Suara Kasih: Membantu Sesama dengan Sukacita

 

Judul Asli:

Menyelaraskan Hati, Hidup Sederhana dan Membantu Sesama dengan Sukacita

Menyedikan barang yang diperlukan di tengah badai
Bekerja sama dengan harmonis untuk memberikan penghiburan batin
Mengenang kembali sumbangsih setiap orang saat terjadi Topan Xangsane
Menyelaraskan hati, hidup sederhana, dan membantu sesama dengan sukacita

Badai Sandy menyelimuti daerah yang luas. Diameter badai itu mencapai lebih dari 1.000 kilometer. Bisa kita lihat kekuatan badai itu sangat besar. Selama beberapa hari ini, kita terus mengkhawatirkan kondisi New Jersey. Informasi tentang kondisi di sana sulit didapat. Tadi pagi, saya mendapat kabar bahwa banjir menggenangi hampir seluruh wilayah New Jersey. Penanggung jawab tempat penampungan sangat berharap insan Tzu Chi bisa memberikan bantuan berupa makanan dan air minum. Saat menghadapi bencana seperti itu, yang terpenting adalah memberikan penghiburan dan penenangan batin. Karena itu, diperlukan insan Tzu Chi untuk menjangkau tempat dan orang yang tertimpa bencana demi menenangkan batin mereka. Badai Sandy kali ini mendatangkan bencana bagi 17 negara bagian AS dan merenggut lebih dari 70 korban jiwa.

Siaran berita kemarin melaporkan bahwa lebih dari 8 juta keluarga di sana mengalami pemadaman aliran listrik. Hari ini angkanya telah menurun menjadi 6 juta keluarga. Listrik adalah kebutuhan vital. Jika terjadi pemadaman aliran listrik, kehidupan akan terasa sulit dilewati. Beruntung, di kantor cabang Tzu Chi New York gas dan aliran listrik masih berfungsi sehingga para insan Tzu Chi di sana bisa segera menyiapkan makanan hangat bagi warga yang tertimpa bencana. Sungguh membuat orang tersentuh melihatnya. Insan Tzu Chi bersatu hati untuk membantu semua orang meski tak mengenal mereka. Inilah cinta kasih. Saat melihat orang lain kelaparan, mereka segera mengantarkan makanan serta memberikan penghiburan batin. Mereka sungguh adalah Bodhisatwa dunia. Saya sangat berterima kasih kepada mereka.

Melihat Badai Sandy kali ini, saya pun teringat pada sejarah hari ini. Tahun 2000 silam, Topan Xangsane juga mendatangkan bencana besar bagi Taiwan. Di Bandara Internasional Taoyuan, sebuah pesawat Singapore Airlines menabrak peralatan konstruksi dan terbakar saat akan lepas landas. Dalam insiden itu, lebih dari 80 penumpang meninggal dunia. Saya masih ingat pada saat itu, di tengah terpaan angin dan hujan, para relawan Tzu Chi segera turun ke jalan untuk mengetuk pintu toko kelontong guna membeli jahe. Berhubung hujan lebat dan angin bertiup kencang, kondisi cuaca saat itu sangatlah dingin. Banyak anggota tim penyelamat yang badannya basah kuyup.

Tim penyelamat saat itu terdiri atas regu pemadam kebakaran, polisi,dan lain sebagianya. Saat itu, sebagian insan Tzu Chi turut memberikan bantuan, sedangkan sebagian lainnya membantu menyiapkan sup jahe dan makanan hangat. Berhubung sedang terjadi topan, untuk membeli barang-barang yang diperlukan sungguh tidak mudah. Mereka pun mengetuk setiap toko kelontong, tetapi jahe yang mereka beli tetap tidak cukup. Karena itu, setiap insan Tzu Chi diimbau untuk membawa semua jahe yang ada di dalam lemari es mereka.

Mereka melakukannya di tengah malam demi membantu menjaga kehangatan setiap orang di tengah kondisi yang dingin, terutama bagi para anggota tim penyelamat, kondisi tubuh harus tetap hangat. Inilah yang terjadi tanggal 1 November tahun 2000 silam. Selain memberikan bantuan di bandara, para insan Tzu Chi juga bergerak untuk mencurahkan perhatian di Keelung, Xizhi, Taipei yang juga tergenang banjir. Pada tanggal 1 November 2000 silam, para insan Tzu Chi sibuk  menyiapkan makanan hangat. Saat itu, saya mengetahui bahwa berhubung dapur yang ada tidak cukup besar, maka mereka menyiapkan makanan hangat di sepanjang lorong pejalan kaki. Saya sungguh mengkhawatirkan keselamatan mereka. Lalu, kita pun bertekad mendirikan sebuah dapur umum di Neihu, Taipei. Meski sederhana, dapur itu sangat luas dan aman. Selama beberapa tahun ini, saat terjadi angin topan, kita selalu menyediakan makanan hangat. Saat itu, di masyarakat belum pernah ada organisasi yang menyediakan makanan hangat. Tzu Chi yang mulai melakukannya.

Insan Tzu Chi sungguh telah bekerja keras. Di tengah genangan lumpur dan air, mereka mengantarkan makanan. Selain mengantarkan makanan ke penampungan, mereka juga mengantarkannya dari rumah ke rumah. Akibat tergenang air banjir, semua barang milik warga pun basah dan tidak bisa digunakan lagi. Karena itu, insan Tzu Chi mengantarkan selimut, pakaian, dan bantuan dana tunai bagi warga. Yang terpenting adalah  mereka tak hentinya mengantarkan makanan hangat karena cuaca saat itu mulai dingin. Inilah jalan yang telah ditapaki oleh insan Tzu Chi. Bencana kali itu sangat tragis. Akan tetapi, ada pula sejarah lain pada hari ini, mendirikan rumah bagi penerima bantuan pada tahun 1967.

Saat itu, misi amal Tzu Chi baru menginjak tahun ke-2. Kita sudah membantu seorang kakek bernama Li A-pau mendirikan rumah. Kakek itu tinggal di tepi sungai dan rumahnya dibangun dari jerami. Sungguh berbahaya karena dia juga mengalami gangguan penglihatan.

Suatu kali saya mengunjunginya, dia tengah memasak nasi di atas tungku kecil. Luas gubuknya kurang dari 7 meter persegi dan dibangun dengan menggunakan jerami. Tungkunya juga bukan benar-benar tungku, hanya tiga potong batu bata yang disusun. Di tungku yang sederhana itu, dia mulai menyalakan api dan memasak. Sungguh berbahaya karena jika tidak berhati-hati, gubuknya bisa terbakar. Karena itu, kita pun segera mencari tanah. Saya sangat berterima kasih kepada seorang kepala stasiun yang bersedia menyumbangkan sebagian tanahnya bagi kita sehingga kita bisa membantu kakek tersebut mendirikan sebuah tempat tinggal sederhana dengan luas 16,5 meter persegi yang berdindingkan batu bata berongga.

Itu adalah rumah pertama yang didirikan Tzu Chi. Meski bangunan tersebut sangat sederhana, tetapi penuh dengan kehangatan. Waktu terus bergulir. Dari sejarah yang terjadi setiap hari, kita bisa melihat banyak kisah penuh kehangatan dan juga kejadian yang menyedihkan. Meski ada banyak orang yang bersumbangsih dengan penuh cinta kasih, tetapi kita tetap merasakan dampak yang ditimbulkan oleh empat unsur alam yang tidak selaras. Ada pula bencana akibat ulah manusia. Saat terjadi angin kencang dan hujan lebat, sebaiknya kita tidak bepergian. Jika tidak berhati-hati dan mawas diri, kita mungkin akan tertimpa malapetaka. Singkat kata, menyelaraskan pikiran adalah yang paling penting. Pikiranlah yang terpenting, bukan materi. Jika setiap orang bisa menyelaraskan pikiran, menjalani kehidupan dengan sederhana, mawas diri, dan berhati tulus, bukankah dunia ini akan aman dan tenteram? (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou)

 
 
Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -