Suara Kasih: Mengembangkan Jiwa Kebijaksanaan

 

 

Judul Asli:

Memanfaatkan Kehidupan untuk Mengembangkan Jiwa Kebijaksanaan

Menyelaraskan hati setelah liburan panjang
Menggarap ladang berkah dengan sukacita
Seorang relawan mewariskan cinta kasih bagi dunia dengan mendonasikan organ dan tubuhnya 
Memanfaatkan kehidupan untuk mengembangkan jiwa kebijaksanaan

Kita telah melihat seorang lansia yang usianya sudah lebih dari 80 tahun. Dia melakukan 3 jenis pekerjaan dan bekerja hampir 10 jam setiap harinya. Penghasilan dari semua pekerjaannya itu hanya 10.000 lebih dolar NT per bulan. Dengan penghasilannya itu, dia membayar uang sewa rumah sendiri dan mendonasikan 2.000 dolar NT setiap bulannya kepada Tzu Chi. Di usianya yang sudah senja, dia masih tetap bekerja. Dia bekerja keras seumur hidup demi membesarkan anak-anaknya sendiri. Meski kini usianya sudah senja, dia tak ingin membebani anak-anaknya. Dia masih mencari nafkah sendiri. Dia sungguh mengagumkan.

Kita juga melihat seorang lansia berusia 100 tahun di Inggris yang sangat gemar bekerja. Sejak tamat sekolah pada usia 14 tahun, dia mulai bekerja hingga pensiun pada usia 66 tahun. Setelah pensiun, karena merasa bosan, dia kembali mencari pekerjaan lagi. Sejak saat itu, dia terus bekerja hingga sekarang. “Saya rasa ini bergantung pada pekerjaan yang Anda lakukan. Jika pekerjaannya menarik dan Anda akan menyukainya, maka Anda akan terus melakukannya hingga tak ingin pensiun. Inilah yang saya rasakan,” ucapnya. Bukankah ini sama dengan filosofi Tzu Chi? ‘Melakukan dengan sukarela dan menerima dengan sukacita.’ Asalkan bersumbangsih dengan ikhlas dan bersukacita setiap hari, fisik dan batin kita akan menjadi sehat. Jika tidak, setelah pensiun kita akan merasa diri kita sudah tua. Pikiran kita pun mulai ikut tua sehingga kondisi tubuh kita juga ikut menurun.

Jika terus berpikir bahwa kita sudah tua, kita akan terus membatasi kemampuan kita untuk melakukan berbagai pekerjaan.  Kita juga melihat anak muda zaman sekarang. Akibat batin yang tidak tenang dalam bekerja, banyak anak muda yang menderita depresi atau merasa lelah dengan pekerjaan yang dilakukan. Berhubung tidak begitu senang dengan pekerjaan yang dimiliki, mereka dengan sangat mudah tergiur oleh penawaran gaji yang lebih tinggi sehingga meninggalkan pekerjaan yang sekarang. Awalnya mereka bekerja dengan baik di lingkungan yang hangat, namun setelah pindah ke tempat baru, mungkin karena sulit menyesuaikan diri atau tak cocok dengan pekerjaan yang dilakukan, banyak orang yang menjadi gelisah atau tidak tenang.

Ini semua karena manusia sulit mengendalikan pikiran dan tak pernah merasa puas. Sikap tak tahu berpuas diri itu membuat fisik dan batin kita  senantiasa bergejolak dan tidak tenteram sehingga muncullah penyakit batin. Karena itu, kita harus belajar untuk berpuas diri dan belajar menyukai pekerjaan yang kita lakukan. Dengan demikian, batin kita baru bisa tenang. Ini sama seperti yang dikatakan lansia di Inggris tadi. Dia berkata bahwa jika kita suka melakukan pekerjaan itu, maka kita tidak akan merasa lelah.Dalam perjalanan keliling Taiwan kali ini, saat menghadiri Pemberkahan Akhir Tahun di Guandu, saya juga pernah membahas tentang seorang Boshisatwa daur ulang  yang sudah berusia 100 tahun. Tubuhnya sangat sehat, dan kini dia masih melakukan daur ulang. Jadi, tak perlu jauh-jauh di Inggris, di Taiwan ada juga lansia yang mengagumkan. Mereka sungguh mengagumkan.

Saya juga ingin berbagi dengan kalian tentang kisah seorang murid yang berada jauh dari saya, namun dekat di hati. Usianya hampir 80 tahun. Dia tinggal di New York. Dia dan suaminya dilantik pada tahun 1998. Pasangan suami istri ini memiliki tekad yang sama dan menapaki Jalan Tzu Chi dengan langkah yang mantap. Setelah beremigrasi dari Taiwan ke Amerika Serikat, dia bekerja di pabrik garmen Jepang dan pensiun pada usia 70 tahun. “Saya pensiun pada tahun 2005. Kebetulan kita membeli kantor baru di sini, jadi saya bisa ke sini setiap hari. Kantor ini sangat dekat dengan rumah saya. Ini bagaikan rumah kedua saya. Saya memasak untuk relawan dan tamu yang berkunjung ke sini agar mereka bisa merasa seperti di rumah. Melihat mereka menikmati masakan yang saya masak, saya merasa sangat senang,” cerita relawan tersebut.

Pascabencana Badai Sandy beberapa waktu lalu, dia bertanggung jawab untuk menyiapkan makanan di kantor Tzu Chi New York setiap hari. Dia adalah seorang koki. Dia juga mengajari banyak orang cara membuat makanan vegetarian. Saat itu, dia sungguh telah bekerja keras. Di dalam dunia Tzu Chi, Di dalam dunia Tzu Chi, dia tak hanya memainkan satu peran saja. Dia juga berpartisipasi  dalam kegiatan Tzu Chi lainnya. “Kini, kehidupan saya penuh dengan warna. Hingga kapan Anda akan bersumbangsih? Bersumbangsih selama masih bisa. Bersumbangsih hingga napas terakhir,” ucapnya. Sebelum bencana Badai Sandy terjadi, dia juga turut berpartisipasi dalam pementasan Sutra Bakti Seorang Anak. Dia berperan sebagai  seorang ibu penuh cinta kasih yang menanti anak-anaknya pulang. Saat sang anak pulang menjenguk sang ibu, sang ibu telah meninggal dunia. Dia memainkan peran tersebut dalam pementasan Sutra Bakti Seorang Anak dengan sangat baik.

Dalam kehidupan nyatanya, dia meninggal dunia beberapa hari lalu. Pada tanggal 14 Februari lalu, dia tiba-tiba mengalami stroke dan divonis mengalami mati otak. Dia bertekad untuk mewariskan cinta kasihnya untuk dunia ini. Dia mendonorkan hati, ginjal, dan pankreasnya sehingga berhasil menyelamatkan 5 nyawa. Dia bahkan mendonorkan tubuhnya kepada rumah sakit setempat untuk keperluan penelitian medis. Dia sungguh bersumbangsih hingga napas terakhir. hingga napas terakhir. Dia pergi dengan tenang tanpa merasakan sakit sedikit pun. Meski merasa kehilangan, saya tetap mendoakannya. Di usianya yang sudah senja, dia masih terus bersumbangsih dengan penuh sukacita. Karena itu, dia dipenuhi kebahagiaan setiap hari. Di akhir hayatnya, dia masih mendonorkan organ tubuhnya untuk menyelamatkan kehidupan orang lain. Dia sungguh mengagumkan.

Dalam kehidupan ini, setiap orang pasti mengalami fase lahir dan mati.  Meski merasa kehilangan, tetapi melihat dia pergi dengan tenang tanpa beban, setiap orang tetap turut mendoakannya. Saya sangat kehilangan, tetapi mendengar dia pergi dengan tenang dan masih bisa menolong orang lain, saya merasa sedikit terhibur. Praktik nyata welas asih ini apakah hanya dia yang bisa melakukannya? Kita seharusnya juga bisa. Dia selalu bersumbangsih bagi orang lain. Melihat para relawan dan para korban bencana makan dengan kenyang, dia juga merasa kenyang dan berbahagia. Di akhir hayat, dia masih mendonorkan organ tubuhnya untuk menolong orang lain. Saya yakin dia pasti dipenuhi sukacita dalam Dharma. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou )

 
 
Walau berada di pihak yang benar, hendaknya tetap bersikap ramah dan bisa memaafkan orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -