Suara Kasih : Melindungi Langit dan Bumi


Judul Asli:

Menjadi Bodhisattva Pelindung Bumi

Segala sesuatu timbul karena adanya sebab dan kondisi
Segala fenomena di dunia berjalan sesuai hukum alam
Menghargai sumber daya alam dan menghormati alam
Menumbuhkan berkah dan kebijaksanaan sekaligus lewat kegiatan daur ulang


Saya sering mengatakan bahwa waktu sudah tak cukup lagi. Banyak tempat yang belum sempat kita jangkau. Namun, dari segi hubungan antarmanusia, jalinan jodoh yang ada cukup dalam. Saya sungguh berterima kasih kepada para Bodhisattva ini, yang entah sudah berapa kehidupan terus menjalin jodoh dan mengikuti saya. Mendengar setiap orang berbagi kisah, saya sungguh merasa bersyukur. Bodhisattva sungguh merupakan pelindung bumi. Kita semua tahu bahwa kita tinggal dan hidup di bumi ini, di dalam lindungan langit dan topangan tanah. Tanpa adanya langit, bagaimana kita memiliki ruang untuk bertumbuh? Tanpa adanya tanah, di manakah kita dapat bertahan hidup?

Segala sesuatu di bumi ini yang dapat terlihat oleh mata mengandung prinsip dan hukum fisika. Semua benda mengandung prinsip kebenaran. Contohnya, meja yang kita lihat, awalnya tidak disebut meja. Pada mulanya, disebut apakah meja ini? Pohon. Ya, meja yang kini terlihat di sini pada mulanya adalah sebatang pohon. Lalu, dari manakah pohon itu? Benih. Benih tersebut sangat kecil. Bagaimana ia dapat menjadi pohon yang besar? Ini semua kembali pada hukum alam. Pohon berasal dari sebutir benih. Untuk menjadi pohon besar, di manakah ia harus tumbuh? Di manakah benih harus ditanam? Di sebidang tanah. Tanpa adanya tanah, benih tak dapat tumbuh. Dengan adanya benih dan tanah, berarti sebab dan kondisi telah bertemu. Tanah adalah kondisi dan benih adalah sebab. Dengan adanya satu sebab dan satu kondisi ini, apakah cukup untuk menumbuhkan sebatang pohon? Tidak. Apa lagi yang diperlukan? Air, cahaya matahari, dan udara. Dengan adanya sebab dan kondisi tersebut, benih tadi akan tumbuh menjadi pohon. Dengan adanya kondisi yang mendukung, barulah benih tadi dapat tumbuh.

Segala hal bergantung pada bumi. Karenanya, kita harus bersyukur kepada bumi. Kita harus menjaga kebersihan bumi agar hukum alam dapat berjalan selaras. Dengan demikian, segala sesuatu di bumi ini akan terlihat sangat indah. Berada dalam kondisi seperti itu, manusia akan dapat hidup tenteram dengan sumber daya alam yang melimpah dan lingkungan yang indah. Jadi, dapat terlahir dan hidup di bumi ini, kita sungguh harus bersyukur. Untuk itu, kita harus senantiasa menghormati alam. Yang lebih penting, selain membutuhkan udara untuk hidup, kita harus bergantung pada tanah. Bumi ini harus berada dalam keadaan stabil agar manusia dan makhluk hidup lainnya dapat terus hidup dan berkembang biak. Agar manusia dan semua makhluk hidup damai dan dapat terus bertumbuh, kita semua harus melindungi bumi.

Bumi ini dapat menopang segala sesuatu. Lihatlah betapa banyak benda dan kehidupan yang ditopang oleh bumi. Namun, yang membuat kita khawatir adalah bahwa beberapa tahun belakangan ini bumi sering dilanda bencana. Bayangkan, jika bumi tidak berada dalam keadaan aman, manusia tak akan dapat hidup tenang. Jadi, kita harus memikul tanggung jawab dan menjalankan kewajiban untuk sungguh-sungguh merawat bumi. Saya sungguh berterima kasih kepada para relawan daur ulang Tzu Chi. Bukan hanya di Taiwan, kini pelestarian lingkungan telah menjadi isu global. Kita telah memulainya sejak 20 tahun lalu.

Bodhisattva sekalian, kita sungguh telah melangkah lebih dulu. Kita melakukan daur ulang demi bumi ini. Kita ingin menyelamatkan bumi. Kita ingin melindungi langit.

Kita harus melindungi langit dan bumi. Untuk itu, kita harus memiliki hati yang lapang. Hingga tahap apakah kelapangan hati ini? Hingga dapat merangkul seluruh jagat raya. Hati kita harus dapat merangkul seluruh alam semesta. Lihatlah rupang Buddha Tzu Chi. Dia mengulurkan tangan dan membelai bumi. Rupang Buddha ini memiliki makna bahwa kesadaran Buddha menyelimuti alam semesta. Meski Buddha lahir di bumi, namun semangat kebijaksanaan-Nya juga memenuhi angkasa dan alam semesta. Inilah semangat pendiri agama Buddha, Buddha Sakyamuni. Di awal saya sudah membahas tentang hukum alam di balik segala fenomena. Baik makhluk hidup maupun benda lainnya mengandung prinsip kebenaran di dalamnya. Dari manakah pengetahuan ini diperoleh? Dari ajaran Buddha.

Para hadirin di sini pun memiliki potensi kebijaksanaan yang sama dengan Buddha. Jika kita memiliki potensi kebijaksanaan yang sama dengan Buddha, maka hati kita pun seharusnya selapang hati Buddha. Jadi, kita harus membuka hati kita hingga mampu merangkul seluruh alam semesta. Dapatkah kita melakukan ini sendirian? Tidak bisa sendirian. Karenanya, kita harus membuka hati dan membangkitkan cinta kasih agar tekad di hati kita menjadi besar. “Tekad besar” berarti selain diri sendiri yang bertekad, kita juga harus membimbing orang lain untuk turut bertekad. Dengan adanya kekuatan tekad banyak orang yang terhimpun menjadi satu, terciptalah “tekad besar” ini. Seberapa besar? Besar hingga dapat merangkul alam semesta seperti hati Buddha.

Singkat kata, bumi ini membutuhkan kita semua untuk sungguh-sungguh menyayanginya. Jika kita sungguh-sungguh menyayangi bumi, kita akan menghargai sumber daya alam. Jika dapat menjalankan semua ini, maka dalam kehidupan sehari-hari kita akan bersikap rajin dan hemat. Hemat berarti menghargai sumber daya alam. Rajin berarti giat melatih diri. Menghargai sumber daya alam berarti menciptakan berkah. Giat melatih diri berarti mengembangkan kebijaksanaan. Jadi, dengan melakukan daur ulang, berarti kita menumbuhkan berkah dan kebijaksanaan sekaligus.

Di posko daur ulang, saya mendengar banyak kisah yang menyentuh. Banyak yang telah mengubah tabiat buruknya. Kebiasaan buruk masa lalunya telah dihilangkan lewat kegiatan daur ulang. Mereka juga dapat memperbaiki kondisi fisik sekaligus mengubah pandangan hidupnya. Ketika sungguh-sungguh melakukan daur ulang, mereka bagaikan menjalani fisioterapi. Kondisi fisik dan batin mereka menjadi semakin baik dan terlatih. Setiap hari kita belajar untuk menghadapi semua hal dengan hati yang gembira. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, kita pun berlatih untuk mengontrol pikiran. Ini sesungguhnya merupakan ladang pelatihan yang baik.

Manusia adalah tuan atas dirinya sendiri. Saya yakin semua orang paham akan hal ini. Dalam ajaran Buddha dikatakan bahwa setiap manusia memiliki hakikat yang murni. Karena itu, kita dapat menjadi tuan atas diri sendiri dan bersumbangsih bagi sesama atas keputusan sendiri.

Demikian juga dengan insan Tzu Chi. Mereka menyebut diri sendiri “relawan Tzu Chi”. Mereka bergabung dengan Tzu Chi atas keinginan sendiri karena mereka paham dan setuju akan  visi dan misi Tzu Chi. Karena itulah, mereka bergabung dengan Tzu Chi. Tak ada yang memaksa atau meminta mereka melakukan sesuatu. Mereka sendiri yang berinisiatif untuk menjalankan misi yang sama ini dengan berhimpun dan berkontribusi bersama. Saya berharap semua orang dapat menjadi tuan atas dirinya sendiri serta saling menghargai dan mengasihi dalam keluarga besar ini. Saya berharap generasi penerus  yang ada di kompleks Perumahan Cinta Kasih ini kelak bisa menjadi orang yang berguna dalam masyarakat. Semoga hal ini dapat terwujud.

Orang berkata, “Jika kita tinggal di tanah yang penuh berkah, maka kehidupan kita akan penuh berkah.” Namun, saya berpendapat sebaliknya. Bila orang-orang yang penuh berkah berhimpun dan tinggal bersama di suatu tempat, maka tempat tersebut akan penuh berkah dan akan melahirkan  orang-orang yang berkualitas. Hal ini dapat terwujud apabila seluruh warga bersatu hati serta saling mengasihi  dan mendoakan.

Mungkin sebelum Topan Morakot melanda, mereka tak saling mengenal. Meski sama-sama di daerah pegunungan, mereka berbeda suku dan tinggal di desa yang berbeda. Jadi, mereka tak saling mengenal. Sebuah bencana alam melanda dan membentuk jalinan jodoh  yang tak terpisahkan ini. Jalinan jodoh ini akan tetap ada selamanya. Terlebih lagi, dengan tinggal bersama dalam suatu komunitas, jalinan jodoh akan semakin erat.

Kompleks Perumahan Cinta Kasih ini merupakan satu keluarga besar. Keluarga besar ini terdiri dari keluarga-keluarga kecil yang tak terhitung jumlahnya. Keluarga-keluarga kecil ini berhimpun menjadi satu keluarga besar dan hidup dalam keharmonisan. Dengan niat demikian, kita akan dapat mewujudkan banyak harapan. kita akan dapat mewujudkan banyak harapan. Hal ini tidaklah sulit, dan ia sudah terbentang di depan mata kita.

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
Foto: Da Ai TV Taiwan
Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -