Suara Kasih : Mendidik dengan Tepat


Judul Asli:
Membimbing Generasi Muda dengan Cara yang Tepat

Siswa-siswi harus dibimbing dengan cara yang tepat dan bijaksana
Menyadari dan kembali menciptakan berkah setelah melihat penderitaan      
Aliran Dharma menumbuhkan kebijaksanaan
Membangkitkan dan menghimpun niat baik setiap hari

“Kalian memberi bantuan bagi anak-anak yang tidak kalian kenal, membuat kami merasakan kehangatan, dan membawa senyuman serta kebahagiaan. Kondisi keluarga (yang kurang mampu) membuat kami kesulitan memperoleh pendidikan. Bantuan Tzu Chi sungguh berarti bagi kami,” kata salah seorang murid. 

Bangga Menjadi Donatur Tzu Chi
“Kalian harus rajin belajar. Kami akan memeriksa kamar kalian. Hebat. Lihat, ia tertawa,” kata salah seorang relawan. “Banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi, kehidupannya pun serba minim. Mereka sangat membutuhkan uluran tangan. Karenanya, saya rela berdana setiap bulan untuk membantu mereka,” kata seorang donatur.

“Saya tahu bahwa insan Tzu Chi sering membantu anak-anak di La Romana, membantu warga setempat, dan menolong para korban bencana seperti di Haiti dan Tiongkok. Saya bangga menjadi donatur Tzu Chi,” kata donatur Tzu Chi lainnya.

Saat melihat penderitaan di dunia setiap hari, kita sering berkata bahwa dengan begitu kita akan menyadari berkah yang dimiliki. Jika manusia tak menyadari adanya penderitaan, mereka akan terjerumus dalam kesesatan dan menjalani hidup dengan semaunya.

“Mari kita sambut Paman Lai. Selamat pagi, Paman, Amitabha,” kata relawan Tzu Chi kepada anak-anak yang berkumpul. “Setelah kertas-kertas dipilah, maka akan dapat didaur ulang. Saya belajar banyak dari Paman Lai. Meski memiliki keterbatasan fisik, beliau tetap mau membantu orang lain,” kata relawan lainnya.


Ada seseorang yang datang dari luar negeri menemui saya. Ia sangat peduli terhadap masalah pendidikan. Ia berkata kepada saya bahwa saat berkunjung ke Hualien beberapa tahun lalu, ia menemukan bahwa Kata Perenungan Jing Si dapat diajarkan di sekolah dan sangat membantu dalam bidang pendidikan. Ia pun memikirkan cara untuk mensosialisasikan Kata Perenungan Jing Si kepada kalangan pendidik.

Mensosialisasikan Kata Perenungan Kepada Generasi Muda

Ia pernah mengajukannya kepada kalangan pendidik. Namun, para guru berkata bahwa Kata Perenungan Jing Si tak bisa diajarkan kepada siswa sekolah menengah maupun mahasiswa. Mengapa? Karena mereka merasa bahwa siswa sekolah menengah dan mahasiswa tak akan dapat menerima pengajaran ini karena pola pikir mereka telah terbentuk untuk senantiasa bersenang-senang.

Dengan alasan hak asasi manusia, mereka tak bersedia mendengarkan orang lain. Saya pun menjawab, “Bukan mereka tak mau menerima, melainkan Anda belum menemukan cara untuk mengajarkannya kepada mereka. Anda mungkin tak cukup sabar dan teguh.”

Ia pun menambahkan bahwa ia tak tahu cara memulainya. Saya menjawab, “Bisa.” Lihatlah, para insan Tzu Chi, mereka datang ke sekolah, melakukan pendekatan kepada para siswa, dan berbagi tentang kisah orang-orang yang menderita akibat bencana alam maupun kesulitan ekonomi lewat tayangan video. Cara ini akan dapat membangkitkan cinta kasih dalam hati mereka. Ketika cinta kasihnya terbangkitkan, mereka akan sungguh-sungguh tersadarkan.

Jika tidak, mereka akan tetap tenggelam dalam kesesatan. Kita harus menggunakan cara yang tepat sesuai dengan watak dan kemampuan mereka. Setelah bepikir, ia menjawab, “Benar juga. Anak-anak zaman sekarang hidup terlalu nyaman, terutama karena jumlah anak yang lebih sedikit, orangtua terlalu memanjakan mereka. Akibatnya, mereka tak menyadari penderitaan di dunia.”

Saya pun berkata, “Bodhisatwa sekalian, kalian pun harus lebih sungguh-sungguh memikirkan anak-anak kalian. Jika tidak mendidik siswa sekolah menengah maupun perguruan tinggi dan hanya mendidik siswa SD, maka akan terlambat.”

Ketika para mahasiswa ini lulus dan membuat kekacauan di masyarakat, apakah anak-anak kalian dapat hidup tenang? Karenanya, mahasiswa dan siswa sekolah menengah juga harus sungguh-sungguh dibimbing untuk menyadari berkah setelah melihat penderitaan serta membangkitkan cinta kasihnya.

Inilah yang saya katakan kepadanya. Seseorang lainnya berkata, “Master, setiap hari saya mendorong anak saya untuk menyisihkan uang dalam celengan.” Ia memulainya dari diri sendiri. Karena berprofesi sebagai seorang dosen, ia pun mengajak rekan-rekannya melakukan hal yang sama.



Mereka pun bertanya kepadanya, “Bukankah baik jika hal ini juga disosialisasikan kepada para siswa?” Ia pun menjawab, “Jangan, mereka tidak punya banyak uang.” Saya pun langsung menambahkan, “Salah. Kita harus mendorong siswa bersumbangsih berapa pun nilainya. Meski hanya satu atau dua dolar, yang penting adalah membangkitkan cinta kasih mereka.”
Setiap Hari Berniat Baik
Jika setiap hari mereka termotivasi untuk membantu orang lain, tetes demi tetes niat baik ini pun dapat terakumulasi dalam jangka waktu panjang. Saya beri contoh sebuah Akademi Polisi di Thailand. Kepala akademi itu pernah mengunjungi Tzu Chi. Setelah mengunjungi Tzu Chi dan memahami semangat celengan bambu, ia pun akhirnya menyiapkan celengan bambu untuk para mahasiswanya di akademi tersebut.

Celengan bambu ini terlihat istimewa karena terdiri dari empat ruas yang setiap ruasnya memiliki warna berbeda. Ketika masuk akademi tersebut, para siswa diberikan sebuah celengan bambu. Pada tiap akhir tahun ajaran, mereka akan memotong satu ruas dan menghimpun dana yang terkumpul.

Kemudian, sang kepala sekolah bercerita kepada para siswa bahwa himpunan sedikit demi sedikit dana itu dapat digunakan untuk menolong orang lain. Mendengar cerita ini, dosen tadi berkata, “Benar juga, mengapa tak terpikir oleh saya? Saya selalu menganggap siswa meminta uang dari orang tua dan tidak memiliki uang sendiri.”

Saya berkata, “Siswa zaman sekarang sangat konsumtif. Anda harus membimbingnya memakai uang dengan tepat agar dapat bermanfaat bagi orang lain.” Inilah cara kita membimbing orang dengan menggunakan Dharma. Kita harus membimbing mereka untuk tidak meremehkan sumbangsih yang kecil. Yang terpenting adalah niat. Bukankah Sutra Makna Tanpa batas berbunyi, “Meneteskan embun Dharma untuk meredam nafsu keinginan duniawi.”

Kita harus “membuka pintu nirwana” dan “menghembuskan angin pembebasan”. Apakah artinya? Mengenai nirwana, banyak orang mengira bahwa nirwana adalah keadaan setelah mati. Sesungguhnya bukan. Nirwana adalah keadaan yang hening. Artinya adalah keadaan yang damai, tenang, dan penuh keharmonisan.

Untuk mencapai keadaan tersebut, hati manusia harus lebih dulu disucikan. Ketika hati telah tersucikan, barulah kita disebut memperoleh pembebasan dan tidak lagi terganggu oleh berbagai kekotoran batin. Untuk itu, Dharma sangat dibutuhkan, bagaikan sumsum tulang yang diperlukan oleh penderita kanker darah untuk memproduksi sel darah baru. Inilah manfaat donor sumsum tulang.

Sesungguhnya, untuk hidup sehat manusia harus memiliki darah yang bersih dan aliran darah yang lancar. Begitu pula agar kebijaksanaan bertumbuh, kita membutuhkan Dharma. Dengan demikian, barulah kebijaksanaan kita akan bertumbuh.

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
Foto: Da Ai TV Taiwan
Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -