Suara Kasih : Senantiasa Tekun

Judul Asli:

Senantiasa Tekun dan Waspada terhadap Ketidakkekalan

Insan Tzu Chi menghibur para korban tabrakan kapal di Hong Kong
Insan Tzu Chi di Tiongkok membawa kehangatan bagi para lansia di Festival Kue Bulan
Belajar mengingat budi luhur orang tua lewat lagu “Lukisan Anak Kambing Berlutut”
Senantiasa membimbing setiap orang dengan berbagai metode terampil

 

 

Dunia ini tak luput dari ketidakkekalan. Akan tetapi, sebagai manusia, kita tak boleh menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Kita harus tetap tekun dan sungguh-sungguh. Asalkan kita menghadapi kehidupan ini dengan tulus dan senantiasa mempertahankan ketulusan hati ini dalam keseharian, maka secara alami kita akan dapat selalu bersyukur terhadap semua orang kapan pun dan di mana pun.

Dalam memperingati hari raya, banyak orang mengadakan perayaan dan melepas aktivitas sejenak sehari-hari. Biasanya, mereka telah bekerja keras, maka berharap di hari raya dapat berkumpul dengan keluarga untuk bersilaturahmi. Inilah yang dilakukan orang zaman dahulu. Dengan adanya hari raya, mereka baru dapat berkumpul dengan keluarga.

Akan tetapi, kini kondisinya berbeda. Kini, pada hari raya, selalu diadakan perayaan besar agar orang-orang dapat bersenang-senang. Sesungguhnya, orang masa kini sudah penuh dengan kenikmatan, sudah cukup bersenang-senang, mengapa masih harus mengadakan berbagai perayaan besar di hari raya?

Contohnya, kembang api. Ketahuilah bahwa sekali pertunjukan kembang api memerlukan banyak biaya. Bukan hanya itu, polusi yang ditimbulkan juga cukup banyak. Akan tetapi, manusia masih tetap mengadakannya. Di Hong Kong, untuk melihat pertunjukan kembang api dari dekat, banyak orang menumpang sebuah kapal, dan kapal ini bertabrakan dengan kapal lainnya. Berhubung kejadian itu terjadi pada malam hari, maka tindakan penyelamatan pun menjadi sulit akibat terbatasnya jarak pandang.

Pada saat itu, mengetahui adanya kecelakaan tersebut, insan Tzu Chi di Hong Kong segera memberi penghiburan bagi para korban di rumah sakit. Kita di sini memang beruntung masih bisa menikmati indahnya bulan, tetapi lihatlah tempat yang dilanda bencana, seperti Jepang yang diterjang Topan Jelawat tepat di hari Festival Kue Bulan. Selama beberapa hari ini, di Jepang terus terjadi angin kencang dan hujan lebat. Apakah masih sempat memikirkan indahnya bulan? Lagi pula, orang-orang sangat ketakutan. Yang lebih menyedihkan adalah kemarin pagi, di lepas pantai timur laut Jepang terjadi sebuah gempa bumi yang cukup kuat.

Demikianlah kehidupan manusia di tengah kondisi alam yang tidak kekal ini. Begitu pula di Meksiko. Di dunia ini, di berbagai negara yang berbeda, telah terjadi berbagai bencana alam. Karena itu, kita harus selalu meningkatkan kewaspadaan.

Kita harus senantiasa menjalani kehidupan ini dengan rasa syukur. Pada Festival Kue Bulan tahun ini, insan Tzu Chi di seluruh dunia terus mendorong semua orang untuk berhemat dan mengembangkan cinta kasih. Insan Tzu Chi di Tiongkok mengunjungi panti jompo untuk memberi perhatian, mengantarkan kue bulan, memijat para lansia, serta membantu membersihkan tempat mereka sehingga para lansia di sana dapat merasakan suasana keluarga, merasa bagaikan dikunjungi anak cucu sendiri, serta merasakan sebuah kehangatan. Selain itu, insan Tzu Chi juga mengunjungi lansia yang hidup sebatang kara. Mereka membantu para lansia mandi dan membersihkan rumah.

Demikianlah kekuatan cinta kasih dan perhatian para relawan. Nenek, apa kabar? Jika Nenek baik-baik saja, kami baru tenang. Kalian begitu baik, seperti cucu saya sendiri. Kami datang menjenguk Nenek. Kalian sungguh baik. Kita harus bersumbangsih dengan penuh syukur karena tubuh ini adalah pemberian orang tua kita.

Selain itu, alam dan semua makhluk juga berjasa karena telah menyediakan segala yang kita butuhkan untuk dapat bertahan hidup. Orang-orang yang lebih tua di masyarakat juga telah banyak berkontribusi. Terlebih lagi, Buddha mengajarkan kepada kita bahwa orang yang lebih tua hendaknya kita anggap sebagai orang tua sendiri. Orang yang sebaya dengan kita hendaknya kita anggap sebagai saudara sendiri. Orang yang lebih muda dari kita hendaknya kita anggap sebagai anak sendiri. Dengan begitu, bukankah semua orang di dunia adalah satu keluarga?

Di dalam Sutra Bunga Teratai terdapat perumpamaan tentang rumah yang terbakar. Dunia ini bagaikan rumah yang tengah terbakar. Penghuni rumah ini adalah satu keluarga. Berhubung sebagai penghuni kita tidak tekun dan giat, akibatnya dunia ini menjadi kotor dan kacau. Jadi, kita harus tekun dan bersemangat, seperti insan Tzu Chi di berbagai daerah yang membantu membersihkan rumah para penerima bantuan.

 

Demikianlah para Bodhisattva yang berusaha menyucikan dunia dan mendamaikan hati manusia. Ini adalah contoh nyata, baik terhadap lansia yang hidup sebatang kara, lansia yang tinggal di panti jompo, maupun mereka yang memiliki keterbatasan fisik, insan Tzu Chi selalu mencurahkan perhatian dengan cinta kasih yang penuh rasa syukur. Hal ini juga harus dibina sejak kecil.

Lihatlah, para siswa SD Tzu Chi dan para siswa Sekolah Menengah Tzu Chi. Pada hari raya Festival Kue Bulan, mereka diajak mengunjungi para lansia untuk belajar menghormati orang yang lebih tua dan mengerti untuk berbakti. Beginilah pendidikan yang baik. Pendidikan memerlukan waktu yang panjang.

Singkat kata, kini kita harus segera menggalang lebih banyak orang dengan menggunakan berbagai metode terampil yang efektif dan mudah dipahami. Lihatlah bagaimana pertunjukan lagu “Lukisan Anak Kambing Berlutut” telah menyentuh banyak orang hingga meneteskan air mata.

Saya sangat terharu. Orang-orang zaman sekarang seharusnya lebih berbakti pada orang tua. Akan tetapi, sepertinya anak-anak masa kini lebih jarang peduli pada orang tua mereka. Saya rasa ini sangat memprihatinkan. Ini juga merupakan sebuah bentuk pendidikan. Buddha membimbing semua  makhluk dengan berbagai metode terampil.

Demikian pula dengan insan Tzu Chi yang mengadakan pertunjukan dengan tujuan membabarkan Dharma lewat metode yang lebih mudah dipahami. Inilah yang terus insan Tzu Chi gaungkan pada hari-hari besar dan hari  libur. Sesungguhnya, mereka juga melakukannya pada hari biasa.  Saya sungguh berterima kasih kepada seluruh insan Tzu Chi. Saya selalu berterima kasih karena mereka tidak pernah mengabaikan satu orang pun. Demikian pula dengan daur ulang sumber daya alam. Kita harus selalu menghargai sumber daya alam. Terlebih lagi, dalam kehidupan ini, kita harus selalu bersyukur dan membalas budi. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou)

Walau berada di pihak yang benar, hendaknya tetap bersikap ramah dan bisa memaafkan orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -