Suara Kasih: Pandangan Benar

.
 

Judul Asli:

 

Menciptakan Berkah dan Membangkitkan Pandangan benar

      

Insan Tzu Chi membantu membersihkan rumah korban bencana banjir
Menciptakan berkah demi melenyapkan bencana dan membangkitkan pandangan yang benar
Orang tua harus mendidik anakdan bukan memanjakannya
Membalas budi luhur orang tua dengan berbakti

Tanggal 20 Mei lalu, hujan lebat mengguyur Tainan dan mendatangkan bencana banjir dalam waktu sekejap. Mengapa air hujan bisa begitu mudah mendatangkan bencana banjir? Tentu saja karena saluran air yang kurang baik. Meski saluran air telah terpasang dengan baik, tetapi jika manusia terus membuang plastik dan sampah sembarangan, saluran air tetap akan tersumbat. Itu semua adalah siklus yang buruk. Akan tetapi, untungnya, air banjir bisa surut dengan cepat. Meski demikian, masih banyak orang yang rumahnya tergenang air.

Insan Tzu Chi berkata bahwa meski air banjir bisa surut dengan cepat, tetapi masih ada orang yang rumahnya tergenang air. Karenanya, mereka pun bergerak untuk membantu para korban banjir. Inilah kekuatan cinta kasih. Tak peduli bagaimana kondisi bencana, insan Tzu Chi selalu menjadi guru yang tak diundang dan berinisiatif untuk memberikan bantuan. Inilah tindakan yang penuh kehangatan di masyarakat. Tindakan ini akan menciptakan lingkungan yang sehat. Meski empat unsur alam tidak selaras, tetapi masih ada orang yang berinisiatif untuk mencurahkan perhatian. Inilah masyarakat yang sangat indah dan penuh harapan. Semua ini sungguh patut dipuji. Akan tetapi, melihat bencana di luar negeri, saya merasa sungguh tidak tega.

Tanggal 20 Mei lalu, Italia diguncang gempa bumi dahsyat. Gempa bumi susulan masih terus terjadi hingga tanggal 21 Mei lalu. Gempa bumi itu telah melukai banyak orang dan menelan beberapa korban jiwa. Sebuah bangunan kuno yang dibangun pada abad ke-6 juga hancur total akibat gempa bumi tersebut. Saya sungguh sedih melihatnya. Kehidupan manusia tidaklah kekal dan bumi pun rentan. Yang lebih membuat orang sedih dan khawatir adalah kondisi di Afganistan.

Di Afganistan, dalam jangka waktu yang panjang,  terus terjadi konflik dan peperangan. Kini, terjadi pula hujan lebat dan pencairan salju yang mengakibatkan bencana banjir. Bencana yang terjadi silih berganti itu mengakibatkan banyak warga harus mengungsi. Batin manusia yang tidak selaras, masyarakat yang sulit harmonis, serta empat unsur alam yang tidak selaras sungguh memprihatinkan. Akan tetapi, kita dapat melihat  tayangan penuh kehangatan dari Filipina. Beberapa hari ini, saya sering membahas tentang Filipina.

Pada tanggal 13 Mei lalu, selain mengadakan upacara Waisak, insan Tzu Chi di sana juga membagikan beras kepada 9.831 keluarga. Sesungguhnya, telah terjadi kebakaran di sebuah permukiman kumuh di sana sehari sebelum  upacara pemandian rupang Buddha berlangsung. Akibatnya, lebih dari 1.000 unit rumah habis terbakar. Warga setempat awalnya sudah hidup kekurangan, kini ditambah lagi kebakaran dahsyat ini, sungguh tidak sampai hati melihatnya.

Insan Tzu Chi segera menyurvei lokasi dan mendata keperluan para korban bencana. Pada tanggal 18 Mei, insan Tzu Chi pun mulai menyalurkan bantuan. Saat penyaluran berlangsung, ada kisah yang sangat menyentuh. Dari tayangan berita pagi tadi, saya dapat kembali melihat  seorang ibu hamil yang sangat berterima kasih setelah menerima bantuan tersebut. insan Tzu Chi memiliki suatu keistimewaan, yaitu selalu berbagi semangat celengan bambu dengan warga setempat. Karena itu, ibu hamil tersebut selain menerima bantuan dari Tzu Chi, juga membawa pulang celengan bambu. Dia berkata bahwa dia akan menciptakan berkah bagi anak di dalam rahimnya. Inilah yang disebut Dharma.

Selain memberi bantuan, insan Tzu Chi juga berbagi ajaran Buddha dengan warga. Meskipun kini warga tengah dilanda bencana, dan dalam kondisi tersebut kita datang untuk menyalurkan bantuan, namun di saat yang sama kita juga berbagi kisah Tzu Chi yang dimulai dari 50 sen serta mensosialisasikan daur ulang. Ini sungguh penuh kehangatan. Meski warga sangat menderita, namun ada banyak insan Tzu Chi  yang kaya akan cinta kasih. Insan Tzu Chi menghimpun kekuatan untuk segera bersumbangsih  agar para warga yang menderita ini dapat terinspirasi untuk turut membangkitkan cinta kasih. Ini disebut menjalin jodoh untuk membimbing.

Ini memang berbeda  dengan cara para bhiksu Sangha di zaman Buddha yang menjalin jodoh dengan menerima makanan. Cara kita sekarang adalah memberikan apa yang warga butuhkan. Di saat yang sama, kita juga membimbing mereka. Ini sungguh membuat orang tersentuh. Kita juga melihat insan Tzu Chi  di San Jose, California. Mereka terjun ke tengah komunitas untuk mengadakan baksos kesehatan,  Saya sungguh senang melihatnya. Tentu saja, kesempatan untuk mengadakan baksos, penyuluhan kesehatan, dan lainnya ini sungguh sulit kita dapatkan. Akan tetapi, kita juga melihat orang yang menderita penyakit batin dan membutuhkan bimbingan. Selain itu, banyak anak yang sejak lahir telah diberikan pendidikan yang kurang baik dan sangat dimanja oleh orang tua mereka. Akibatnya, mereka kehilangan kemandirian, tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang sederhana, tidak tahu cara berbakti kepada orang tua, bahkan tidak bisa memakai sepatu dan mengkancingkan baju. Mengapa demikian? Ini karena semuanya dikerjakan oleh ibu.

Lihatlah, ini membuat anak-anak tidak bisa melakukan apa-apa. Memanjakan anak seperti ini adalah tindakan yang salah. Ini bukanlah mengasihi anak. Kita harus mendidik anak-anak  untuk mandiri dan memahami prinsip kebenaran sejak kecil. Kita dapat melihat seorang murid di Taichung. Dia bisa membantu merapikan peralatan makan setelah selesai makan.  Saat ditanya, “Mengapa kamu bisa melakukan hal itu?” Dia berkata bahwa guru yang mengajarinya. Siapakah gurunya? Gurunya adalah anggota Asosiasi Guru Tzu Chi. Guru dari SD Taiping di Taichung itu mengajarkan anak anak bahwa berbakti dan berbuat baik tak dapat ditunda. Dia juga mengajarkan agar anak-anak memahami penderitaan ibu. Inilah yang harus diajarkan kepada anak-anak agar mereka dapat memahami prinsip kebenaran.

” Pada suatu Sabtu, saya dan beberapa murid lainnya pergi melihat orang bekerja memperbaiki tembok. Tanpa disadari, sebuah batu kecil masuk ke mata kanan saya dan mengakibatkan luka yang cukup parah,” ucap anak tersebut. Kita dapat melihat sepasang ibu dan anak di Provinsi Hebei, Tiongkok. Sang ibu sudah tua. Meski sang anak mengalami gangguan penglihatan, dia sangat mengasihi dirinya dan senantiasa menemani sang ibu. Sang ibu telah berusia 80-an tahun. Kondisi kesehatannya tidak baik dan dia pun mengalami gangguan pendengaran. Sang anak mengalami gangguan penglihatan sedangkan sang ibu mengalamai gangguan pendengaran.

Meskipun kekurangan, ibu dan anak ini juga dapat menjalani kehidupan dengan baik. Lihatlah interaksi ibu dan anak ini, sungguh penuh kehangatan. Sang anak sangat berbakti kepada ibunya. Sungguh membuat orang tersentuh melihatnya.
”Ibu, saya sayang Ibu,” ucap anak,
”Memang seharusnya begitu,” jawab ibu.
 Dan sang anak pun kembali berkata, ”Saya sayang Ibu,”
Sang ibu pun menjawab, ”Kalau begitu, jaga saya dengan baik, ya."
”Ibu, saya sayang Ibu. Di dunia ini ibulah yang paling baik,” tutur anak tersebut.

Lihatlah, meski mengalami gangguan penglihatan, hatinya tetap jernih. Melihat kehidupan mereka yang kekurangan, meski kita sungguh merasa tidak sampai hati, namun saya merasa anak ini jauh lebih baik daripada anak keluarga mampu yang suka membangkang dan tidak tahu cara berbakti terhadap orang tua.

Singkat kata, kita harus lebih banyak memerhatikan masalah di dunia dan banyak belajar prinsip kebenaran. Kita harus menciptakan lingkungan yang baik bagi anak-anak. Anak-anak bisa dibimbing, bukan tidak bisa. Jadi, kita harus menciptakan lingkungan yang baik  untuk generasi penerus kita. Hanya dengan membimbing generasi penerus  sebaik mungkin, barulah ada harapan. Diterjemahkan oleh: Lourencia Lou.

 
 
Mengonsumsi minuman keras, dapat melukai orang lain dan mengganggu kesehatan, juga merusak citra diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -