Suara Kasih: Mendedikasikan Hidup demi Semua Makhluk

 

Judul Asli:

Mendedikasikan Hidup demi Memberi Manfaat bagi Semua Makhluk

Mendedikasikan kehidupan demi memberi manfaat bagi semua makhluk
Mencurahkan perhatian kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan
Menjalankan pekerjaan dengan semangat misi di Jalan Bodhisatwa
Turut membina insan berbakat

 

Hari ini, pagi-pagi sekali, saya melihat anggota keluarga Ci Rou, yakni suami dan anaknya kembali ke Griya Jing Si. Ternyata Ci Rou yang merupakan anggota komite sangat senior telah meninggal dunia kemarin. Sejak masa-masa awal, dia sudah membantu saya mengemban misi Tzu Chi. Dalam mendirikan rumah sakit, menjalankan misi amal, dan lainnya, dia selalu ikut serta. Akan tetapi, saat ini, kehidupannya telah berakhir. Saya yakin dia telah kembali ke dunia ini. Kemarin malam, anggota keluarganya mengantarkan jenazahnya ke Universitas Tzu Chi Hualien demi digunakan untuk keperluan medis. Semasa hidupnya, dia senantiasa bersumbangsih bagi Tzu Chi, masyarakat, dan orang banyak. Hingga napas terakhirnya, dia masih mendonorkan tubuhnya bagi Universitas Tzu Chi agar para siswa kedokteran dapat mempelajari misteri tubuh manusia dan menjadi dokter.

Kehidupannya begitu bermakna. Meski merasa sangat kehilangan, tetapi saya mendoakannya dengan tulus. Saya sering berkata bahwa kehidupan yang penuh dengan cinta kasih sungguh bahagia dan penuh berkah. Bisa bersumbangsih bagi orang banyak, itulah kehidupan yang penuh makna.

Dari tayangan berita di Da Ai TV, saya melihat insan Tzu Chi Amerika Serikat. Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka. Sejak gempa dahsyat tahun 2010 lalu, Tzu Chi mulai berdiri di Haiti. Sekelompok Bodhisatwa dari Amerika Serikat ini bolak-balik ke Haiti demi meningkatkan kualitas hidup warga setempat, membangun sekolah, dll. Akibat gempa dahsyat kali itu, tiga sekolah yang didirikan seperti sekolah sekretaris, sekolah menengah, hingga sekolah dasar, juga rata dengan tanah.

Pendidikan adalah harapan manusia. Sejak dahulu, Haiti sudah menghadapi kemiskinan berkepanjangan. Meski anak-anak berkeinginan untuk sekolah, tetapi bagaimana mereka membangun kembali sekolah-sekolah tersebut? Karenanya, saat itu, kita pun mulai membuat perencanaan untuk membantu mereka membangun kembali ketiga sekolah tersebut. Kita dapat melihat sekolah-sekolah itu dibangun menggunakan struktur baja. Kita mengetahui bahwa selain merupakan tempat mengenyam pendidikan, sekolah juga bisa digunakan sebagai tempat untuk berlindung saat terjadi bencana. Karenanya, kita mendirikan tiga sekolah tersebut dengan menggunakan struktur baja. Kita dapat melihat sekolah dengan struktur baja tersebut telah berdiri kokoh di atas tanah. Setiap orang sangat senang melihatnya.

Para biarawati juga sangat berterima kasih kepada kita. Saya sungguh berterima kasih kepada insan Tzu Chi di seluruh dunia, terutama kepada insan Tzu Chi Amerika Serikat. Mereka bolak-balik ke Haiti dan bersumbangsih tanpa kenal lelah di sana.

Kita juga melihat Amerika Serikat. Akhir bulan Agustus lalu, Amerika Serikat juga diterjang angin rebut yang mendatangkan kerusakan parah. Insan Tzu Chi di Texas segera menginjakkan kaki ke lokasi bencana demi melakukan survei dan mempersiapkan barang yang diperlukan warga. Kita juga melihat pelatihan 4 in 1 di San Jose, California. Pelatihan tersebut begitu rapi.

Selain itu, kita juga melihat insan Tzu Chi Amerika Serikat yang berangkat ke Honduras dan Dominika demi membantu pelatihan di sana. Tak peduli ke negara mana pun, sekelompok Bodhisatwa dari Amerika Serikat ini sekelompok Bodhisatwa dari Amerika Serikat ini selalu berdedikasi untuk menyalurkan bantuan, membantu proyek pembangunan, menjalankan pelatihan, mendampingi relawan setempat, dll. Melihat sumbangsih mereka, saya merasa sangat terhibur dan bersyukur.

Dua hari lalu, dalam kebaktian Bhaisajyaguru yang digelar Tzu Chi setiap bulannya, para profesor dan dokter juga kembali ke Griya Jing Si. Berhubung sudah dilantik, mereka pun kembali untuk menunaikan tanggung jawabnya sebagai Tzu Cheng dan anggota komite. Contohnya, para professor juga menjadi penjaga di setiap sudut Griya Jing Si. Para staf dari badan misi Tzu Chi juga membantu di dapur. Setiap orang merendahkan hati untuk bersumbangsih dan mempelajari semangat Bodhisatwa. Terlepas dari status dan kedudukan, asalkan bisa memberi manfaat bagi orang banyak, mereka bersedia melakukannya.

 

Kita telah melihat Kepala Sekolah Li di Taipei. Dia juga seorang anggota Asosiasi Guru Tzu Chi. Saat pertama kali menjadi kepala sekolah, dia memilih mengabdi di daerah terpencil yang tidak ingin dikunjungi oleh orang lain dan banyak murid yang putus sekolah.  Dia ingin agar anak-anak bisa bersekolah kembali. Dia ingin agar anak-anak bisa bersekolah kembali. Saya bertanya kepadanya,Mengapa kamu mau mengabdi di sekolah itu?Jawabannya sangat menyentuh saya sehingga saya pun sangat mendukungnya. “Master penuh dengan welas asih. Beliau bertanya kepada saya,’Mengapa kamu mau mengabdi di sekolah itu?’Saya pun menjawab beliau, pertama, saya mempelajari ilmu bimbingan dan konseling. Kedua, saya adalah insan Tzu Chi. Jika saya tidak pergi, siapa yang akan pergi? Mendengar itu, Master menepuk bahu saya sambil berkata, ‘Saya mendoakan kamu.’ Saya merasa itu memberi kekuatan yang sangat besar bagi saya. Selain itu, beliau juga berkata,’Lakukanlah dengan baik, setelah kembali berbagilah dengan saya.’” cerita Kepala Sekolah Li.

 Saat ini, dia menjadi kepala sekolah di sebuah sekolah di Taipei. Dia sangat mendedikasikan dirinya. Menurutnya, tidak ada murid yang tak bisa diajar. Asalkan bersungguh hati, murid-murid yang pernah putus sekolah pun bisa menjadi sangat disiplin. Semua ini berkat kerendahan hatinya. Setiap harinya, beliau selalu berkeliling lebih sering dibanding dengan penjaga sekolah. Meskipun sangat ketat, tetapi beliau adalah  seorang kepala sekolah yang lembut. “Setiap hari, ada dua orang yang mengawasi saya. Yang pertama adalah Buddha dan yang kedua adalah Master. Buddha mengingatkan saya untuk bersumbangsih bagi semua makhluk. Para murid adalah orang yang paling berjodoh dengan kita. Master mengingatkan saya agar senantiasa bersungguh hati,’tutur Kepala Sekolah Li. Kini, sekolah pun bagaikan sebuah keluarga. Dia memimpin sekolah dengan harmonis.

Jadi, pikiran adalah pelopor segala sesuatu. Tidak ada hal yang mustahil. Jadi, asalkan mengerahkan segenap hati dan tenaga untuk bersumbangsih, kita akan bisa menjadi Bodhisatwa dunia. Tingkatan Bodhisatwa bisa dicapai oleh orang yang giat melatih diri. Itulah Bodhisatwa. Kebuddhaan juga dicapai oleh manusia. Singkat kata, kita harus memanfaatkan kehidupan kita untuk bersumbangsih bagi semua makhluk.Inilah makna kita datang ke dunia.(Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou)

 
 
Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -