita bisa membantu meringankan penderitaan mereka dan membawa kebahagiaan bagi mereka. Rasa empati ini adalah pandangan kesetaraan yang penuh welas asih.

Kini, cinta kasih ini telah tersebar ke seluruh dunia. Cinta kasih universal ini telah masuk ke tengah masyarakat dan memberi manfaat bagi banyak orang. Ini semua sungguh membuat orang tersentuh. Setiap insan Tzu Chi membangkitkan hati seperti ini dalam mencurahkan perhatian dan bersumbangsih. Mereka telah menciptakan sebuah lingkungan yang penuh dengan cinta kasih universal. Kemarin, saat berkeliling di Griya Jing Si, saya melihat Ketua Empat Misi Tzu Chi memimpin para staf untuk berpartisipasi. Acara kemarin sungguh ramai. Para insan Tzu Chi dari berbagai profesi juga turut berpartisipasi dan menunjukkan keterampilan masing-masing. Saya juga melihat banyak relawan konsumsi di sana. Mereka adalah staf dari berbagai departemen. Hanya melihat dan mencium aromanya saja, saya sudah tahu mereka menyiapkan banyak menu yang lezat. Saya juga melihat relawan penjaga pintu. Para kepala sekolah dari berbagai universitas semuanya berdiri tegap di depan pintu masuk. Saya berkata kepada Kepala Sekolah Wang dan Profesor Li bahwa mereka tidak usah berdiri di sana dahulu karena para tamu belum datang. Kemudian, saya kembali berjalan mengelilingi Griya Jing Si. Akan tetapi, saat kembali ke sana, saya melihat mereka tetap berdiri di sana dengan tegap dan tidak bergerak sedikit pun. Mereka sungguh mengagumkan.

Saat tiba waktunya makan, kepala rumah sakit, kepala sekolah, perawat, dokter, dan guru menghidangkan makanan ke atas meja. Sesungguhnya, kita tidak mengenali mereka karena muka mereka tertutup masker. Akan tetapi, mereka melayani para pasien penerima bantuan Tzu Chi dengan penuh ketulusan. Saat orang-orang mulai makan, saya mendengar alunan musik tradisional dari belakang.  Selesai makan, saya pun berjalan ke belakang. Melihat orang-orang masih makan, saya berkata kepada mereka, “Semua orang tengah makan, tetapi kalian masih memainkan musik untuk menghibur mereka, sedangkan kalian sendiri belum makan.” Mereka berkata bahwa melihat setiap orang bisa makan dengan gembira, mereka sudah merasa sangat senang.

Inilah acara makan bersama di Hualien yang penuh kehangatan. Sesungguhnya, beberapa minggu terakhir ini, insan Tzu Chi di seluruh Taiwan telah menggelar 36 acara makan bersama berskala besar. Di Taipei, para dokter dan perawat RS Tzu Chi Taipei juga berpartisipasi dalam acara makan bersama dengan mengadakan baksos kesehatan. Mereka juga mendampingi para penerima bantuan untuk makan bersama. Inilah kekuatan cinta kasih. Saya sungguh tersentuh melihatnya.

Demikian pula dengan RS Tzu Chi Dalin.Selain menggelar acara makan bersama di Kantor Perwakilan Tzu Chi, jika ada pasien yang tak bisa keluar, Tim Medis RS Tzu Chi Dalin akan mengadakan kunjungan dari rumah ke rumah. Di Dalin, kita memiliki sebidang lahan yang dinamai dengan Perkebunan Cinta Kasih. Kini adalah masa panen tanaman sayur di sana. Hasil panen tanaman sayur di sana sangat baik. Staf medis RS Tzu Chi Dalin meminta para pasien penerima bantuan Tzu Chi membawa pulang tanaman sayur itu untuk dihidangkan saat Tahun Baru Imlek. Ini adalah bingkisan yang sangat istimewa. Mereka menanam sendiri tanaman sayur tersebut, lalu memberikannya sendiri kepada para pasien penerima bantuan Tzu Chi. Ini semua sungguh penuh kehangatan. Sesungguhnya, setiap hari adalah hari bersejarah. Bodhisatwa sekalian, hari ini pada 30 tahun yang lalu, kita menyiapkan upacara peletakan batu pertama RS Tzu Chi Hualien. Saat itu, kita juga mempersiapkan pembagian bantuan musim dingin. Saat itu, paket bantuan musim dingin bagi pasien penerima bantuan seluruh Taiwan dibungkus di Hualien. Saat itu, kita juga menggelar acara makan bersama di Griya Jing Si. Insan Tzu Chi dari seluruh Taiwan selalu kembali untuk membantu.

Demi menghemat waktu setiap orang, kita memutuskan untuk menggelar upacara peletakan batu pertama RS Tzu Chi Hualien pada hari yang sama. Saya masih ingat saat peletakan batu pertama itu, hujan terus turun. Saya sangat berterima kasih kepada banyak orang yang datang membantu. Gubernur Provinsi Taiwan pada saat itu, yaitu Bapak Lee Teng-hui juga hadir. Saat itu, paket bantuan baru selesai dibungkus. Jadi, saya menunjukkan kepada beliau dan memberi tahu bahwa paket bantuan itu akan dibagikan besok dan lusa hari. Setelah melihat paket bantuan dan buku pendataan kita, beliau sangat memuji kontribusi kita.

Setelah itu, beliau bertanya, “Besok adalah hari peletakan batu pertama rumah sakit, berapa dana yang sudah terkumpul?” Beliau menanyakan hal ini saat kami sedang makan. Setelah menghela napas dan berhenti sejenak, saya lalu berkata padanya, saya menjawab, “Sesungguhnya, dana yang tergalang saat ini masih kurang dari 30 juta dolar NT.” Beliau yang awalnya ingin mengambil sayur langsung berhenti dan bertanya, “Sesungguhnya, berapa banyak dana yang diperlukan untuk membangun sebuah rumah sakit?” Saya menjawab, “Perkiraan biaya yang diperlukan adalah 600 hingga 800 juta dolar NT.” “Tetapi dana Anda masih kurang dari 30 juta dolar NT.” Saya menjawab, “Perasaan saya sekarang sama dengan kondisi cuaca di luar, basah kuyup.” Beliau berhenti sejenak sebelum menjawab saya. Percakapan kami ini berlangsung di atas meja makan. Beliau menjawab, “Terpaan angin dan hujan bisa memperkuat keyakinan kita.”

Kemudian, beliau bercerita tentang saat beliau masih menjabat Walikota Taipei, banyak pihak yang memperdebatkan masalah pembangunan tanggul di Erchong. Beliau menceritakan kisah ini di atas meja makan. Keesokan harinya, banyak biksu dan biksuni yang menghadiri acara peletakan batu pertama. Saat Bapak Lee Teng-hui naik ke atas panggung untuk berpidato, beliau berkata, “Tembok Raksasa Cina berawal dari sebuah batu konblok.” Perkataan beliau itu telah terukir dalam sejarah Tzu Chi. Meski kini saya mengulas tentang sejarah 30 tahun silam, sesungguhnya, sejarah dibuat pada setiap waktu saat ini. Setiap “saat ini” terus berlalu setiap detik dan terakumulasi. Setiap “saat ini” yang berlalu akan menjadi sejarah. Jadi, semua sejarah tercipta dari akumulasi setiap “saat ini”. Karena itu, kita harus memanfaatkan waktu saat ini dengan sebaik mungkin. Masa lalu, sekarang, dan masa depan bersifat kosong sekaligus ada. Masa lalu, sekarang, dan masa depan disebut kosong karena tak bisa dihentikan, tetapi selama kita memanfaatkan setiap waktu yang ada untuk melakukan hal yang benar maka hasilnya akan terlihat nyata. Jika tidak ada hari ini 30 tahun silam, bagaimana mungkin kini kita memiliki RS Tzu Chi Hualien? Singkat kata, Bodhisatwa sekalian, kehidupan manusia sungguh menarik. Segala sesuatu bisa dicapai seiring berjalannya waktu, ruang, dan hubungan antar manusia. Saya sangat berterima kasih kepada banyak orang baik yang telah bersumbangsih sebagai Bodhisatwa dunia dan Buddha hidup di dunia. Karena itu, kita harus menghargai setiap detik, setiap orang, dan setiap tempat. Kita harus senantiasa menghargai segalanya. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou )

 
 
Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -