Suara Kasih: Mengurangi Nafsu Keinginan

 

Judul Asli:

Mengurangi Nafsu Keinginan dan Berbagi Budaya Humanis

Eksploitasi berlebihan membawa bencana
Hendaknya kita membiarkangunungdan hutan memulihkan diri
Jing Si Books & Cafememperingati ulang tahun yang ke-10
Bersatu hati dan bekerja samamenyucikan hati manusia

Alangkah baiknya apabila manusia bisa hidup damai dan berdampingan dengan alam. Akan tetapi, ketamakan yang dimiliki manusia memicu manusia untuk terus merusak bumi. Sesungguhnya, kebutuhan hidup manusia tidaklah banyak. Namun nafsu keinginan yang besar menjadikan manusia berpikiran untuk menguasai bumi. Terhadap gunung yang sangat besar pun, manusia tetap ingin mengeksploitasi dan merusaknya. Setiap inci dasar sungai yang merupakan saluran air hujan juga digunakan untuk bercocok tanam.

Kali ini, selain di Heping, sesungguhnya Yilan juga mengalami kerusakan parah. Tanah longsor telah menimbun sawah setempat. Berhubung sayur kubis yang ditanam di pegunungan bisa dijual dengan harga tinggi, maka banyak orang mulai menanam sayur kubis di pegunungan. Selain sayur kubis, banyak sayuran lain juga ditanam di pegunungan. Awalnya, hutan sangatlah indah karena memiliki banyak pohon. Konservasi air dan tanah juga terjaga dengan sangat baik. Akan tetapi, demi membuka lahan, banyak pohon yang ditebang dan dijual kayunya. Kemudian lahan di sana digunakan untuk menanam sayur kubis. Para petani juga sangat bekerja keras karena mereka harus pulang pergi antara dataran rendah dan pegunungan. Tanpa disadari, mereka telah merusak seluruh pegunungan. Akibatnya, begitu turun hujan deras atau terjadi angin ribut, tanah tidak bisa ditahan oleh akar pohon sehingga ikut terbawa oleh arus air. Nafsu keinginan dalam mengejar keuntungan membuat kita menciptakan banyak karma buruk.

Buddha berkata bahwa kekuatan karma semua makhluk sangat besar bagai Gunung Sumeru. Kini kita telah menyadari dan merasakan sendiri besarnya kekuatan karma yang kita ciptakan. Kita pasti akan menerima konsekuensi dari perbuatan kita sendiri. Jika melanggar hukum alam, maka kita akan dilanda bencana. Tidak hanya orang yang tinggal di daerah pegunungan, pantai, dan tepi sungai yang akan dilanda bencana, bahkan orang yang tinggal di kota besar pun akan terkena dampaknya. Singkat kata, setiap orang hendaknya mengatasi nafsu keinginan mereka dan janganlah terus bersikap tamak. Nafsu keinginan yang terlalu besar akan mengakibatkan kita terus merusak bumi.

Melihat manusia terus mengeksploitasi sumber daya alam, saya sungguh merasa khawatir. Marilah kita mengenang sejarah hari ini. Kemarin adalah tanggal 7 Agustus. Pada 54 tahun yang lalu, tepatnya 7 Agustus 1959, Taiwan dilanda banjir yang sangat besar. Bencana banjir di wilayah tengah Taiwan sungguh menggetarkan hati. Selain itu, tiga tahun lalu, tepatnya tanggal 8 Agustus, Topan Morakot yang menerjang Taiwan mendatangkan curah hujan yang sangat tinggi. Ini semua adalah pengalaman yang menyayat hati. Begitu mendengar suara gemuruh, banyak warga yang tak sempat menyelamatkan diri. Bencana itu menimbun banyak rumah dan menelan banyak korban jiwa. Selama beberapa waktu, banyak orang terus mencari anggota keluarganya yang hilang. Pada saat itu, para tentara sungguh bekerja keras. Pada saat yang bersamaan, insan Tzu Chi juga bergerak untuk membantu. Dari wilayah utara dan tengah, begitu banyak insan Tzu Chi yang bergerak membantu. Dalam waktu tujuh hari, Tzu Chi mengerahkan lebih dari 150.000 relawan. Insan Tzu Chi dari wilayah selatan Taiwan juga turut bergerak untuk membantu.

Tindakan bajik ini sungguh menciptakan kekuatan yang besar. Jika setiap orang bisa hidup berdampingan dengan alam dan memerhatikan semua orang di dunia bagai keluarga sendiri, saya yakin langit pun akan tersentuh dan ketidakselarasan unsur alam secara perlahan-lahan akan berkurang.

Selain membantu membersihkan lokasi bencana, para insan Tzu Chi juga berusaha membantu memulihkan kehidupan para korban bencana. Dalam waktu 88 hari, baik cuaca cerah maupun hujan, insan Tzu Chi bekerja membangun perumahan bagi para korban bencana. Hingga akhirnya, sebelum Tahun Baru Imlek, sebanyak hampir 500 keluarga bisa menempati rumah barunya di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Shanlin. Perumahan tersebut terdiri dari 1.100 unit rumah. Kini, meski terjadi angin ribut atau hujan deras, para warga tetap hidup dengan aman. Inilah tempat berteduh yang aman.

Bukankah ini yang tertulis di dalam Sutra Makna Tanpa Batas? Saat ada orang yang menderita, kita harus membantu meringankan penderitaan mereka. Setelahnya, kita harus berbagi Dharma dengan mereka atau memberikan tempat berteduh yang aman dan damai bagi mereka. Kini, tiga tahun sudah berlalu. Banyak sekali orang penuh cinta kasih yang mendonasikan uang maupun tenaga demi membantu para korban bencana. Dengan demikian, di Taiwan, meski terjadi bencana besar, para korban tetap dapat tenang dan pulih dengan cepat. Ini semua berkat adanya cinta kasih.

Tadi malam adalah peringatan ulang tahun ke-10 Jing Si Books & Cafe di Xinyi, Taipei. Saya sungguh bersyukur melihat pementasan tabuh genderang. Kemarin, banyak orang dari dunia seni dan budaya datang untuk memberikan doa mereka. Saya juga berterima kasih kepada Nona Shi Min dari Beijing yang telah mementaskan keindahan wujud Buddha lewat tariannya. Ada pula Ibu Wang Xinxin yang memainkan alat musik Nanguan serta banyak aktor dan aktris ternama dari drama Da Ai TV yang datang berkumpul di sana. Para pengusaha juga berkumpul bersama untuk merayakan ulang tahun Jing Si Books & Cafe.

Saya sungguh berterima kasih. Saya sungguh berharap aliran jernih ini bisa menyucikan hati manusia. Semoga setiap orang bisa menjalani hidup dengan hemat. Kebutuhan kita sehari-hari sungguh tidaklah banyak. Sesungguhnya, dengan mengurangi nafsu keinginan, pikiran kita bisa lebih tersucikan. Dengan sedikit mengurangi nafsu keinginan, barulah masyarakat kita bisa lebih makmur, aman, dan tenteram. Kita terus berusaha untuk berbagi nilai-nilai budaya humanis di tengah masyarakat. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia)

 
 
Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -